Duh, Karet RI Berlimpah Tapi Masih Sebatas Produksi Ban

S. Pablo I. Pareira, CNBC Indonesia
09 July 2019 15:55
Inovasi produk karet masih melulu pada industri ban, padahal ada industri lain yang bisa dikembangkan.
Foto: REUTERS/Giorgio Perottino
Jakarta, CNBC Indonesia - Pembatasan ekspor karet yang disepakati tiga negara anggota ITRC (International Tripartite Rubber Council) Thailand, Indonesia dan Malaysia melalui mekanisme Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) pada kenyataannya belum mampu menaikkan harga karet secara signifikan di pasar global.

Ketua Umum Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) Azis Pane mengatakan, industri domestik perlu menyerap karet alam semaksimal mungkin agar harganya bisa terdongkrak naik. Masalahnya, saat ini industri hilir karet dalam negeri masih minim inovasi di luar industri ban.

"Harus inovasi. Kita ini penghasil karet nomor dua dunia yang sangat berorientasi ekspor bahan baku. Kita tak pernah berpikir karet ini bisa dimanfaatkan sebanyak mungkin. Aspal saja bisa dari karet, kenapa nggak yang lain juga," kata Azis di kantor Kementerian Perindustrian, Selasa (9/7/2019).



Azis mendorong lebih banyak produk dalam negeri dari bahan baku karet, seperti sarung tangan (gloves) dan alat kelengkapan medis lainnya hingga lapangan sepakbola sintetis. Bahkan menurutnya, biji karet bisa digunakan sebagai bahan baku kosmetik dan daun karet sebagai substitusi kantong plastik.

"Jadi riset-riset di universitas kita harus lebih digalakkan. Kadin [Kamar Dagang dan Industri] bersama IPB sedang mengkaji penggunaan karet sebagai energi. Kami pun sedang mengkaji pendirian Institut Teknologi Karet," jelasnya.

Permintaan BanĀ Berlimpah

Azis menjelaskan, permintaan terhadap industri ban sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi dunia, karena umumnya digunakan oleh industri transportasi maupun logistik.

Saat pertumbuhan ekonomi global melambat akibat sentimen perang dagang, otomatis permintaan akan produk ban berkurang dan berdampak terhadap permintaan ekspor crumb rubber yang menurun.




"Makanya saya minta kembangkan, jangan ban melulu. Dunia lagi kacau bagaimana mau ekspor. Lihat saja Bridgestone dan Gajah Tunggal. Kita harus cari produk-produk lain seperti vulkanisir ban. Industri ini saja baru berkembang 3-4 tahun terakhir, baru 2019 ini disentuh pemerintah," jelas dia.

Produksi karet alam Indonesia mencapai 3,7 juta ton per tahun, namun konsumsi dalam negerinya baru berkisar 620 ribu ton per tahun. Adapun sepanjang tahun lalu industri karet dan plastik tumbuh 6,92%, dengan total nilai PDB dari kedua industri ini sebesar Rp 92,66 triliun. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan 2,47% di tahun 2017.


(hoi/hoi) Next Article Kabar Baik Buat Bisnis Karet! Pabrik Ban Pesawat Sampai Jalan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular