Kata Rizal Ramli Ekonomi RI 'Nyungsep', Cek Faktanya Nih!

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
13 August 2019 12:44
Arus Devisa Semakin Mengkhawatirkan
Foto: Ekonom Rizal Ramli di acara Forum Tebet (Forte) (CNBC Indonesia/Iswari Anggit)
Akhir pekan lalu (9/8/2019), Bank Indonesia (BI) mengumumkan nilai defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) kuartal II-2019 mencapai US$ 8,44 miliar atau setara 3,04% PDB. Angka CAD tersebut lebih dalam dibanding kuartal II-2018 yang hanya US$ 7,9 miliar atau 3,01% PDB.

Transaksi berjalan sendiri merupakan rekaman arus devisa yang keluar masuk Indonesia melalui sektor riil. Devisa yang masuk dari sektor riil lebih bertahan lama, ketimbang yang masuk dari portofolio. Hal itu menyebabkan transaksi berjalan punya peran penting dalam stabilitas keuangan di Indonesia.

Sayangnya, pembengkakan CAD tersebut terjadi karena ada penurunan kinerja pada hampir semua pos transaksi di dalamnya, seperti transaksi barang, transaksi jasa, dan pendapatan primer.

Hanya post pendapatan sekunder saja yang bisa membukukan peningkatan kinerja.



Transaksi barang di kuartal II-2019 hanya mampu membukukan surplus yang minim, yaitu US$ 187 juta. Sangat jauh dibanding kuartal I-2019 yang mencapai US$ 1,18 miliar. Bahkan lebih rendah dibanding kuartal II-2018 yang masih bisa sebesar US$ 277 juta.

Sementara harapan lain, yaitu transaksi jasa juga mengalami penurunan kinerja.

Defisit transaksi jasa di kuartal II-2019 mencapai US$ 1,96 miliar yang mana lebih dalam dibanding kuartal II-2018 yang hanya US4 1,83 miliar.

Jasa perjalanan (pariwisata) yang digadang-gadang menjadi unggulan Indonesia pada kenyataannya juga mengalami penurunan kinerja. Di kuartal II-2019 surplus transaksi jasa pariwisata hanya US$ 80juta. Jauh lebih rendah dibanding kuartal II-2018 yang bisa menyentuh angka US$ 1,03 miliar.

Disamping itu semua, pendapatan primer merupakan yang paling buruk kinerjanya. Defisit pendapatan primer di kuartal II-2019 mencapai US$ 8,7 miliar, jauh lebih dalam dibanding tahun sebelumnya (kuartal II-2018 ) yang hanya US$ 8,02 miliar.
Hal itu terjadi karena ada kenaikan nominal pembayaran bunga utang luar negeri dan deviden atas investasi investor asing di Indonesia. Perlu diingat bahwa sebagian besar transaksi pada pendapatan primer adalah pembayaran deviden investasi dan bunga utang luar negeri.
Menurut catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), penanaman modal asing (PMA) masih mendominasi terhadap total investasi sektor riil di Indonesia. Dari total investasi sektor riil yang masuk sepanjang semester I-2019, 53% diantaranya datang dari investor asing, sementara investor domestik hanya 47%.
Maka wajar bila dari tahun ke tahun angka pembayaran deviden kepada investor asing meningkat. Sementara itu, pembayaran bunga utang juga akan semain meningkat kala jumlah utang luar negeri bertambah.
Jika di enam bulan terakhir tahun 2019 kinerja transaksi berjalan semakin buruk, maka sudah tentu CAD akan semakin melebar.

CAD yang melebar menandakan bahwa semakin banyak devisa yang tersedot ke luar negeri. Ibarat dompet, ya semakin tipis. Tanpa pasokan valas yang memadai, nilai tukar rupiah akan semakin mudah tertekan oleh mata uang negara lain. Itulah yang terjadi semenjak CAD muncul di akhir tahun 2011, dimana rupiah cenderung terus melemah hingga hari ini. BERLANJUT KE HALAMAN 3>>> (taa/dru)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular