
Jokowi, KPK, dan Polemik Petral yang Berpotensi Reinkarnasi
Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
12 November 2019 15:48

Jakarta, CNBC Indonesia- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan ada dua kasus besar yang menjadi perhatian dan disorot oleh Presiden Joko Widodo. Salah satunya adalah kasus korupsi dan dugaan praktik mafia migas di tubuh anak usaha PT Pertamina (Persero), yakni Petral.
Hal ini disampaikan langsung oleh Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Selasa (12/11/2019).
"Sejauh ini memang ada dua kasus yang menjadi concern Presiden dan sejumlah pihak sudah kami tangani," kata Laode.
Nama dan riwayat Petral sendiri di Indonesia memang tak sedap rekam jejaknya. Ia terindikasi sebagai sarang praktik mafia migas, anak usaha Pertamina ini dibubarkan pada 2015 lalu. KPK bahkan menetapkan mantan bos Petral sebagai tersangka korupsi, setelah 5 tahun lebih melakukan penyelidikan.
Tapi, Oktober lalu sektor migas sempat dihebohkan dengan kelahiran PIMD atau Pertamina International Marketing & Distribution, Pte Ltd (PIMD). Berfungsi sebagai trading arm baru, berbagai pihak khawatir PIMD merupakan reinkarnasi dari Petral.
Salah satu yang khawatir adalah Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto yang dulu juga pernah menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina.
Ia menekankan untuk peningkatan efisiensi perusahaan lebih baik tidak ada campur tangan perantara dalam transasksi. "Jangan ada perantara, fungsinya harusnya prosesnya bisa langsung," kata dia saat dijumpai di SKK Migas, Kamis (10/10/2019).
Dwi Soetjipto memang menjadi salah satu sosok kunci dalam pembekuan dan pembubaran Petral, anak usaha Pertamina yang memiliki rekam jejak tempat bersarangnya praktik mafia migas.
Ia pernah bercerita soal penutupan Petral saat itu. Ia berharap upaya-upaya untuk membebaskan industri migas dari mafia bisa terus dilanjutkan. Selama kegiatan korupsi belum hilang betul, kata dia, tentu masih ada celah-celah korupsi yang bisa dilakukan.
Pendapat serupa juga dilontarkan oleh mantan anggota tim reformasi tata kelola migas Fahmi Radhy, yang mengatakan PIMD bisa menjadi cikal bakal Petral jilid II.
"Setelah penutupan Petral, pembukaan kembali trading arm Pertamina di Singapura sangat tidak tepat, bahkan blunder yang berpotensi mengundang mafia migas," ujar Fahmi, Rabu (09/10/2019).
Fahmy mengingatkan kembali susah payahnya pemerintah memberantas praktik mafia migas di Petral. "Petral akhirnya dibubarkan pada 2015 sesuai perintah Presiden Joko Widodo. Tanpa perintah Joko Widodo, Petral mustahil dibubarkan," kata dia.
Ia mengutip pernyataan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan soal Petral, di mana sangat sulit membubarkannya karena ada kekuatan tujuh langit yang mencegahnya. "Tidak berlebihan dikatakan bahwa pembukaan kembali trading arm di Singapura setelah Petral ditutup, Pertamina abaikan perintah Presiden Jokowi."
Pertamina sendiri menegaskan bahwa pendirian trading arm Pertamina International Marketing & Distribution, Pte Ltd (PIMD) bukan untuk mengganti Petral.
"Petral merupakan trading arm Pertamina dalam import minyak mentah untuk kebutuhan domestik, sedangkan PIMD merupakan trading arm untuk menjual produk Pertamina maupun produk pihak ketiga di pasar international. Jadi jelas PIMD jangan disamakan dengan Petral, karena PIMD fokus untuk menghasilkan pendapatan tambahan melalui penjualan di luar negeri. Jadi bukan untuk memenuhi kebutuhan domestik," kata Fajriyah Usman, VP Corporate Communication Pertamina dalam siaran pers di Jakarta (9/10/2019).
PIMD juga berperan untuk menangkap peluang bisnis pasar Bunker Asia Tenggara terutama di Singapura, dan hal ini adalah bisnis yang sifatnya operasional. Ke depan, perusahaan ini juga menggarap peluang penjualan produk lainnya langsung ke end customer di pasar internasional dengan membangun bisnis ritel dalam rangka memperkenalkan brand Pertamina secara global.
(gus/gus) Next Article Pengumuman! KPK Bakal Tetapkan Tersangka Mafia Migas RI
Hal ini disampaikan langsung oleh Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Selasa (12/11/2019).
"Sejauh ini memang ada dua kasus yang menjadi concern Presiden dan sejumlah pihak sudah kami tangani," kata Laode.
Tapi, Oktober lalu sektor migas sempat dihebohkan dengan kelahiran PIMD atau Pertamina International Marketing & Distribution, Pte Ltd (PIMD). Berfungsi sebagai trading arm baru, berbagai pihak khawatir PIMD merupakan reinkarnasi dari Petral.
Salah satu yang khawatir adalah Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto yang dulu juga pernah menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina.
Ia menekankan untuk peningkatan efisiensi perusahaan lebih baik tidak ada campur tangan perantara dalam transasksi. "Jangan ada perantara, fungsinya harusnya prosesnya bisa langsung," kata dia saat dijumpai di SKK Migas, Kamis (10/10/2019).
Dwi Soetjipto memang menjadi salah satu sosok kunci dalam pembekuan dan pembubaran Petral, anak usaha Pertamina yang memiliki rekam jejak tempat bersarangnya praktik mafia migas.
Ia pernah bercerita soal penutupan Petral saat itu. Ia berharap upaya-upaya untuk membebaskan industri migas dari mafia bisa terus dilanjutkan. Selama kegiatan korupsi belum hilang betul, kata dia, tentu masih ada celah-celah korupsi yang bisa dilakukan.
Pendapat serupa juga dilontarkan oleh mantan anggota tim reformasi tata kelola migas Fahmi Radhy, yang mengatakan PIMD bisa menjadi cikal bakal Petral jilid II.
"Setelah penutupan Petral, pembukaan kembali trading arm Pertamina di Singapura sangat tidak tepat, bahkan blunder yang berpotensi mengundang mafia migas," ujar Fahmi, Rabu (09/10/2019).
Fahmy mengingatkan kembali susah payahnya pemerintah memberantas praktik mafia migas di Petral. "Petral akhirnya dibubarkan pada 2015 sesuai perintah Presiden Joko Widodo. Tanpa perintah Joko Widodo, Petral mustahil dibubarkan," kata dia.
Ia mengutip pernyataan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan soal Petral, di mana sangat sulit membubarkannya karena ada kekuatan tujuh langit yang mencegahnya. "Tidak berlebihan dikatakan bahwa pembukaan kembali trading arm di Singapura setelah Petral ditutup, Pertamina abaikan perintah Presiden Jokowi."
Pertamina sendiri menegaskan bahwa pendirian trading arm Pertamina International Marketing & Distribution, Pte Ltd (PIMD) bukan untuk mengganti Petral.
"Petral merupakan trading arm Pertamina dalam import minyak mentah untuk kebutuhan domestik, sedangkan PIMD merupakan trading arm untuk menjual produk Pertamina maupun produk pihak ketiga di pasar international. Jadi jelas PIMD jangan disamakan dengan Petral, karena PIMD fokus untuk menghasilkan pendapatan tambahan melalui penjualan di luar negeri. Jadi bukan untuk memenuhi kebutuhan domestik," kata Fajriyah Usman, VP Corporate Communication Pertamina dalam siaran pers di Jakarta (9/10/2019).
PIMD juga berperan untuk menangkap peluang bisnis pasar Bunker Asia Tenggara terutama di Singapura, dan hal ini adalah bisnis yang sifatnya operasional. Ke depan, perusahaan ini juga menggarap peluang penjualan produk lainnya langsung ke end customer di pasar internasional dengan membangun bisnis ritel dalam rangka memperkenalkan brand Pertamina secara global.
(gus/gus) Next Article Pengumuman! KPK Bakal Tetapkan Tersangka Mafia Migas RI
Most Popular