
Ada Serangan Penyakit, Ekspor Karet RI Anjlok 200 Ribu Ton
Yanurisa Ananta, CNBC Indonesia
24 July 2019 15:38

Jakarta, CNBC Indonesia - Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) mengeluhkan adanya penurunan volume ekspor komoditas karet periode Januari-Juni 2019. Ketua Umum Gapkindo Munarji Sudargo mengatakan ada penurunan ekspor hingga 200 ribu ton pada periode tersebut.
"Ekspor kita Januari sampai Juni kita turun 200 ribu ton," kata Munarji usai rapat koordinasi (rakor) terkait karet di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Rabu (24/7/2019).
Kondisi komoditas karet, kata Munarji, saat ini tengah kekurangan pasokan barang. Meski penurunan pasokan juga pernah dirasakan tahun lalu, penurunan tahun ini dirasa lebih besar.
Pada tahun lalu, penurunan dirasa bukan sesuatu yang abnormal. Penurunan di tahun lalu, kata Munarji, lebih bersifat seasonal. Baru tahun ini penurunan dirasa luar biasa.
"Tahun ini berasa, loh kok belum musim-musimnya gugur daun kenapa kok sudah turun [produksinya]. Pendapatannya kok kurang," ujarnya.
Anomali lainnya yang dirasakan pengusaha ialah tidak terjadinya kenaikan harga pada komoditas karet saat ini meski pasokan karet berkurang. Para pengusaha, kata Munarji, mempertanyakan kondisi pasar saat ini.
"Aneh ya, tidak ada barang, harga tidak naik. Market ini kenapa sih? Thailand juga ekspornya Januari-Mei Turun. Market tertekan, jadi adalah anomali apa di pasar internasional?" jelasnya.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Kasdi Subagyono mengatakan produksi komoditas karet diprediksi menurun sebesar 15% di tahun ini. Penurunan ini disebabkan cendawan Pestalotiopsis menyerang perkebunan karet seluas total 381,9 ribu hektar (ha) menurut data hingga 16 Juli 2019.
"Prediksinya kemungkinan [produksi] turun. Tadi diprediksi secara nasional kurang lebih 15% dari [produksi] 2018 yang sebesar 3,7 juta ton," kata Kasdi.
Gede Wibawa, Direktur PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN) menjabarkan secara teknis, jamur ini menyerang daun karet. Normalnya, pada musim kemarau daun karet gugur. Akibat serangan jamur ini gugur daun bisa 2-3 kali dalam setahun.
"Karet itu normalnya sekali saja di musim kering. Tapi karena ada serangan penyakit itu dia gugurnya bisa lebih dari dua kali. Oleh karena gugur daunnya lebih dari dua kali, produksi pasti terdampak," jelasnya.
Serangan jamur Pestalotiopsis menyerang perkebunan karet pada periode Januari-Maret, terutama di Sumatera Selatan. Pemerintah akan melakukan upaya pengendalian berupa penyemprotan bahan aktif hexaconazol pada daun dan sela-sela tanaman.
Serangan penyakit jamur menyerang 6 lokasi perkebunan karet meliputi Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.
Diprediksi lokasi lain juga turut terserang jamur yang sama. Lokasi tersebut diantaranya Jambi, Lampung, dan Sumatera Barat.
(hoi/hoi) Next Article Penyakit yang Bikin Ekspor Karet Anjlok Sudah Mengkhawatirkan
"Ekspor kita Januari sampai Juni kita turun 200 ribu ton," kata Munarji usai rapat koordinasi (rakor) terkait karet di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Rabu (24/7/2019).
Kondisi komoditas karet, kata Munarji, saat ini tengah kekurangan pasokan barang. Meski penurunan pasokan juga pernah dirasakan tahun lalu, penurunan tahun ini dirasa lebih besar.
Pada tahun lalu, penurunan dirasa bukan sesuatu yang abnormal. Penurunan di tahun lalu, kata Munarji, lebih bersifat seasonal. Baru tahun ini penurunan dirasa luar biasa.
"Tahun ini berasa, loh kok belum musim-musimnya gugur daun kenapa kok sudah turun [produksinya]. Pendapatannya kok kurang," ujarnya.
Anomali lainnya yang dirasakan pengusaha ialah tidak terjadinya kenaikan harga pada komoditas karet saat ini meski pasokan karet berkurang. Para pengusaha, kata Munarji, mempertanyakan kondisi pasar saat ini.
"Aneh ya, tidak ada barang, harga tidak naik. Market ini kenapa sih? Thailand juga ekspornya Januari-Mei Turun. Market tertekan, jadi adalah anomali apa di pasar internasional?" jelasnya.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Kasdi Subagyono mengatakan produksi komoditas karet diprediksi menurun sebesar 15% di tahun ini. Penurunan ini disebabkan cendawan Pestalotiopsis menyerang perkebunan karet seluas total 381,9 ribu hektar (ha) menurut data hingga 16 Juli 2019.
"Prediksinya kemungkinan [produksi] turun. Tadi diprediksi secara nasional kurang lebih 15% dari [produksi] 2018 yang sebesar 3,7 juta ton," kata Kasdi.
Gede Wibawa, Direktur PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN) menjabarkan secara teknis, jamur ini menyerang daun karet. Normalnya, pada musim kemarau daun karet gugur. Akibat serangan jamur ini gugur daun bisa 2-3 kali dalam setahun.
"Karet itu normalnya sekali saja di musim kering. Tapi karena ada serangan penyakit itu dia gugurnya bisa lebih dari dua kali. Oleh karena gugur daunnya lebih dari dua kali, produksi pasti terdampak," jelasnya.
Serangan jamur Pestalotiopsis menyerang perkebunan karet pada periode Januari-Maret, terutama di Sumatera Selatan. Pemerintah akan melakukan upaya pengendalian berupa penyemprotan bahan aktif hexaconazol pada daun dan sela-sela tanaman.
Serangan penyakit jamur menyerang 6 lokasi perkebunan karet meliputi Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.
Diprediksi lokasi lain juga turut terserang jamur yang sama. Lokasi tersebut diantaranya Jambi, Lampung, dan Sumatera Barat.
(hoi/hoi) Next Article Penyakit yang Bikin Ekspor Karet Anjlok Sudah Mengkhawatirkan
Most Popular