
Industri Manufaktur Makin Kacau, Investasi Belum Nendang
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
07 August 2019 20:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai dampak investasi yang tumbuh pada kuartal II-2019 belum cukup ampuh menggairahkan sektor riil, apalagi dalam hal penambahan lapangan kerja. Di sektor manufaktur terjadi perlambatan pertumbuhan pada periode tersebut.
Peneliti Indef, Ahmad Heri Firdaus menilai, seharusnya investasi yang tumbuh secara linier akan berdampak pada sektor padat karya, namun kenyataan berbanding sebaliknya. Mengacu data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi pada triwulan II-2019 tumbuh 13,7% menjadi Rp 200,5 triliun dari Rp 176,3 triliun.
"Pengaruh investasi ke sektor riil belum nendang, dampak investasi ke pertumbuhan industri untuk menciptakan dan menyerap lapangan kerja belum mampu mendongkrak," kata Ahmad Heri, dalam acara diskusi bertajuk "Byar Pet Pertumbuhan Ekonomi: Respons Kinerja Ekonomi Kuartal II-2019 di Jakarta, Rabu (7/8/2019).
INDEF mencermati, kinerja invetasi jika dilihat dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) mengalami perlambatan dari 5,85% pada triwulan II-2018 menjadi hanya 5,01% saja di triwulan II-2019.
"PMTB kali ini lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,05%," kata Ahmad menambahkan.
Fenomena ini disebabkan karena terjadinya kontraksi pada investasi barang modal (primer) dan perdagangan (sekunder) ke sektor yang sifatnya jasa (tersier). Dengan demikian, ada indikasi, dampak investasi ke penambahan lapangan kerja dan penciptaan lapangan kerja kian menipis begitu juga dengan efektivitasnya terhadap pertumbuhan ekonomi.
Ia bilang terjadi pergeseran struktur investasi asing di Indonesia dari sekunder ke tersier. Tercatat, saat ini porsi penanaman modal asing (PMA) yang berada di sektor tersier seperti jasa keuangan mencapai 48,2%, selebihnya di sektor primer dan sekunder.
Menurut Heri sudah terlihat tahun lalu, di mana ketika realisasi investasi tumbuh 4,11%, kemampuan menyerap tenaga kerja malah turun 18,4%.
"Masuknya investasi terlihat belum sesuai dengan yang dibutuhkan Indonesia yang padat karya di sektor sekunder," katanya.
pertumbuhan ekonomi di sektor manufaktur pada kuartal II-2019 hanya sebesar 3,54% secara tahunan (year-on-year/YoY), berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).
Angka pertumbuhan tersebut melambat dari tahun sebelumnya (kuartal II-2018) yang sebesar 3,88%. Bahkan kali ini laju pertumbuhan ekonomi sektor manufaktur merupakan yang paling kecil sejak kuartal II-2017 atau dua tahun lalu.
porsi industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) semakin tergerus. Pada kuartal II-2019, nilainya tinggal sebesar 19.52%, yang mana paling rendah setidaknya sejak tahun 2014, yang pada 2014 sempat tercatat 21,26%
(hoi/hoi) Next Article Industri di Akhir Tahun Mulai Menggeliat, Tahun Depan Gimana?
Peneliti Indef, Ahmad Heri Firdaus menilai, seharusnya investasi yang tumbuh secara linier akan berdampak pada sektor padat karya, namun kenyataan berbanding sebaliknya. Mengacu data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi pada triwulan II-2019 tumbuh 13,7% menjadi Rp 200,5 triliun dari Rp 176,3 triliun.
"Pengaruh investasi ke sektor riil belum nendang, dampak investasi ke pertumbuhan industri untuk menciptakan dan menyerap lapangan kerja belum mampu mendongkrak," kata Ahmad Heri, dalam acara diskusi bertajuk "Byar Pet Pertumbuhan Ekonomi: Respons Kinerja Ekonomi Kuartal II-2019 di Jakarta, Rabu (7/8/2019).
INDEF mencermati, kinerja invetasi jika dilihat dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) mengalami perlambatan dari 5,85% pada triwulan II-2018 menjadi hanya 5,01% saja di triwulan II-2019.
"PMTB kali ini lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,05%," kata Ahmad menambahkan.
Fenomena ini disebabkan karena terjadinya kontraksi pada investasi barang modal (primer) dan perdagangan (sekunder) ke sektor yang sifatnya jasa (tersier). Dengan demikian, ada indikasi, dampak investasi ke penambahan lapangan kerja dan penciptaan lapangan kerja kian menipis begitu juga dengan efektivitasnya terhadap pertumbuhan ekonomi.
Ia bilang terjadi pergeseran struktur investasi asing di Indonesia dari sekunder ke tersier. Tercatat, saat ini porsi penanaman modal asing (PMA) yang berada di sektor tersier seperti jasa keuangan mencapai 48,2%, selebihnya di sektor primer dan sekunder.
Menurut Heri sudah terlihat tahun lalu, di mana ketika realisasi investasi tumbuh 4,11%, kemampuan menyerap tenaga kerja malah turun 18,4%.
"Masuknya investasi terlihat belum sesuai dengan yang dibutuhkan Indonesia yang padat karya di sektor sekunder," katanya.
pertumbuhan ekonomi di sektor manufaktur pada kuartal II-2019 hanya sebesar 3,54% secara tahunan (year-on-year/YoY), berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).
Angka pertumbuhan tersebut melambat dari tahun sebelumnya (kuartal II-2018) yang sebesar 3,88%. Bahkan kali ini laju pertumbuhan ekonomi sektor manufaktur merupakan yang paling kecil sejak kuartal II-2017 atau dua tahun lalu.
porsi industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) semakin tergerus. Pada kuartal II-2019, nilainya tinggal sebesar 19.52%, yang mana paling rendah setidaknya sejak tahun 2014, yang pada 2014 sempat tercatat 21,26%
(hoi/hoi) Next Article Industri di Akhir Tahun Mulai Menggeliat, Tahun Depan Gimana?
Most Popular