Gawat! Kali Pertama Ekspor Karet RI Anjlok Ratusan Ribu Ton

Efrem Siregar, CNBC Indonesia
25 July 2019 12:17
Gapkindo mengungkap ekspor karet Indonesa anjlok sampai ratusan ribu ton untuk kali pertama.
Foto: REUTERS/Andy Gao
Jakarta, CNBC Indonesia - Volume ekspor komoditas ekspor mengalami penurunan drastis selama semester I-2019. Pada periode itu ekspor karet anjlok hingga 200.000 ton.

"Ini kali pertama karet Indonesia mengalami penurunan ekspor dalam ratusan ribu ton," kata Ketua Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Moenardji Soedargo Rabu (24/7/2019).

Ia sebelumnya sempat menaruh heran karena periode tersebut bukanlah musim gugur daun yang semestinya tidak menyebabkan produksi karet menurun. Ditambah lagi kondisi pasar di mana saat pasokan karet berkurang, harga karet justru tidak mengalami kenaikan.



Usut punya usut, anjloknya produksi karet terjadi akibat serangan penyakit gugur daun atau Pestalotiopsis sp. pada pohon karet. Gejalanya diperkirakan muncul sejak 2017 silam dan terus meningkat pada 2019.

Pohon yang terkena penyakit ini akan mengalami gugur daun berulang dalam periode panjang bahkan di luar periode alami yang terjadi saat musim kemarau saja. Hal inilah yang berdampak pada penurunan produksi karet.

"Per 16 Juli 2019, sudah mencapai luasan 381,9 ribu hektar. Kalau ini dipersentasikan, jumlahnya sekitar 10-11% dari total 3,6 juta hektare lahan," ujar Dirjen Perkebunan Kementan, Kasdi Subagyono.

Luasan tersebut mencakup 6 provinsi, di antaranya Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur.

Kesimpulan ini muncul atas hasil penelitian yang dilaksanakan Kementerian Pertanian (Kementan) bersama PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN). Temuan ini kemudian menjadi bahan dalam rapat koordinasi yang dipimpin Menko Perekonomian Darmin Nasution, Rabu (24/7/2019).


Dirjen Perkebunan Kementan, Kasdi Subagyono menerangkan dalam kajiannya, tim peneliti sudah mengidentifikasi serangan gugur daun di provinsi-provinsi yang merupakan sentra perkebunan karet.

Penyakit gugur daun tidak hanya mendera Indonesia tetapi juga negara tetangga Malaysia, terutama bagian semenanjung Melaka. Eskalasinya diprediksi akan semakin luas di Indonesia. Kasdi menyebut Jambi mulai ikut terdampak.


Atas kejadian ini, pemerintah mengambil langkah pengendalian melalui dua cara. Pertama, melakukan fungisida berbahan aktif heksakonazol atau propikonazol. Lalu cara kedua dengan memberikan bantuan pupuk supaya daya tahan pohon terhadap penyakit meningkat.



Di sisi lain, kondisi ini membuat pemerintah tergugah melihat nasib para petani karet yang hidup dengan pendapatan kecil. Munculnya penyakit gugur daun berhubungan dengan ketidaksanggupan petani untuk membiayai perawatan pohon karet. Hal ini tidak dapat dianggap sebelah mata karena 90% perkebunan karet merupakan perkebunan rakyat.

"Hal penting salah satunya disebabkan oleh sudah sekian lama harga karet lemah. Petani tidak punya kemampuan memelihara kebun dengan baik, termasuk memberi pupuk. Pendapatannya tidak cukup untuk perawatan kebun," kata Kasdi.

Harga karet di tingkat internasional berada di US$1,4 per kg. Pemerintah pun berharap keadaan ini dapat segera membaik sehingga penurunan produksi karet diprediksi tidak mencapai 15% pada tahun ini.



Sementara itu, Moenardji menyebut kondisi yang terjadi pada karet saat ini menjadi pelajaran berharga bagi asosiasi dan pemerintah. Harga karet yang rendah ditambah potensi penurunan produksi karet di kisaran 15% bukanlah perkara mengenakan.

"Benang merahnya, moral story tepatnya, benar Gapkindo adalah bagian elemen supply chain, tetapi konsumen yang lebih menentukan harga dan pasar. Harga sudah turun terlalu lama. Petani semakin berat itu kenyataan," kata Moenardji.

Dia menilai, untuk mendapatkan karet yang berkelanjutan, ini merupakan tantangan kepada pemerintah dan pelajaran untuk asosiasi.

"Sustainable bukan hanya diucapkan saja. Para konsumer para penentu harga harus memperhatikan bahwa sustainable harus dibayar. Kalau tidak ongkosnya jauh lebih besar," tambah Moenardji.
(hoi/hoi) Next Article Ada Serangan Penyakit, Ekspor Karet RI Anjlok 200 Ribu Ton

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular