
Ini Dia! Praktik Mafia Migas di Petral yang Jadi Fokus Jokowi
Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
12 November 2019 14:58

Jakarta, CNBC Indonesia- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan kasus besar yang ternyata mendapat perhatian khusus dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Salah satunya ternyata kasus Petral.
Hal ini disampaikan langsung oleh Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Selasa (12/11/2019).
"Sejauh ini memang ada dua kasus yang menjadi concern Presiden dan sejumlah pihak sudah kami tangani," kata Laode.
Nama dan riwayat Petral sendiri di Indonesia memang tak sedap rekam jejaknya, terindikasi sebagai sarang praktik mafia migas, anak usaha Pertamina ini dibubarkan pada 2015 lalu. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan menetapkan mantan bos Petral sebagai tersangka korupsi, setelah 5 tahun lebih melakukan penyelidikan.
Pembubaran Petral sendiri merupakan titah langsung Presiden Joko Widodo saat itu. "Petral akhirnya dibubarkan pada 2015 sesuai perintah Presiden Joko Widodo. Tanpa perintah Joko Widodo, Petral mustahil dibubarkan," kata Fahmi Radhy, pengamat migas dari Universitas Gajah Mada sekaligus mantan anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang ditugasi membongkar praktik mafia migas di Petral.
Ia mengutip pernyataan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan soal Petral, di mana sangat sulit membubarkannya karena ada kekuatan 7 langit yang mencegahnya.
Setelah bertahun-tahun diselidiki, September lalu KPK akhirnya mengumumkan nama tersangka dugaan praktik mafia migas di Petral, yakni VP Marketing Pertamina Energy Service (PES) dan juga mantan bos Pertamina Energy Trading Limited (Petral), Bambang Irianto (BTO).
Bambang dijadikan tersangka atas tindakan yang ia lakukan selama menjadi Managing Director Pertamina Energy Service Pte. Ltd (PES) periode 2009-2013, PES adalah anak usaha Petral yang bermarkas di Singapura dan lebih berperan dalam transaksi minyak mentah maupun BBM untuk diimpor ke Indonesia.
KPK menetapkan Bambang sebagai tersangka usai memeriksa 53 orang saksi, dan harus melakukan pengecekan untuk transaksi yang berada di lintas negara. Bayangkan, Petral bermarkas di Hong Kong dan PES di Singapura, sementara perusahaan cangkang yang dibangun Bambang untuk menampung uang haramnya ada di British Virgin Island.
"Jadi kalau kpk mau selidiki harus libatkan dua otoritas di Hong Kong dan Singapura, struktur perusahaannya juga sengaja dibuat susah," kata Laode. Dari penyelidikannya, KPK menemukan setidaknya Bambang Irianto mengantongi US$ 2,9 juta atau setara Rp 41 miliar dari jasa calo-nya itu.
(gus/dru) Next Article Pengumuman! KPK Bakal Tetapkan Tersangka Mafia Migas RI
Hal ini disampaikan langsung oleh Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Selasa (12/11/2019).
"Sejauh ini memang ada dua kasus yang menjadi concern Presiden dan sejumlah pihak sudah kami tangani," kata Laode.
![]() |
Pembubaran Petral sendiri merupakan titah langsung Presiden Joko Widodo saat itu. "Petral akhirnya dibubarkan pada 2015 sesuai perintah Presiden Joko Widodo. Tanpa perintah Joko Widodo, Petral mustahil dibubarkan," kata Fahmi Radhy, pengamat migas dari Universitas Gajah Mada sekaligus mantan anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang ditugasi membongkar praktik mafia migas di Petral.
Ia mengutip pernyataan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan soal Petral, di mana sangat sulit membubarkannya karena ada kekuatan 7 langit yang mencegahnya.
Setelah bertahun-tahun diselidiki, September lalu KPK akhirnya mengumumkan nama tersangka dugaan praktik mafia migas di Petral, yakni VP Marketing Pertamina Energy Service (PES) dan juga mantan bos Pertamina Energy Trading Limited (Petral), Bambang Irianto (BTO).
Bambang dijadikan tersangka atas tindakan yang ia lakukan selama menjadi Managing Director Pertamina Energy Service Pte. Ltd (PES) periode 2009-2013, PES adalah anak usaha Petral yang bermarkas di Singapura dan lebih berperan dalam transaksi minyak mentah maupun BBM untuk diimpor ke Indonesia.
KPK menetapkan Bambang sebagai tersangka usai memeriksa 53 orang saksi, dan harus melakukan pengecekan untuk transaksi yang berada di lintas negara. Bayangkan, Petral bermarkas di Hong Kong dan PES di Singapura, sementara perusahaan cangkang yang dibangun Bambang untuk menampung uang haramnya ada di British Virgin Island.
"Jadi kalau kpk mau selidiki harus libatkan dua otoritas di Hong Kong dan Singapura, struktur perusahaannya juga sengaja dibuat susah," kata Laode. Dari penyelidikannya, KPK menemukan setidaknya Bambang Irianto mengantongi US$ 2,9 juta atau setara Rp 41 miliar dari jasa calo-nya itu.
(gus/dru) Next Article Pengumuman! KPK Bakal Tetapkan Tersangka Mafia Migas RI
Most Popular