Harga Rokok Naik 35% Bisa Turunkan Konsumsi? Ini Faktanya

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 September 2019 18:40
jika dilihat sejak tahun 2011, volume penjualan rokok malah mengalami peningkatan meski cukai dinaikkan.
Foto: Ilustrasi Produk Rokok (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 23% mulai 1 Januari 2020. Keputusan tersebut dikemukakan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, usai menggelar rapat secara tertutup di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (13/9/2019).

"Kami sudah sampaikan kepada Pak Presiden, dan mendapat pandangan dari Menko Perekonomian, Menko PMK, Menperin, Mentan, dan Pak Wapres, dan Menaker," kata Sri Mulyani.

"Kita semua akhirnya memutuskan untuk kenaikan cukai rokok ditetapkan sebesar 23%," tegas Sri Mulyani di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Dengan kenaikan ini, kata Sri Mulyani, harga jual eceran pun juga mengalami kenaikan menjadi 35%. Keputusan ini akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).



"Kita akan berlakukan sesuai dengan tadi keputusan Presiden 1 Januari 2020. Dengan demikian kita memulai persiapannya sehingga nanti pemesanan pita cukai bisa dilakukan dalam masa transisi ini," tegas Sri Mulyani.

Kenaikan cukai tembakau di tahun 2020 nanti merupakan yang terbesar dalam 10 tahun terakhir. Untuk diketahui, pada tahun lalu CHT tidak mengalami kenaikan, dan kenaikan terbesar sebelumnya terjadi pada tahun 2012, yakni sebesar 16%.

Menko Perekonomian Darmin Nasution buka suara terkait keputusan pemerintah menaikkan cukai rokok sebesar 23%. Alasan utama adalah, tahun sebelumnya tidak ada kenaikan cukai rokok.

"Tahun lalu tidak naik, sehingga ya naiknya wajar kalau lebih banyak, lebih besar," ungkap Darmin ketika ditemui di Jakarta Convention Center (JCC), Sabtu (14/9/2019), dalam acara Indotrans Ekspo 2019.

Selain itu Darmin juga menyebut ada tiga alasan alasan objektif di balik kenaikan cukai rokok. Pertama yakni pemerintah ingin menurunkan tingkat konsumsi rokok, yang kedua, kenaikan cukai rokok juga dinilai dapat meningkatkan penerimaan negara. Ketiga, yakni urusan kesempatan kerja.

Dilihat dari alasan obyektif pertama, secara ekonomi, jika harga mengalami peningkatan maka permintaan akan menurun.

Namun jika dilihat sejak tahun 2011, volume penjualan rokok malah mengalami peningkatan meski cukai dinaikkan.




Dalam sembilan tahun terakhir, konsumsi rokok tiap tahunnya hanya dua kali mengalami penurunan, yakni di tahun 2012 dan 2016. Saat itu harga cukai tembakau naik 16% dan 14%.

Saat tarif cukai naik signifikan pada 2012, yang mencapai 16%, volume penjualan rokok turun -5,6% menjadi 302,5 miliar batang dari sebelumnya 320,3 miliar batang.

Kemudian di tahun 2016, saat cukai naik 14% volume penjualan hanya turun 1,37% menjadi 316 miliar batang, dibandingkan tahun 2015 sebanyak 320,4 miliar batang.


Sementara di tahun-tahun lainnya, kenaikan cukai tidak berdampak pada penurunan volume penjualan. Secara rata-rata volume penjualan sembilan tahun terakhir naik. Bahkan saat cukai naik sebesar 11% dan 10% di tahun 2017 dan 2018, volume penjualan masih mampu mencatat kenaikan 3,96% dan 1,67%.

Jika melihat data tersebut kenaikan CHT sepertinya tidak terlalu berdampak pada volume penjualan. Tapi kenaikan 23%, terbesar dalam 10 tahun terakhir, seperti akan memberikan efek penurunan volume penjualan jika berkaca pada kenaikan di 2012.

TIM RISET CNBC INDONESIA 



(pap/pap) Next Article Tiba-Tiba Heboh Kemunculan Rokok Polos, Ada Apa Ya?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular