
Bahlil: Mau dari China, Langit, Asal Investasi Saya Terima
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
17 December 2019 17:41

Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut Indonesia bakal menerima investasi dari negara manapun, selama investor yang berminat bisa memenuhi persyaratan dan aspek yang diminta.
"Ketika tidak melanggar aturan, dan win-win, mendapatkan keuntungan bagi kedua belah pihak kenapa dipersoalkan?" Kata Bahlil di program Impact with Peter Gontha beberapa waktu lalu.
Pernyataan tersebut sekaligus untuk menjawab tudingan banyaknya investasi dari China yang masuk ke Indonesia. Di antaranya Kereta Cepat Jakarta-Bandung dengan nilai investasi US$ 4,7 miliar. Kemudian salah satu yang paling besar adalah investasi Kawasan Industri Morowali. China tercatat berinvestasi di Indonesia senilai US$ 1,63 miliar.
Namun, Bahlil tidak mempermasalahkan dari mana dana investasi berasal. Termasuk dari China. Meski demikian, Bahlil juga mengakui bahwa isu Anti Cina sudah lama dialaminya. "Dulu ketika saya di Hipmi (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia), sebelum menjadi kepala BKPM, isu ini sangat besar," akuinya.
Menurutnya yang dibutuhkan Indonesia dari masuknya investasi adalah devisa untuk negara serta menyerap tenaga kerja. Jika itu terpenuhi, dia mengaku siap memasang badan.
"Jangan persoalkan negara apa, (mau) China, negara langit pun jika mau investasi dan sesuai aturan saya terima. Biar orang marah ke saya, wong kita butuh investasi," katanya.
Masuknya investasi China ke Indonesia memang besar, penyerapan tenaga kerja pun tidak sedikit. Namun isu yang berkembang, perusahaan China mengizinkan orang Indonesia untuk menjadi jabatan tertinggi sekalipun, yakni Direktur Utama atau Direktur Keuangan. Namun, untuk jabatan Direktur operasional, China enggan memberi jabatan karena perbedaan etos kerja yang antara pekerja Indonesia dan China yang dinilai berbeda.
"Harus diakui, ambil contoh China bangun smelter 18 bulan di Morowali. Sedangkan Freeport di Gresik dua tahun baru 20%. Kalau mau dibandingkan, produktivitas China lebih maju," ungkapnya.
Bahlil mengklaim enggan itu dijadikan alasan untuk tidak menyerap tenaga kerja Indonesia. "Bukan berarti singkirkan lokal, nggak fair. Solusinya kita combine. Oke you tradisi udah bagus, tapi ini harus belajar, jadi rubah pola kerja," kata mantan Ketua Hipmi tersebut.
(hoi/hoi) Next Article 2019, Investasi Asing Tak Capai Target & Tenaga Kerja So-so
"Ketika tidak melanggar aturan, dan win-win, mendapatkan keuntungan bagi kedua belah pihak kenapa dipersoalkan?" Kata Bahlil di program Impact with Peter Gontha beberapa waktu lalu.
Pernyataan tersebut sekaligus untuk menjawab tudingan banyaknya investasi dari China yang masuk ke Indonesia. Di antaranya Kereta Cepat Jakarta-Bandung dengan nilai investasi US$ 4,7 miliar. Kemudian salah satu yang paling besar adalah investasi Kawasan Industri Morowali. China tercatat berinvestasi di Indonesia senilai US$ 1,63 miliar.
Namun, Bahlil tidak mempermasalahkan dari mana dana investasi berasal. Termasuk dari China. Meski demikian, Bahlil juga mengakui bahwa isu Anti Cina sudah lama dialaminya. "Dulu ketika saya di Hipmi (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia), sebelum menjadi kepala BKPM, isu ini sangat besar," akuinya.
Menurutnya yang dibutuhkan Indonesia dari masuknya investasi adalah devisa untuk negara serta menyerap tenaga kerja. Jika itu terpenuhi, dia mengaku siap memasang badan.
"Jangan persoalkan negara apa, (mau) China, negara langit pun jika mau investasi dan sesuai aturan saya terima. Biar orang marah ke saya, wong kita butuh investasi," katanya.
Masuknya investasi China ke Indonesia memang besar, penyerapan tenaga kerja pun tidak sedikit. Namun isu yang berkembang, perusahaan China mengizinkan orang Indonesia untuk menjadi jabatan tertinggi sekalipun, yakni Direktur Utama atau Direktur Keuangan. Namun, untuk jabatan Direktur operasional, China enggan memberi jabatan karena perbedaan etos kerja yang antara pekerja Indonesia dan China yang dinilai berbeda.
"Harus diakui, ambil contoh China bangun smelter 18 bulan di Morowali. Sedangkan Freeport di Gresik dua tahun baru 20%. Kalau mau dibandingkan, produktivitas China lebih maju," ungkapnya.
Bahlil mengklaim enggan itu dijadikan alasan untuk tidak menyerap tenaga kerja Indonesia. "Bukan berarti singkirkan lokal, nggak fair. Solusinya kita combine. Oke you tradisi udah bagus, tapi ini harus belajar, jadi rubah pola kerja," kata mantan Ketua Hipmi tersebut.
(hoi/hoi) Next Article 2019, Investasi Asing Tak Capai Target & Tenaga Kerja So-so
Most Popular