Benarkah Neraca Migas Bikin CAD Bengkak? Nanti Dulu...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 August 2019 11:08
Salahnya Neraca Migas?
Ilustrasi Pengeboran Minyak (CNBC Indonesia/Aristya Rahadian Krisabella)
Sektor energi kerap kali menjadi kambing hitam defisit transaksi berjalan. Maklum, neraca migas memang terus-menerus defisit sehingga dituding menjadi beban bagi transaksi berjalan.



Eits, nanti dulu. Walau nominalnya besar, tetapi pertumbuhan impor migas terus melambat. Artinya, ada tren impor migas terus menurun.

Melihat tren impor sejak 2017, migas dan non-migas sama-sama turun. Namun penurunan impor migas lebih curam, lebih drastis.

xBadan Pusat Statistik

Dari sembilan barang migas dengan nilai impor terbesar, nyaris seluruhnya mengalami penurunan pada Januari-Mei 2019 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Impor migas Indonesia semakin berkurang, kedaulatan energi berjalan di trek yang benar. 



Tidak hanya itu, sektor migas juga perlahan-lahan tidak lagi menjadi beban bagi transaksi berjalan dan nilai tukar rupiah. Setidaknya ada tiga kebijakan yang mendukung hal tersebut.

Pertama adalah pencampuran 30% bahan bakar nabati sebagai campuran diesel alias B-30. Bahan bakar nabati, yang sumbernya dari minyak sawit mentah (CPO), adalah salah satu komoditas andalan Indonesia.

Data Kementerian Pertanian menyebutkan produksi CPO Indonesia pada 2017 adalah 35,36 juta ton. Naik 6,41% dibandingkan tahun sebelumnya.

 

Kebijakan kedua adalah Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 42/2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi Untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri. Regulasi itu mengatur minyak bumi hasil produksi kontraktor kini dijual ke domestik, tidak lagi diekspor seluruhnya.

Berikut adalah potensi hasil minyak dari kontraktor yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan domestik, mengacu data semester I-2018:
  • Chevron Pacific Indonesia: 92.000 barel/hari.
  • ExxonMobil Indonesia: 30.000 barel/hari.
  • Petronas Carigali: 13.400 barel/hari.
  • CNOOC: 13.000 barel/hari.
  • Medco E&P Indonesia: 11.000 barel/hari.
  • Chevron Indonesia Company (CICO): 7.000 barel/hari. 

Ketiga, Indonesia juga terus meningkatkan penggunaan potensi gas alam. Sejak 2013, penggunaan gas untuk domestik lebih tinggi ketimbang ekspor.

xSKK Migas

Salah satu contoh nyata penggunaan gas di dalam negeri yang meningkat pembangunan 10.000 km jaringan gas dan 3.838 km jaringan gas untuk rumah tangga. Ini cukup efektif mengurangi impor Liquefied Petroleum Gas (LPG).

Pada Januari-Mei 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor LPG (yang dikenal sebagai propana dan butana cair) sebesar US$ 1,1 miliar. Turun 2,43% dibandingkan periode yang sama pada 2018 yang sebesar US$ 1,13 miliar.

Sekarang tinggal bagaimana memanfaatkan gas alam Indonesia yang melimpah dengan mempercepat pembangunan infrastruktur terkait. Jika infrastruktur gas semakin memadai, maka impor LPG akan terus turun dan tentu meringankan beban transaksi berjalan.

Untuk mendukung pembangunan infrastruktur gas, pemerintah melalui Kementerian ESDM juga telah berkomitmen dalam menjaga pengembangan infrastruktur melalui Peraturan Menteri ESDM No 4/2018. Permen ini mengatur pengusahaan gas bumi pada kegiatan usaha hilir migas.

Salah satu ketentuan utama yang diatur dalam beleid tersebut adalah kewajiban bagi badan usaha untuk mengembangkan infrastruktur dalam wilayah pengelolaannya dan untuk menjamin pengembalian investasi diberikan juga eksklusivitas wilayah untuk berniaga. Selain itu juga ada kewajiban bagi badan usaha untuk melayani semua segmen konsumen termasuk rumah tangga dan transportasi jalan (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas/SPBG).

Dalam Public Expose di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 26 Juli 2019 lalu, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dalam paparannya juga menyampaikan bahwa mereka menganggarkan belanja modal US$ 705 juta pada 2020, naik 41% dibandingkan 2019. Porsi penggunaan belanja modal ini adalah 52% untuk pembangunan infrastruktur dan pengembangan hilir, 32% untuk Saka Energi, 11-12% untuk kebutuhan di mid-stream LNG, serta 6% untuk fungsi pendukung. Belum termasuk pemain hilir gas bumi yang lain.

Apabila tren positif di sektor migas terus berlanjut, maka akan semakin sulit menjadikan impor migas sebagai kambing hitam defisit transaksi berjalan yang membengkak. Semoga terus berlanjut.

(BERLANJUT KE HALAMAN 3)

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular