
Jokowi Minta Ahok Berantas Mafia Migas, Siapa Sih Mafianya?
Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
11 December 2019 09:44

Tim anti mafia migas ini, julukannya, bekerja 6 bulan penuh menyelidiki praktik-praktik impor BBM di tubuh anak usaha Pertamina tersebut.
Tim menemukan beberapa hal dari kajian mereka, misal penawaran yang dilakukan ke Petral dan PEs tidak lazim, proses berbelit-belit, dan harus menghadapi pihak ketiga yang bertindak sebagai agent atau arranger. Namun, pelaku yang bersangkutan mengakui dengan terbuka telah mengapalkan minyak secara teratur ke Indonesia melalui trader.
Tim juga menemukan indikasi kebocoran informasi mengenai spesifikasi produk dan owner estimate sebelum tender berlangsung.
Tim menemukan cukup banyak indikasi adanya kekuatan "tersembunyi" yang terlibat dalam proses tender oleh Petral.
Berdasar temuan tersebut, Tim pun menyusun rekomendasi terkait Petral sebagai berikut:
Tender penjualan dan pengadaan impor minyak mentah dan BBM tidak lagi oleh PES melainkan dilakukan oleh ISC (integrated supply chain) Pertamina.
Mengganti secepatnya manajemen Petral dan ISC dari tingkat pimpinan tertinggi hingga manajer
Melakukan audit forensik agar segala proses yang terjadi di Petral menjadi terang benderang. Audit forensik agar dilakukan oleh institusi audit yang kompeten di Indonesia dan memiliki jangkauan kerja ke Singapura serta negara terkait lainnya. Hasil audit forensik bisa dijadikan sebagai pintu masuk membongkar potensi pidana, khususnya membongkar praktek mafia migas.
Temuan tim ini pun ditindaklanjuti oleh Menteri Sudirman Said dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) saat itu Dwi Soetjipto.
Tindak lanjut pertama, sesuai instruksi Presiden Jokowi, Sudirman dan Dwi langsung membekukan bisnis Petral pada tengah Mei 2015. "Kata Presiden, masa lalu harus diputus," ujar Sudirman Saat itu.
Tindak lanjut kedua adalah dengan melakukan audit forensik. Lembaga audit Kordha Mentha kemudian ditunjuk untuk mengaudit forensik praktik jual beli minyak di Petral untuk periode 2012 sampai 2014.
Berdasarkan temuan lembaga auditor itu, jaringan mafia minyak dan gas (migas) telah menguasai kontrak suplai minyak senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun selama tiga tahun. Untuk audit anak usahanya itu, Pertamina merogoh kocek hingga US$ 1 juta.
KPK Bongkar Mafia Migas di Petral!
Lima tahun kemudian, setelah melakukan penyelidikan dan penyidikan yang sangat kompleks. Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya membongkar sosok mafia migas di tubuh Petral.
KPK menetapkan Bambang Irianto sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi suap dalam tubuh Petral.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menjelaskan, Bambang Irianto sendiri menjabat sebagai VP Marketing PES (anak usaha Petral) pada 6 Mei 2009 dan bertugas membangun dan mempertahankan jaringan bisnis dengan komunitas perdagangan, mencari peluang dagang yang akan menambahkan untuk perusahaan, mengamankan suplai, dan melakukan perdagangan minyak mentah dan produk kilang.
KPK meringkus Bambang karena dugaan menerima suap sewaktu menjabat sebagai Managing Director Pertamina Energy Service Pte. Ltd periode 2009-2013.
Pada saat Bambang menjabat sebagai Vice President (VP) Marketing, PES melaksanakan pengadaan serta penjualan minyak mentah dan produk kilang untuk kebutuhan PT. Pertamina (Persero) yang dapat diikuti oleh National Oil Company, Major Oil Company, Refinery, maupun trader.
"Tersangka BTO selaku VP Marketing PES membantu mengamankan jatah alokasi kargo KERNEL OIL dalam tender pengadaan atau penjualan minyak mentah atau produk kilang. Dan sebagai imbalannya diduga Bambang Irianto menerima sejumlah uang yang diterima melalui rekening bank di luar negeri," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Selasa (10/9/2019).
