
Menakar Ambisi PGN Kurangi Candu Elpiji di Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah ketergantungan terhadap impor bahan bakar gas berbasis minyak, yakni liquefied petroleum gas (LPG), PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) berupaya untuk beralih ke gas pipa. Seberapa optimistis.
Meski sudah tidak lagi bergantung pada bahan bakar minyak (BBM) untuk pembangkitan listrik dan minyak tanah untuk rumah tangga, Indonesia masih bisa dibilang tergantung pada produk lain BBM untuk kompor rumah tangga berupa elpiji.
Pada tahun 2018, Indonesia mengalokasikan subsidi energi senilai Rp 94,6 triliun dan realisasinya meningkat hingga menjadi Rp 153,5 triliun. Subsidi LPG menjadi penyumbang utamanya, dengan porsi sebesar 41,7% atau sekitar Rp 64 triliun. Subsidi listrik berada di posisi kedua Rp 56,5 triliun, diikuti subsidi solar Rp 33 triliun.
Menurut catatan Tim Riset CNBC Indonesia, angka subsidi LPG ini merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah sejak produk elpiji diluncurkan 11 tahun lalu, menggantikan kompor minyak tanah.
Angka tertinggi kedua pernah dicetak oleh RI pada 2014 lalu di Rp 48,97 triliun. Hal ini wajar saja terjadi, karena Pertamina setiap tahun mengimpor 5,5 juta ton LPG, setara dengan 70% kebutuhan nasional.
Dalam laporan keuangannya, perusahaan induk (holding) BUMN energi ini mencatat penjualan domestik LPG (dan petrokimia, pelumas dan lainnya) melesat 90% menjadi US$ 8,2 miliar. Sebaliknya penjualan gas alam LNG justru anjlok 41,5% menjadi US$ 3,2 miliar.
Padahal, harga LNG dunia pada tahun lalu menguat dan sempat menyentuh level US$ 5 per mmbtu. Ini membuktikan bahwa perusahaan pelat merah penguasa energi nasional tersebut masih bergantung pada bisnis LPG, ketimbang LNG.
Realitas ini sebenarnya terhitung ironis, karena Indonesia adalah produsen terbesar ketujuh untuk gas bumi, hingga menjadi eksportir terbesar kelima dunia untuk produk LNG setelah Jepang, Korea Selatan, Taiwan, China, dan Amerika Serikat (AS).
Dengan meningginya beban impor BBM untuk LPG, pemerintah akhirnya sadar memanfaatkan kekayaan alam yang ada, yakni gas bumi. Untuk itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membidik pembangunan jaringan gas (jargas) sebanyak 293.533 Sambungan Rumah Tangga (SR) di 53 kota/kabupaten pada 2020, dengan usulan anggaran Rp 3,52 triliun.
"Usulan ini naik 4 kali lipat dari pagu jargas tahun 2019 ini yang hanya sebesar Rp 799,96 miliar. Dengan tambahan ini, total lebih dari 690 ribu rumah [697.601 SR] akan teraliri jargas di 2020," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi melalui keterangan resminya, Senin (24/6/2019).
NEXT
Untuk memperluas layanannya, PGN tengah menyelesaikan proyek pemipaan strategis di Pertagas 3 yakni proyek Gresik-Semarang (sepanjang 267 km), Grissik-Pusri (176 km), dan Duri-Dumai. Jika ketiganya tuntas, maka akan ada tambahan pendapatan US$25 juta (Rp 36,6 miliar).
Namun, kemajuan tersebut tentu saja masih jauh dari target nasional seperti yang tertuang di RUEN. Besarnya kebutuhan dana untuk pembangunan infrastruktur gas juga mau tidak mau berujung pada perlunya dukungan dari pemerintah berupa pengalihan insentif yang selama ini dinikmati oleh gas elpiji.
Opsi kenaikan harga LPG secara bertahap perlu diberlakukan dan mengalihkan alokasi dana subsidi tersebut ke jargas. Dengan asumsi subsidi LPG tahun lalu sebesar Rp 64 triliun, pemerintah bisa mengalokasikan minimal Rp 3,5 triliun untuk mendongkrak pembangunan jargas.
Pada 2020, PGN berencana membangun tambahan 293.533 Sambungan Rumah Tangga (SR) di 53 kota/kabupaten dengan dengan usulan anggaran sebesar Rp 3,52 triliun. Sampai dengan 2018, jumlah pembangunan jaringan gas kota mencapai 463.619 rumah tangga.
![]() |
Dengan estimasi kasar ada kenaikan dua kali lipat dari anggaran tersebut, yakni menjadi Rp 7 triliun (tambahan Rp 3,5 triliun yang dialihkan dari subsidi LPG), maka akan ada percepatan pembangunan jargas, yang secara otomatis mengurangi konsumsi LPG impor.
Hitungan matematis mudah, tetapi hitungan politik tentu sulit. Karena itu, perlu kemauan politik yang kuat, terutama ketika Presiden Jokowi sudah "tidak ada beban" setelah memenangkan pilpres putaran kedua.
Jadi tunggu apa lagi, Pak Jokowi! Saatnya jor-joran membangun jargas, dan membuang candu elpiji.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags) Next Article Terungkap, Ini Alasan ESDM Cabut Subsidi Tabung LPG 3 KG!