
Kata Rizal Ramli Ekonomi RI 'Nyungsep', Cek Faktanya Nih!
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
13 August 2019 12:44

Ditinjau dari perdagangan internasional (ekspor-impor) kinerja Indonesia juga tidak bisa dibilang bagus.
Badan Pusat Statistik mencatat nilai ekspor sepanjang semester I-2019 hanya sebesar US$ 80,32 miliar atau turun 8,57% dibanding semester I-2018. Bahkan sudah delapan bulan berturut-turut nilai ekspor Indonesia terkontraksi secara tahunan. Teranyar pada Juni 2019, nilai ekspor Indonesia turun 8,98% YoY.
Sejauh ini, alasan perlambatan ekonomi global selalu dikaitkan dengan kinerja ekspor yang buruk.
Memang harus diakui bahwa faktor eksternal punya pengaruh terhadap perdagangan internasional. Perang dagang Amerika Serikat (AS)-China yang telah berkecamuk sejak 2018 pun turut berperan dalam menekan kinerja ekspor Tanah Air.
Akan tetapi pada kenyataannya, kinerja ekspor Indonesia merupakan yang paling buruk dibanding beberapa negara ASEAN seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Bahkan Vietnam masih bisa mencatat pertumbuhan ekspor yang gemilang meski sama-sama terdampak perlambatan ekonomi global.
Buruknya kinerja ekspor Indonesia punya kaitan yang erat dengan gairah industri manufaktur.
Coba saja tengok komoditas ekspor andalan RI. BPS mencatat dua komoditas ekspor utama Indonesia adalah golongan barang HS 27 (Bahan Bakar Mineral) dan HS 15 (Lemak dan Minyak Hewan/Nabati).
Perlu diketahui bahwa sebagian besar barang HS 27 Indonesia adalah batu bara, sementara HS 15 adalah minyak kelapa sawit. Bila ditotal, nilai ekspor kedua barang tersebut mencapai US$ 44 miliar atau hampir 30% dari total ekspor di tahun 2018.
Sementara berdasarkan data dari International Trade Centre (ITC), dua komoditas ekspor utama Vietnam adalah golongan barang HS 85 (Mesin/Peralatan Listrik) dan HS 64 (Alas Kaki).
Bahkan nilai ekspor Vietnam untuk golongan HS 85, yang notabene merupakan mesin-mesin yang memiliki nilai tambah cukup tinggi, mencapai US$ 117,2 miliar atau 40% dari total ekspor di tahun 2018.
Dari perbandingan-perbandingan tersebut bisa dilihat bahwa kinerja ekspor negara yang memiliki kekuatan manufaktur yang mumpuni akan lebih tahan terhadap gejolak eksternal.
Dengan kondisi sedemikian rupa, maka tak heran apabila ke depannya kinerja ekspor Indonesia masih akan terus berada dalam tekanan.
Setidaknya hingga kinerja manufaktur dalam negeri dapat diperbaiki.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/dru)
Badan Pusat Statistik mencatat nilai ekspor sepanjang semester I-2019 hanya sebesar US$ 80,32 miliar atau turun 8,57% dibanding semester I-2018. Bahkan sudah delapan bulan berturut-turut nilai ekspor Indonesia terkontraksi secara tahunan. Teranyar pada Juni 2019, nilai ekspor Indonesia turun 8,98% YoY.
Sejauh ini, alasan perlambatan ekonomi global selalu dikaitkan dengan kinerja ekspor yang buruk.
Memang harus diakui bahwa faktor eksternal punya pengaruh terhadap perdagangan internasional. Perang dagang Amerika Serikat (AS)-China yang telah berkecamuk sejak 2018 pun turut berperan dalam menekan kinerja ekspor Tanah Air.
Akan tetapi pada kenyataannya, kinerja ekspor Indonesia merupakan yang paling buruk dibanding beberapa negara ASEAN seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Bahkan Vietnam masih bisa mencatat pertumbuhan ekspor yang gemilang meski sama-sama terdampak perlambatan ekonomi global.
Buruknya kinerja ekspor Indonesia punya kaitan yang erat dengan gairah industri manufaktur.
Coba saja tengok komoditas ekspor andalan RI. BPS mencatat dua komoditas ekspor utama Indonesia adalah golongan barang HS 27 (Bahan Bakar Mineral) dan HS 15 (Lemak dan Minyak Hewan/Nabati).
Perlu diketahui bahwa sebagian besar barang HS 27 Indonesia adalah batu bara, sementara HS 15 adalah minyak kelapa sawit. Bila ditotal, nilai ekspor kedua barang tersebut mencapai US$ 44 miliar atau hampir 30% dari total ekspor di tahun 2018.
Sementara berdasarkan data dari International Trade Centre (ITC), dua komoditas ekspor utama Vietnam adalah golongan barang HS 85 (Mesin/Peralatan Listrik) dan HS 64 (Alas Kaki).
Bahkan nilai ekspor Vietnam untuk golongan HS 85, yang notabene merupakan mesin-mesin yang memiliki nilai tambah cukup tinggi, mencapai US$ 117,2 miliar atau 40% dari total ekspor di tahun 2018.
Dari perbandingan-perbandingan tersebut bisa dilihat bahwa kinerja ekspor negara yang memiliki kekuatan manufaktur yang mumpuni akan lebih tahan terhadap gejolak eksternal.
Dengan kondisi sedemikian rupa, maka tak heran apabila ke depannya kinerja ekspor Indonesia masih akan terus berada dalam tekanan.
Setidaknya hingga kinerja manufaktur dalam negeri dapat diperbaiki.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/dru)
Pages
Most Popular