Lepas dari PES, Bambang Irianto terus dipercaya oleh perusahaan bahkan menjadi Direktur Utama PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral) pada 2014.
(gus)
Tim menemukan beberapa hal dari kajian mereka, misal penawaran yang dilakukan ke Petral dan PEs tidak lazim, proses berbelit-belit, dan harus menghadapi pihak ketiga yang bertindak sebagai agent atau arranger. Namun, pelaku yang bersangkutan mengakui dengan terbuka telah mengapalkan minyak secara teratur ke Indonesia melalui trader.
Tim juga menemukan indikasi kebocoran informasi mengenai spesifikasi produk dan owner estimate sebelum tender berlangsung.
Berdasar temuan tersebut, Tim pun menyusun rekomendasi terkait Petral sebagai berikut:
Tender penjualan dan pengadaan impor minyak mentah dan BBM tidak lagi oleh PES melainkan dilakukan oleh ISC (integrated supply chain) Pertamina.
Mengganti secepatnya manajemen Petral dan ISC dari tingkat pimpinan tertinggi hingga manajer
Melakukan audit forensik agar segala proses yang terjadi di Petral menjadi terang benderang. Audit forensik agar dilakukan oleh institusi audit yang kompeten di Indonesia dan memiliki jangkauan kerja ke Singapura serta negara terkait lainnya. Hasil audit forensik bisa dijadikan sebagai pintu masuk membongkar potensi pidana, khususnya membongkar praktek mafia migas.
Temuan tim ini pun ditindaklanjuti oleh Menteri Sudirman Said dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) saat itu Dwi Soetjipto.
Tindak lanjut pertama, sesuai instruksi Presiden Jokowi, Sudirman dan Dwi langsung membekukan bisnis Petral pada tengah Mei 2015. "Kata Presiden, masa lalu harus diputus," ujar Sudirman Saat itu.
Tindak lanjut kedua adalah dengan melakukan audit forensik. Lembaga audit Kordha Mentha kemudian ditunjuk untuk mengaudit forensik praktik jual beli minyak di Petral untuk periode 2012 sampai 2014.
Berdasarkan temuan lembaga auditor itu, jaringan mafia minyak dan gas (migas) telah menguasai kontrak suplai minyak senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun selama tiga tahun. Untuk audit anak usahanya itu, Pertamina merogoh kocek hingga US$ 1 juta.
KPK Bongkar Mafia Migas di Petral!
Lima tahun kemudian, setelah melakukan penyelidikan dan penyidikan yang sangat kompleks. Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya membongkar sosok mafia migas di tubuh Petral.
KPK menetapkan Bambang Irianto sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi suap dalam tubuh Petral.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menjelaskan, Bambang Irianto sendiri menjabat sebagai VP Marketing PES (anak usaha Petral) pada 6 Mei 2009 dan bertugas membangun dan mempertahankan jaringan bisnis dengan komunitas perdagangan, mencari peluang dagang yang akan menambahkan untuk perusahaan, mengamankan suplai, dan melakukan perdagangan minyak mentah dan produk kilang.
KPK meringkus Bambang karena dugaan menerima suap sewaktu menjabat sebagai Managing Director Pertamina Energy Service Pte. Ltd periode 2009-2013.
Pada saat Bambang menjabat sebagai Vice President (VP) Marketing, PES melaksanakan pengadaan serta penjualan minyak mentah dan produk kilang untuk kebutuhan PT. Pertamina (Persero) yang dapat diikuti oleh National Oil Company, Major Oil Company, Refinery, maupun trader.
"Tersangka BTO selaku VP Marketing PES membantu mengamankan jatah alokasi kargo KERNEL OIL dalam tender pengadaan atau penjualan minyak mentah atau produk kilang. Dan sebagai imbalannya diduga Bambang Irianto menerima sejumlah uang yang diterima melalui rekening bank di luar negeri," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Selasa (10/9/2019).
Lepas dari PES, Bambang Irianto terus dipercaya oleh perusahaan bahkan menjadi Direktur Utama PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral) pada 2014.
Pages
Most Popular