Banyak Negara Dilanda Demo & Konflik, RI Harus Hati-Hati Nih

Efrem Siregar, CNBC Indonesia
19 November 2019 16:04
Kasus Chile menjadi pelajaran persoalan geopolitik harus jadi pertimbangan saat menjalin kerja sama.
Foto: (Foto AP / Esteban Felix)
Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah negara di belahan dunia tengah dilanda konflik. Kondisi ini bersamaan dengan tren ekonomi global yang sedang melambat.

Wakil Ketua Umum Kadin bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani mengatakan kondisi geopolitik mesti menjadi pertimbangan Indonesia sebelum menentukan pasar ekspor yang dituju. Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo berupaya untuk meningkatkan ekspor dan investasi masuk ke Tanah Air.

Dampak geopolitik terhadap perekonomian dapat dilihat dari kasus Chile yang sedang dilanda krisis politik dan ekonomi. KTT Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) batal digelar di Chile. Sedangkan Indonesia juga punya perdagangan bebas dengan Chile, sehingga secara langsung akan berdampak.

"Seperti Chile, kita semua anggota APEC dibatalkan di Chile, padahal kita punya CEPA dengan Chile," kata Shinta di sela Rakernas Kadin bidang Hubungan Internasional di Menara Kadin, Jakarta, Selasa (19/11/2019).

Menurut Shinta, kemungkinan apapun bisa terjadi termasuk ke Indonesia. Sehingga pemerintah perlu berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan agar kondisi politik dalam negeri tetap stabil. Sinta mengaku cukup percaya pemerintah saat ini bisa menjaga kestabilan politik di dalam negeri.

"Apa fokus kita mau penetrasi ke market mana, mana yang bisa kita ambil investasi FDI. Ini kenapa kita perlu sinergi dengan pemerintah."

"Kalau data yang kita dapat dan tidak diketahui dan pemerintah jalan satu arah ini tidak ada gunanya. Itu kenapa semua perlu diluruskan," kata Shinta.

Isu geopolitik mencuat setelah Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan kondisi politik negara lain yang tidak stabil dipicu akibat persoalan ekonomi. Pada kesempatan yang sama, Retno mengatakan, ada yang merupakan konflik lama dan konflik baru.

Sebagai contoh, Lebanon di mana ketidakstabilan di sana berujung pada pembatasan penarikan uang dan tutupnya layanan perbankan. Hong Kong yang sudah berjalan lima bulan berawal dari isu RUU Ekstradisi.

Konflik di Chile dipicu karena kenaikan 4% biaya transportasi publik. Bolivia dilanda konflik akibat Pemilu. Baru-baru ini, Iran bergejolak lantaran kenaikan 300% harga BBM.

"Dari negara-negara tersebut, kecuali Hong Kong dan Bolivia, faktor ekonomi yang menjadi pemicu discontent (ketidakpuasan)," kata Retno.

Mulai Sabtu, (10/8), Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Chile (Indonesia-Chile Comprehensive Economic Partnership Agreement/IC-CEPA) resmi berlaku efektif. Konsep perdagangan bebas komprehensif ini maka beberapa produk RI atau Chile sebaliknya bebas masuk tanpa tarif bea masuk impor ke masing-masing negara.



Sebanyak 7.669 pos tarif untuk produk Indonesia siap dihapuskan tarif bea masuknya oleh Chile, dimana 6.704 diantaranya langsung 0 persen mulai hari ini, sementara 965 pos tarif sisanya akan dihapus secara bertahap hingga 6 tahun ke depan.

Saat ini, Indonesia tengah berupaya menyelesaikan sejumlah perjanjian dagang. Yang terdekat adalah Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) yang ditargetkan diratifikasi pada tahun ini. Lalu, perundingan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang sudah mencapai pernyataan bersama para pemimpin negara.


[Gambas:Video CNBC]


(hoi/hoi) Next Article Unjuk Rasa di Chile Semakin Meluas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular