
Rupiah Loyo di Kurs Tengah BI, Terlemah Asia di Pasar Spot
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 August 2019 10:35

Padahal beban rupiah sudah berat karena sentimen eksternal yang tidak mendukung. Hari ini, sentimen ancaman resesi menghantui pikiran pelaku pasar setelah serangkaian data ekonomi yang mengecewakan.
Kemarin, produksi industri China periode Juli tercatat tumbuh 4,8% YoY. Jauh melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 6,3% dan merupakan laju terlemah sejak Februari 2002.
Sementara penjualan ritel di Negeri Tirai Bambu pada Juli tumbuh 7,6% YoY, melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang naik 9,8% YoY. Kemudian penjualan mobil di China pada Juli turun 2,6% YoY, padahal bulan sebelumnya melonjak 17,2% YoY.
Beralih ke Jerman, pertumbuhan ekonomi Negeri Panser pada kuartal II-2019 adalah 0,4% YoY. Melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 0,9% YoY.
Jerman adalah perekonomian terbesar di Eropa, perlambatan ekonomi di sana akan mempengaruhi satu benua. Benar saja, pada kuartal II-2019 ekonomi Zona Euro tumbuh 1,1% YoY, melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 1,2% YoY.
Isu resesi menebal kala imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS mengalami inversi, yield jangka pendek lebih tinggi dari jangka panjang. Inversi berarti yield obligasi jangka pendek lebih tinggi ketimbang jangka panjang. Investor meminta jaminan lebih untuk instrumen jangka pendek karena merasa ada risiko besar di depan mata.
Jadi, jangan berharap banyak pasar keuangan Indonesia bakal kedatangan arus modal yang deras hari ini. Akibatnya, sangat sulit bagi rupiah untuk kembali menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Kemarin, produksi industri China periode Juli tercatat tumbuh 4,8% YoY. Jauh melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 6,3% dan merupakan laju terlemah sejak Februari 2002.
Sementara penjualan ritel di Negeri Tirai Bambu pada Juli tumbuh 7,6% YoY, melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang naik 9,8% YoY. Kemudian penjualan mobil di China pada Juli turun 2,6% YoY, padahal bulan sebelumnya melonjak 17,2% YoY.
Jerman adalah perekonomian terbesar di Eropa, perlambatan ekonomi di sana akan mempengaruhi satu benua. Benar saja, pada kuartal II-2019 ekonomi Zona Euro tumbuh 1,1% YoY, melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 1,2% YoY.
Isu resesi menebal kala imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS mengalami inversi, yield jangka pendek lebih tinggi dari jangka panjang. Inversi berarti yield obligasi jangka pendek lebih tinggi ketimbang jangka panjang. Investor meminta jaminan lebih untuk instrumen jangka pendek karena merasa ada risiko besar di depan mata.
Jadi, jangan berharap banyak pasar keuangan Indonesia bakal kedatangan arus modal yang deras hari ini. Akibatnya, sangat sulit bagi rupiah untuk kembali menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular