Internasional

Jejak Soleimani, Pemicu Perang Dunia III yang Buat AS Gemetar

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
07 January 2020 07:32
Jejak Soleimani, Pemicu Perang Dunia III yang Buat AS Gemetar
Jakarta, CNBC Indonesia - Kematian Jenderal Qassem Soleimani, pimpinan Pasukan Quds Iran, telah menggemparkan dunia pada Jumat lalu (3/1/2020).

Hal ini dikarenakan kematiannya disebabkan oleh serangan militer Amerika Serikat (AS), yang digagas Presiden Donald Trump.


Banyak pihak khawatir, setelah serangan ini Iran akan melakukan balasan yang bisa memicu lahirnya Perang Dunia III.

Lalu, selain dikenal sebagai Jenderal, siapa sebenarnya Soleimani sehingga kematiannya ditangisi oleh seluruh warga Iran?

[Gambas:Video CNBC]



Pria bernama lengkap Qassem Soleimani adalah sosok paling penting nomor dua di Iran dan dikenal sebagai tokoh revolusioner Iran. Mantan pekerja konstruksi itu juga sangat dikenal dan disegani di luar negeri, terutama di antara negara-negara Timur Tengah seperti Irak, Suriah dan Libanon karena pengaruhnya yang sangat besar.

Soleimani yang berusia 62 tahun itu juga dikenal sebagai pemimpin Garda Revolusi Iran, memikul tanggung jawab atas operasi rahasia Iran di luar negeri. Sejumlah analis bahkan menilai Soleimani memiliki pengaruh diplomatik yang lebih besar ketimbang Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif.

Dalam sejarahnya, karir kemiliteran Soleimani dimulai tak lama setelah Revolusi Iran pada tahun 1979. Soleimani juga merupakan sosok yang turut serta membentuk Republik Islam Iran.

"Lebih dari siapapun, Soleimani bertanggung jawab atas penciptaan 'arc of influence' atau 'axis of resistance' yang membentuk dari Teluk Oman melalui Irak, Suriah, dan Lebanon hingga pantai timur Laut Mediterania," kata eks-agen FBI Ali Soufan.

Pada akhir 1990-an, Soleimani diberi kendali atas Pasukan Quds, sayap Garda Revolusi Iran yang dikhususkan untuk urusan eksternal. Pasukan Quds memiliki sejarah panjang, termasuk membantu pendirian Hezbollah di Lebanon pada awal 1980-an. Di bawah kepemimpinan Soleimani, mereka memperluas pengaruh di wilayah tersebut.

Setelah invasi AS ke Irak berhasil menggulingkan Presiden Irak Saddam Hussein 2003, Pasukan Quds mulai membantu milisi Syiah di negara itu tatkala mereka berperang melawan pasukan AS.


Pengaruh Soleimani selaku pemimpin Pasukan Quds tidak hanya terasa di Timur Tengah. Soleimani juga dikenal sebagai pahlawan perang dan patriot, yang rela mempertaruhkan nyawanya untuk meminimalisir jumlah korban yang ikut berperang dalam perang Iran-Irak tahun 1980-an, sebagaimana dilaporkan Institut Perusahaan Publik Amerika untuk Riset Kebijakan Publik 2011.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melakukan pembekuan aset dan mengeluarkan larangan perjalanan pada tahun 2007 terhadap Soleimani. Sementara AS menjatuhi pria yang dikenal di negeri Barat sebagai 'komandan bayangan' itu dengan sanksi sebagai tanggapan atas dugaan keterlibatannya dalam perang Suriah pada tahun 2011.

Mengutip laporan CNN, Soleimani dikenal sebagai orang yang pemberani, kharismatik dan dicintai oleh pasukannya. Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, bahkan pernah memanggilnya "martir revolusi yang hidup". Namun, Amerika Serikat mengenalnya sebagai pembunuh yang kejam dan Pasukan Pengawal Revolusi Quds yang dipimpinnya dijuluki organisasi teroris asing oleh AS.

"Soleimani juga telah dikenal sebagai pembunuh oleh banyak pejabat pemerintah AS, mulai dari pengacara pribadi Presiden Donald Trump Rudy Giuliani hingga Senator Elizabeth Warren, D-Mass." tulis NBC, Rabu lalu.

Beberapa tahun lalu, Ia juga dikaitkan dengan upaya pembunuhan Duta Besar Arab Saudi untuk AS di sebuah restoran Italia di Georgetown.




Jejak Soleimani, Pemicu Perang Dunia III yang Buat AS GemetarFoto: Para pelayat membawa peti jenazah Jenderal Qassem Soleimani dan wakil komandan milisi, Abu Mahdi al-Muhandis Iran. (AP Photo/Khalid Mohammed)



Selain dilabeli sebagai pembunuh, alasan lain yang membuat AS sangat gencar memburu Soleimani adalah karena Soleimani dipercaya telah mengendalikan milisi proksi di seluruh Timur Tengah termasuk yang di Irak, Lebanon, dan Suriah selama hidupnya.

AS juga telah secara langsung menyebut Soleimani sebagai dalang yang mengatur serangkaian serangan terhadap pangkalan sekutu di Irak dalam beberapa bulan terakhir. Diantaranya adalah serangan roket pada Desember yang menewaskan seorang kontraktor AS dan melukai empat anggota lainnya.

Belum lagi serangan pada zona hijau di Baghdad yang merupakan barak militer di mana banyak tentara AS di dalamnya, yang terjadi di hari yang sama saat AS menyerang Soleimani. Ini, kabarnya yang juga memicu AS semakin gencar menargetkan jenderal tersebut.

Lebih lanjut, alasan lain yang mendasari serangan AS adalah karena Washington mendapatkan informasi intelijen yang terpercaya yang menyebutkan seorang jenderal kawakan Iran itu tengah merencanakan sebuah tindakan kekerasan yang cukup signifikan terhadap Negeri Paman Sam.

Hal itu disampaikan seorang jenderal yang memiliki pengaruh tinggi di AS, Jumat waktu setempat. Jenderal tersebut juga memperingatkan bahwa rencana Soleimani masih mungkin terjadi, dikutip Reuters, Sabtu lalu.

Trump sendiri telah melabeli Soleimani sebagai teroris nomor satu di Dunia. Oleh karenanya ia memerintahkan serangan terhadap Soleimani.


Bertolak belakang dengan AS, NBC News melaporkan, Soleimani semasa hidupnya dikenal sebagai pejuang melawan kelompok teroris Negara Islam atau ISIS.

Hal itu terlihat dalam sebuah surat publik yang ditulisnya pada tahun 2017. Dalam surat itu ia mencela tindakan ISIS sebagai "gerakan jahat" yang berhasil "menipu puluhan ribu pemuda Muslim" di Irak dan Suriah. Namun dalam kesempatan itu, Soleimani juga menyalahkan AS atas kemunculan dan penyebaran ISIS.

Namun, pada akhir 2014, saat AS dan mitra koalisinya membasmi ISIS, Iran juga melancarkan serangan udara untuk menghancurkan ISIS. Kelompok ISIS, yang terdiri dari ekstrimis Sunni, secara ideologis berselisih dengan Soleimani dan rezim Syiah Iran yang ia pertahankan.

Pada saat mengumumkan kematiannya pada Jumat lalu, pemerintah Iran juga membahas perjuangan Soleimani dalam menangani teroris.

"Jenderal yang dibunuh telah mengabdikan hidupnya untuk memerangi tirani, penindasan, teror dan ekstremisme," kata Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif.
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular