Ekonomi Vietnam Terbaik di ASEAN 6, RI Nomor Berapa?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 August 2019 15:36
Ekonomi Vietnam Terbaik di ASEAN 6, RI Nomor Berapa?
Ilustrasi Aktivitas di Pelabuhan (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Perlambatan ekonomi sudah melanda Asia Tenggara. Teranyar, Thailand merilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2019 yang mengecewakan. 

National Economic and Social Development Council (NESDC) hari ini, Senin (19/8/2019), mengumumkan ekonomi Thailand pada kuartal II-2019 tumbuh 2,3% year-on-year (YoY). Ini adalah laju pertumbuhan terlemah sejak kuartal III-2014. 



Data di Thailand melengkapi aura gloomy di Asia Tenggara. Dari negara-negara ASEAN 6 (Indonesia, Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina, Vietnam), seluruhnya melaporkan perlambatan ekonomi. 

Dengan pertumbuhan 2,3%, maka ekonomi Thailand tumbuh 2,6% pada semester I-2019. Melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 3,95%. 

Bagaimana dengan Indonesia? Sama saja.  

Pada semester I-2019, ekonomi Tanah Air tumbuh 5,06% (peringkat ketiga di Asia Tenggara). Pada semester I-2018, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,22%. 

Baca: 'Ekonomi RI Cukup Berat, Bahkan Berat Sekali!'

Vietnam menjadi negara ASEAN 6 dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi. Pada semester I-2019, ekonomi Negeri Paman Ho tumbuh 6,76%. Namun pencapaian yang cukup impresif itu pun melambat dibandingkan semester I-2019 yang mencapai 7,08%.
 

Filipina menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi terbaik kedua di antara ASEAN 6, dengan catatan 5,5% pada semester I-2019. Walau lumayan bagus, tetapi juga melambat karena pada periode yang sama tahun lalu mampu mencapai 6,5%. 

Kemudian Malaysia menduduki peringkat keempat negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi pada semester I-2019, yaitu 4,7%. Lagi-lagi melambat dibandingkan semester I-2018 yang sebesar 4,95%. 

Terakhir Singapura, yang berada di posisi juru kunci dengan laju pertumbuhan 0,6% pada semester I-2019. Jauh melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 4,2%. 

 

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Apa yang membuat perlambatan ekonomi menyerang seluruh negara utama Asia Tenggara? Ekspor. 

Ya, ekspor menjadi 'benalu' yang membuat pertumbuhan ekonomi melambat drastis. Meski konsumsi rumah tangga masih tumbuh, tetapi ekspor bukannya berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tetapi malah menjadi pengurang. 

Pada kuartal II-2019, ekspor Indonesia terkontraksi alias negatif 1,81%. Di Singapura, kontraksi ekspor mencapai minus 14,6%. 

Lemahnya sektor perdagangan adalah masalah dunia, seluruh negara mengalaminya. Bank Dunia memperkirakan arus perdagangan dunia tahun ini hanya tumbuh 2,6%, laju terlemah sejak krisis keuangan global. 

Saking lemahnya arus perdagangan global, sampai-sampai muncul persepsi bahwa dunia di ambang resesi. Definisi resesi adalah kontraksi ekonomi dua kuartal berturut-turut pada tahun yang sama. 

Baca: Resesi, Resesi, dan Resesi

Mungkin dalam waktu dekat resesi masih belum terjadi, ekonomi global masih tumbuh. Bank Dunia memperkirakan ekonomi dunia tumbuh 2,6% tahun ini, sementara Dana Moneter Internasional (IMF) punya proyeksi sedikit lebih optimistis yaitu 3,3%. 

Akan tetapi, ada risiko besar yang jika tidak ditangani bisa benar-benar menjerumuskan dunia ke jurang resesi. Sebab, risiko itu bakal membuat arus perdagangan dan investasi global semakin terjerembab. 

Perang dagang Amerika Serikat (AS) vs China. Ya, itulah si risiko yang bisa membuat dunia jatuh ke resesi. Sudah lebih dari setahun Washington dan Beijing terlibat perang urat syaraf di bidang perdagangan. Keduanya saling memproteksi pasar masing-masing dengan pengenaan bea masuk. 

Atas nama melindungi ekonomi, industri, dan lapangan kerja domestik, Presiden AS Donald Trump sejak tahun lalu mengobarkan perang dagang melawan China. Berbagai produk China dibikin sulit menginjak tanah Negeri Adidaya. Sejauh ini, AS sudah memberlakukan bea masuk terhadap US$ 250 miliar produk made in China. 

Diperlakukan begitu rupa, China tentu tidak terima. Negeri Tirai Bambu balas mengenakan bea masuk untuk impor produk-produk made in the USA. Total ada US$ 110 miliar importasi produk AS yang sudah dibebani bea masuk. 

Lho, yang berperang kan AS dan China? Kenapa negara-negara seperti Singapura, Filipina, sampai Indonesia kena getahnya? 

AS dan China adalah perekonomian terbesar di dunia. Kala keduanya itu saling hambat, maka industri dalam negeri mereka akan kesulitan mendatangkan bahan baku dan barang modal. Produksi akan melambat karena lemahnya ekspor. 

Kalau dunia usaha di China dan AS menahan diri, mengurangi produksi, tentunya pengadaan bahan baku dan barang modal akan ikut dikurangi. Nah, yang menyediakan bahan baku dan barang modal untuk industri di China dan AS itu adalah negara-negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia. 

Itulah yang disebut dengan rantai pasok. Perang dagang AS-China akan merusak rantai pasok global dan menghambat pertumbuhan ekonomi dunia. 

Baca: Resesi dan Kebangkitan Proteksionisme dari Alam Kubur

Dalam waktu dekat mungkin yang terjadi 'cuma' perlambatan ekonomi. Namun kalau AS-China tidak kunjung damai, bahkan perang dagang semakin parah, maka rantai pasok tadi akan semakin hancur. Resesi bukan sesuatu yang mustahil.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular