
Rupiah Loyo di Kurs Tengah BI, Terlemah Asia di Pasar Spot
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 August 2019 10:35

Faktor domestik membuat beban rupiah semakin berat sehingga menjadi penghuni dasar klasemen mata uang utama Asia. Investor tengah menantikan rilis data perdagangan yang rencananya keluar pada pukul 11:00 WIB.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor pada Juli terkontraksi alias turun 11,59% year-on-year (YoY) dan impor negatif 19,38% YoY. Sementara neraca perdagangan diperkirakan defisit US$ 384,5 juta.
Defisit neraca perdagangan kali terakhir terjadi pada April, bahkan kala itu sangat dalam mencapai US$ 2,29 miliar. Kemudian pada Mei, neraca perdagangan mampu berbalik surplus US$ 210 juta dan sebulan kemudian kembali surplus US$ 200 juta.
Jika neraca perdagangan Juli benar-benar defisit, maka akan menjadi beban dalam mengarungi perekonomian kuartal III. Kalau sepanjang kuartal III neraca perdagangan terus-terusan tekor, maka defisit transaksi berjalan bakal semakin dalam dan menyulitkan Bank Indonesia (BI) untuk melakukan penurunan suku bunga acuan.
Penurunan suku bunga adalah salah satu 'obat kuat' bagi perekonomian nasional. Ekspor tidak bisa diandalkan karena dampak perang dagang AS-China yang merusak rantai pasok global. Belum lagi ada ancaman resesi yang tentu akan menurunkan permintaan.
Oleh karena itu, satu-satunya harapan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi domestik. Caranya adalah melalui penurunan suku bunga acuan yang diharapkan mampu menekan suku bunga kredit perbankan sehingga ada ruang untuk ekspansi ekonomi.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor pada Juli terkontraksi alias turun 11,59% year-on-year (YoY) dan impor negatif 19,38% YoY. Sementara neraca perdagangan diperkirakan defisit US$ 384,5 juta.
Defisit neraca perdagangan kali terakhir terjadi pada April, bahkan kala itu sangat dalam mencapai US$ 2,29 miliar. Kemudian pada Mei, neraca perdagangan mampu berbalik surplus US$ 210 juta dan sebulan kemudian kembali surplus US$ 200 juta.
Jika neraca perdagangan Juli benar-benar defisit, maka akan menjadi beban dalam mengarungi perekonomian kuartal III. Kalau sepanjang kuartal III neraca perdagangan terus-terusan tekor, maka defisit transaksi berjalan bakal semakin dalam dan menyulitkan Bank Indonesia (BI) untuk melakukan penurunan suku bunga acuan.
Penurunan suku bunga adalah salah satu 'obat kuat' bagi perekonomian nasional. Ekspor tidak bisa diandalkan karena dampak perang dagang AS-China yang merusak rantai pasok global. Belum lagi ada ancaman resesi yang tentu akan menurunkan permintaan.
Oleh karena itu, satu-satunya harapan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi domestik. Caranya adalah melalui penurunan suku bunga acuan yang diharapkan mampu menekan suku bunga kredit perbankan sehingga ada ruang untuk ekspansi ekonomi.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Next Page
Ancaman Resesi Kian Serius
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular