
Janji Ambil Keputusan 'Gila', Apa yang Dibidik Jokowi?
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
20 June 2019 12:59

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak bosan-bosan meluapkan kekesalannya terhadap masalah defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).
Masalah CAD kembali menjadi topik utama dalam pembahasan rapat terbatas dengan menteri Kabinet Kerja. Jokowi menyoroti bagaimana loyonya kinerja ekspor dan investasi yang menjadi penyebab bengkaknya CAD tak kunjung beres.
"Kembali lagi urusan investasi, ekspor, perpajakan, hari ini kita rataskan lagi. Ini adalah ratas yang ke-6. Tolong digaris bawahi. Ini adalah ratas yang ke 6 terkait keinginan saya sejak awal untuk terobosan kebijakan di bidang investasi, ekspor, perpajakan," tegas Jokowi beberapa waktu lalu.
Transaksi berjalan merupakan satu dari komponen neraca pembayaran Indonesia (NPI). Transaksi berjalan menggambarkan aliran devisa dari ekspor dan impor barang dan jasa.
Komponen kedua dari NPI, yaitu transaksi modal dan finansial. Komponen ini dipengaruhi dari pasokan valuta asing dari investasi di sektor riil maupun pasar keuangan atau portofolio.
Apabila melihat kondisi perekonomian Indonesia, cukup wajar bila Jokowi menaruh perhatian lebih untuk memperbaiki kondisi transaksi berjalan. Terutama, jika melihat data-data indikator ekonomi domestik yang cukup memperihatinkan.
Salah satunya, adalah kinerja perdagangan barang luar negeri. Sepanjang tahun lalu, Indonesia mencatatkan rekor baru yakni defisit neraca dagang tahunan paling dalam sepanjang sejarah sebesar US$ 8,7 miliar.
Tak hanya itu, rekor baru kembali tercipta. Defisit neraca dagang bulanan pada tahun ini mencatatkan kinerja terparah sepanjang sejarah, tepatnya pada April 2019, di mana defisit neraca perdaganga mencapai US$ 2,5 miliar.
Kondisi ini disebabkan ketidakmampuan industri dalam negeri menggenjot kinerja ekspor. Apalagi, kedatangan investasi asing yang diharapkan dapat menjadi solusi menggenjot industri justru seret.
Portofolio investasi asing yang masuk ke Indonesia malah berada di sektor yang tidak berorientasi ekspor. Misalnya, utilitas seperti listrik, gas, dan sumber daya air, transportasi, pergudangan dan telekomunikasi, serta perumahan dan properti.
Alih-alih menggenjot ekspor, sektor-sektor tersebut malah akan menagih janji berupa dividen. Alhasil, makin banyak uang yang berhamburan ke luar negeri, dan sudah terasa di tahun ini.
Amarah Jokowi Soal CAD Bisa Picu Pergantian Menteri?
Ini bukan pertama kali Jokowi menaruh perhatian terhadap kondisi transaksi berjalan. Berdasarkan catatan CNBC Indonesia, sudah enam kali kepala negara menyinggung masalah ini di depan menteri Kabinet Kerja.
Dalam berbagai kesempatan, Jokowi memang berulang kali menegaskan bahwa sudah tak lagi memiliki beban. Bahkan, mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengaku tak segan akan mengeluarkan kebijakan gila jika itu untuk kepentingan nasional
"Saya dalam 5 tahun ke depan, Insya Allah sudah tidak memiliki beban apa-apa. Jadi, keputusan yang gila, keputusan yang miring-miring, itu penting untuk negara ini akan kita kerjakan," tegas Jokowi.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko saat berbincang dengan CNBC Indonesia beberapa waktu lalu pun menjelaskan alasan di balik pernyataan Jokowi mengenai keputusan gila tersebut.
"Maksudnya itu, Presiden selalu ingin keluar dari kondisi yang linier. Yang konvensional. Beliau gak suka begitu," kata Moeldoko.
Menurut Moeldoko, keputusan gila yang dimaksud Jokowi memiliki arti yang sangat luas. Apakah itu terkait dengan kebijakan, maupun keputusan politik di tubuh internal Kabinet Kerja.
"Bisa juga yang lain. Bukan hanya konteks ekonomi," jelasnya.
Direktur Risef CORE Indonesia Piter Abdullah tak memungkiri, diperlukan menteri yang memiliki karakter 'gila' untuk mengatasi masalah ekonomi Indonesia, terutama persoalan defisit transaksi berjalan.
"Saya berharap keputusan gila yang dimaksud pak Jokowi itu di bidang ekonomi. Yang kemudian diwujudkan dalam bentuk strategi gila, yang holistik dan benar-benar mengubah konstelasi ekonomi Indonesia," kata Piter.
"Dengan strategi gila, pak Jokowi bisa menentukan tim yang bisa di eksekusi yang punya karakter gila. Jadi, apa yang dimaksud pak Jokowi soal keputusan gila itu lebih bermakna," tegasnya.
(hoi/hoi) Next Article Jokowi : 'Hantu' CAD Pergi, Kita Merdeka!
Masalah CAD kembali menjadi topik utama dalam pembahasan rapat terbatas dengan menteri Kabinet Kerja. Jokowi menyoroti bagaimana loyonya kinerja ekspor dan investasi yang menjadi penyebab bengkaknya CAD tak kunjung beres.
"Kembali lagi urusan investasi, ekspor, perpajakan, hari ini kita rataskan lagi. Ini adalah ratas yang ke-6. Tolong digaris bawahi. Ini adalah ratas yang ke 6 terkait keinginan saya sejak awal untuk terobosan kebijakan di bidang investasi, ekspor, perpajakan," tegas Jokowi beberapa waktu lalu.
Transaksi berjalan merupakan satu dari komponen neraca pembayaran Indonesia (NPI). Transaksi berjalan menggambarkan aliran devisa dari ekspor dan impor barang dan jasa.
Komponen kedua dari NPI, yaitu transaksi modal dan finansial. Komponen ini dipengaruhi dari pasokan valuta asing dari investasi di sektor riil maupun pasar keuangan atau portofolio.
Apabila melihat kondisi perekonomian Indonesia, cukup wajar bila Jokowi menaruh perhatian lebih untuk memperbaiki kondisi transaksi berjalan. Terutama, jika melihat data-data indikator ekonomi domestik yang cukup memperihatinkan.
Salah satunya, adalah kinerja perdagangan barang luar negeri. Sepanjang tahun lalu, Indonesia mencatatkan rekor baru yakni defisit neraca dagang tahunan paling dalam sepanjang sejarah sebesar US$ 8,7 miliar.
Tak hanya itu, rekor baru kembali tercipta. Defisit neraca dagang bulanan pada tahun ini mencatatkan kinerja terparah sepanjang sejarah, tepatnya pada April 2019, di mana defisit neraca perdaganga mencapai US$ 2,5 miliar.
Kondisi ini disebabkan ketidakmampuan industri dalam negeri menggenjot kinerja ekspor. Apalagi, kedatangan investasi asing yang diharapkan dapat menjadi solusi menggenjot industri justru seret.
Portofolio investasi asing yang masuk ke Indonesia malah berada di sektor yang tidak berorientasi ekspor. Misalnya, utilitas seperti listrik, gas, dan sumber daya air, transportasi, pergudangan dan telekomunikasi, serta perumahan dan properti.
Alih-alih menggenjot ekspor, sektor-sektor tersebut malah akan menagih janji berupa dividen. Alhasil, makin banyak uang yang berhamburan ke luar negeri, dan sudah terasa di tahun ini.
Amarah Jokowi Soal CAD Bisa Picu Pergantian Menteri?
Ini bukan pertama kali Jokowi menaruh perhatian terhadap kondisi transaksi berjalan. Berdasarkan catatan CNBC Indonesia, sudah enam kali kepala negara menyinggung masalah ini di depan menteri Kabinet Kerja.
Dalam berbagai kesempatan, Jokowi memang berulang kali menegaskan bahwa sudah tak lagi memiliki beban. Bahkan, mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengaku tak segan akan mengeluarkan kebijakan gila jika itu untuk kepentingan nasional
"Saya dalam 5 tahun ke depan, Insya Allah sudah tidak memiliki beban apa-apa. Jadi, keputusan yang gila, keputusan yang miring-miring, itu penting untuk negara ini akan kita kerjakan," tegas Jokowi.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko saat berbincang dengan CNBC Indonesia beberapa waktu lalu pun menjelaskan alasan di balik pernyataan Jokowi mengenai keputusan gila tersebut.
"Maksudnya itu, Presiden selalu ingin keluar dari kondisi yang linier. Yang konvensional. Beliau gak suka begitu," kata Moeldoko.
Menurut Moeldoko, keputusan gila yang dimaksud Jokowi memiliki arti yang sangat luas. Apakah itu terkait dengan kebijakan, maupun keputusan politik di tubuh internal Kabinet Kerja.
"Bisa juga yang lain. Bukan hanya konteks ekonomi," jelasnya.
Direktur Risef CORE Indonesia Piter Abdullah tak memungkiri, diperlukan menteri yang memiliki karakter 'gila' untuk mengatasi masalah ekonomi Indonesia, terutama persoalan defisit transaksi berjalan.
"Saya berharap keputusan gila yang dimaksud pak Jokowi itu di bidang ekonomi. Yang kemudian diwujudkan dalam bentuk strategi gila, yang holistik dan benar-benar mengubah konstelasi ekonomi Indonesia," kata Piter.
"Dengan strategi gila, pak Jokowi bisa menentukan tim yang bisa di eksekusi yang punya karakter gila. Jadi, apa yang dimaksud pak Jokowi soal keputusan gila itu lebih bermakna," tegasnya.
(hoi/hoi) Next Article Jokowi : 'Hantu' CAD Pergi, Kita Merdeka!
Most Popular