Bau Tak Sedap Subsidi Pupuk di Tangan BPK dan KPK

Hidayat Setiaji & Tirta Widi Gilang Citradi, CNBC Indonesia
09 September 2019 18:09
Perencanaan, Pelaksanaan, dan Pelaksanaan Bermasalah
Ilustrasi Lahan Pertanian (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Bahkan subsidi pupuk turut mengundang perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada 2017, komisi anti-rasywah membuat kajian khusus mengenai pos belanja yang satu ini.
 
Dalam Laporan Hasil Kajian Kebijakan Subsidi di Bidang Pertanian 2017, KPK memandang kebijakan subsidi untuk pertanian terutama pupuk masih belum efektif karena berbagai permasalahan yang ada. Belum efektifnya kebijakan subsidi pupuk menurut KPK datang dari berbagai tahap mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan.

Di level perencanaan, mekanisme perencanaan alokasi pupuk bersubsidi tidak mendukung implementasi kebijakan yang efektif dan efisien. Di level pelaksanaan, mekanisme penetapan Harga Pokok Penjualan (HPP) pupuk bersubsidi masih membuka celah transaksional dan belum efisien pada produsen.

Selain itu meningkatnya beban keuangan negara sebagai akibat tertundanya pembayaran subsidi pemerintah kepada produsen dalam hal ini PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) juga menjadi faktor lain penyebab belum efisiennya kebijakan subsidi pupuk ini. Sedangkan di level pengawasan, pemerintah masih belum optimal dalam mengawasi keberjalanan program subsidi pupuk.

Bagi Kementerian Pertanian, pola perencanaan yang berjalan tidak memberikan ruang untuk menyesuaikan antara usulan kebutuhan komoditas subsidi dengan alokasi riil anggaran subsidi yang diterimanya. Dalam Program Pupuk Bersubsidi, pasca keluarnya pagu definitif anggaran, Kementerian Pertanian menyerahkan detail pembagian alokasi komoditas subsidi kepada tingkat kabupaten/kota.

Sayangnya, penetapan alokasi pupuk di level kabupaten/kota tidak menjangkau sampai level kelompok tani/petani. Penetapan yang dilakukan oleh bupati/walikota hanya membagi pupuk sampai kedalaman kecamatan.

xKPK

Adanya jurang perencanaan dengan anggaran yang dilakukan memunculkan setidaknya ada empat masalah. Pertama, tanpa panduan yang tegas dan transparan ke publik, pengurus kelompok tani rentan memanipulasi penerimaan pupuk di tingkat petani. Kedua, adanya kesenjangan di tingkat usulan dan jatah alokasi acapkali menimbulkan persepsi kelangkaan.

Ketiga, ekspektasi berlebih dari kelompok tani kepada BUMN pelaksana Public Service Obligantion (PSO) sehingga distributor rentan menerima tuntutan untuk menyediakan alokasi pupuk melebihi pasokan riil yang diterima.

Keempat, terkait persoalan integritas data penyaluran pupuk bersubsidi di tingkat kelompok tani mengingat pemerintah pusat mengacu pada data produsen dan juga pemerintah daerah. Data keduanya seringkali menghasilkan informasi dengan peruntukan informasi yang relatif berbeda.

xKPK


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)

(aji/hoi)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular