
Benua Merah yang Benar-benar Membara
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 November 2019 16:56

Jakarta, CNBC Indonesia - Asia dikenal sebagai Benua Kuning, sementara Eropa adalah Benua Biru. Benua Amerika mendapat julukan Benua Merah, pas untuk menggambarkan perekonomian kawasan ini yang penuh bara.
Kemarin, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencontohkan beberapa negara berkembang yang sedang dirundung masalah berat. Sebagian besar contoh yang diberikan eks direktur Bank Dunia tersebut adalah negara-negara Amerika Latin.
"Utang Argentina yang mengalami gagal bayar. Krisis di Venezuela, Chile, juga gejolak yang terjadi di Bolivia," ujar Sri Mulyani dalam jumpa pers APBN Kita, kemarin.
Situasi di Amerika Latin memang penuh instabilitas. Berita kurang mengenakkan hampir setiap hari datang dari wilayah itu.
Pertama Argentina. Well, mau mulai dari mana? Negeri Lionel Messi sudah menjadi sorotan dunia sejak tahun lalu.
Pada 2018, hampir seluruh mata uang dunia melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Namun depresiasi yang dialami oleh peso Argentina lumayan ekstrem.
Sepanjang 2018, peso anjlok dengan depresiasi mencapai 102,37%. Peso jadi mata uang dengan kinerja terburuk di dunia.
Situasi di Argentina sempat membaik karena Presiden Mauricio Macri berhasil meraih kembali kepercayaan pasar. Masuknya Dana Moneter Internasional (IMF) dengan 'bantuan' harus diikuti dengan disiplin fiskal. Belanja-belanja negara yang bersifat konsumtif seperti subsidi dipangkas untuk menurunkan defisit.
Akan tetapi, kebijakan Macri yang tidak populis itu menjadi bumerang. Dalam Pemilu 2019, Macri dijungkalkan oleh rivalnya Alberto Fernandez yang berpasangan dengan mantan presiden Christina Kirchner. Macri memperoleh 40,4% suara, Fernandez 48,1%.
Meski Fernandez baru akan menjabat pada Desember, tetapi sudah terlihat tanda-tanda kebijakan Buenos Aires bakal putar balik. Terutama soal anggaran dan program IMF.
"Kita akan membuka halaman baru. Halaman ini (Macri) akan segera terlupakan dan kita akan menulis cerita baru mulai 10 Desember saat saya dan Christina masuk ke pemerintahan," tegas Fernandez dalam pidato kemenangannya, seperti diberitakan Reuters.
Bahkan ada kekhawatiran pemerintahan Fernandez nantinya akan mengajukan renegosiasi utang. Ini tentu membuat pelaku pasar (dan tentunya IMF) kebat-kebit.
Dua lembaga pemeringkat, Fitch Ratings dan Standard and Poor's (S&P), menurunkan peringkat utang Argentina pada Agustus lalu. Fitch menurunkan rating surat utang Argentina dari B ke CCC sementara S&P menurunkan dari B menjadi B-.
"Penurunan rating Argentina mencerminkan meningkatnya ketidakpastian akibat Pemilu, pengetatan situasi pembiayaan, dan perkiraan pelemahan kondisi makroekonomi. Ini meningkatkan kemungkinan gagal bayar (default), restrukturisasi, atau semacamnya," sebut keterangan tertulis Fitch.
Kemarin, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencontohkan beberapa negara berkembang yang sedang dirundung masalah berat. Sebagian besar contoh yang diberikan eks direktur Bank Dunia tersebut adalah negara-negara Amerika Latin.
"Utang Argentina yang mengalami gagal bayar. Krisis di Venezuela, Chile, juga gejolak yang terjadi di Bolivia," ujar Sri Mulyani dalam jumpa pers APBN Kita, kemarin.
Situasi di Amerika Latin memang penuh instabilitas. Berita kurang mengenakkan hampir setiap hari datang dari wilayah itu.
Pertama Argentina. Well, mau mulai dari mana? Negeri Lionel Messi sudah menjadi sorotan dunia sejak tahun lalu.
Pada 2018, hampir seluruh mata uang dunia melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Namun depresiasi yang dialami oleh peso Argentina lumayan ekstrem.
Sepanjang 2018, peso anjlok dengan depresiasi mencapai 102,37%. Peso jadi mata uang dengan kinerja terburuk di dunia.
Situasi di Argentina sempat membaik karena Presiden Mauricio Macri berhasil meraih kembali kepercayaan pasar. Masuknya Dana Moneter Internasional (IMF) dengan 'bantuan' harus diikuti dengan disiplin fiskal. Belanja-belanja negara yang bersifat konsumtif seperti subsidi dipangkas untuk menurunkan defisit.
Akan tetapi, kebijakan Macri yang tidak populis itu menjadi bumerang. Dalam Pemilu 2019, Macri dijungkalkan oleh rivalnya Alberto Fernandez yang berpasangan dengan mantan presiden Christina Kirchner. Macri memperoleh 40,4% suara, Fernandez 48,1%.
Meski Fernandez baru akan menjabat pada Desember, tetapi sudah terlihat tanda-tanda kebijakan Buenos Aires bakal putar balik. Terutama soal anggaran dan program IMF.
"Kita akan membuka halaman baru. Halaman ini (Macri) akan segera terlupakan dan kita akan menulis cerita baru mulai 10 Desember saat saya dan Christina masuk ke pemerintahan," tegas Fernandez dalam pidato kemenangannya, seperti diberitakan Reuters.
Bahkan ada kekhawatiran pemerintahan Fernandez nantinya akan mengajukan renegosiasi utang. Ini tentu membuat pelaku pasar (dan tentunya IMF) kebat-kebit.
Dua lembaga pemeringkat, Fitch Ratings dan Standard and Poor's (S&P), menurunkan peringkat utang Argentina pada Agustus lalu. Fitch menurunkan rating surat utang Argentina dari B ke CCC sementara S&P menurunkan dari B menjadi B-.
"Penurunan rating Argentina mencerminkan meningkatnya ketidakpastian akibat Pemilu, pengetatan situasi pembiayaan, dan perkiraan pelemahan kondisi makroekonomi. Ini meningkatkan kemungkinan gagal bayar (default), restrukturisasi, atau semacamnya," sebut keterangan tertulis Fitch.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular