Investasi Capai Rp 70 T, Ini Profil Megaproyek Gas Laut Dalam

News - Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
25 July 2019 10:37
Proyek ini sudah digagas sejak 2007 atau 12 tahun lalu. Foto: Unit Produksi Terapung (Floating Production Unit/FPU) proyek IDD, Kalimantan, Indonesia. Doc. Chevron
Jakarta, CNBC Indonesia - Lama tak ada kabar, kini santer terdengar Chevron, perusahaan migas asal AS, akan hengkang dari proyek akbar Indonesia Deepwater Development (IDD) atau gas laut dalam.

Proyek yang berada di Cekungan Kutai (Kutai Basin), Kalimantan Timur, ini sudah digagas sejak 2007 atau 12 tahun lalu dan Chevron Indonesia Company (Cico) semula dipercaya sebagai kontraktor untuk mengembangkan gas di kedalaman laut itu.

Dalam proyek IDD ini, data Kementerian ESDM mencatat, Chevron awalnya memiliki empat production sharing contract (PSC) yaitu PSC Ganal, Rapak, Makassar Strait dan Muara Bakau. Terdapat lima lapangan gas yang akan dikembangkan dalam proyek IDD ini yaitu Lapangan Bangka, Gehem, Gendalo, Maha dan Gandang.


Seperti dikutip dari situs Chevron, rencananya gas alam hasil produksi dari proyek ini akan dijual untuk kebutuhan dalam negeri dan diekspor dalam bentuk gas alam cair.

Proyek ini memiliki rencana kapasitas terpasang sebesar 1,1 miliar kaki kubik gas alam dan 47.000 barel kondensat per hari. Kepemilikan Chevron adalah sebesar 63%.

Saat ini Chevron terus berupaya untuk mencapai keputusan investasi final atau Final Investment Decision (FID).
 Namun, pembahasan masih tarik ulur sampai saat ini terutama soal nilai investasi.

Proposal rencana pengembangan proyek (Plan of Development/PoD) berganti-ganti seiring dengan fluktuasi harga minyak dunia, dari US$ 6,9 miliar meroket ke US$ 12 miliar, lalu terus turun hingga menjadi US$ 5 miliar pada tahun lalu. Nilai US$ 5 miliar itu setara dengan Rp 70 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$).

Soal biaya investasi ini, bukan sekadar uang masuk ke Indonesia, mengingat skema pengembangan blok ini masih menggunakan cost recovery. Artinya semakin banyak jumlah investasi, risiko ongkos pengerjaan proyek yang diganti pemerintah juga makin tinggi.

Untuk menekan biaya investasi ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, sampai jauh-jauh menyambangi markas Chevron di AS. Biaya investasi bisa ditekan sampai US$ 5 miliar karena salah satunya sistem Floating Liquefied Natural Gas (FLNG) diganti dengan sistem Christmas Tree (sistem untuk mengekstrak gas).


FLNG adalag bangunan terapung yang berfungsi sebagai fasilitas eksploitasi, produksi dan pencairan gas alam.


Adapun, tadinya ada tiga blok yang masuk dalam proyek IDD ini, yakni Blok Makassar Strait, Blok Ganal, dan Blok Rapak.

Namun, setahun yang lalu tepatnya Juli 2018, Chevron pun kembali mengumumkan untuk mundur dari salah satu blok migas yang mereka kelola di RI. Kali ini giliran blok Makassar Strait, yang merupakan bagian dari mega proyek ultra laut dalam IDD Chevron.

Blok Makassar Strait adalah blok keempat yang dilepas oleh Chevron. Djoko Siswanto yang kala itu masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut alasan Chevron tak memperpanjang operasionalnya di Makassar Strait adalah faktor keekonomian.

Blok ini berakhir masa kontraknya di 2020 mendatang, dengan mundurnya Chevron, alhasil blok dengan produksi minyak 1.965 barel per hari dan gas 2,4 juta kaki kubik per hari atau Million Standard Cubic Feet per Day (MMscfd) ini akan kembali ke pemerintah.


Kini, megaproyek senilai US$ 5 miliar atau Rp 70 triliun tersebut dikabarkan akan berganti operator. Chevron disebut-sebut akan diganti.

Menyelam di Proyek Raksasa Laut Dalam RI, Begini Profilnya Foto: pertemuan esdm dengan manajemen chevron/ dok.ESDM

Berdasarkan informasi yang diterima CNBC Indonesia dari pejabat di SKK Migas. Isu bakal bergantinya operator tersebut jadi pembahasan hangat di lembaga tersebut.

Namun, Wakil Kepala SKK Migas Sukandar membantah soal kabar pergantian operator ini. "Tetap Chevron," kata Sukandar dalam pesan singkatnya kepada CNBC Indonesia, Senin (22/7/2019).


Di sisi lain, External Affair Adviser Chevron Asia Pacific Cameron Van Ast menjawab formal dengan mengatakan, sampai saat ini perusahaan masih intens berkomunikasi dengan SKK Migas.

"Kami masih kontak secara reguler dengan SKK Migas. Bagaimanapun, sesuai dengan kebijakan kami, kami tidak bisa membuka rinci tentang pembahasan dengan SKK Migas tersebut," jawab Cameron dalam surat elektronik kepada CNBC Indonesia.


Secara keseluruhan, data SKK Migas mencatat proyek IDD bisa berproduksi hingga 1.120 juta kaki kubik per hari atau MMscfd gas dan minyak 40.000 barel per hari barrel per hour (bph).

Megaproyek IDD ini adalah satu dari tiga proyek gas laut dalam selain Lapangan Abadi Blok Masela; dan Lapangan Jangkrik Blok Muara Bakau. Lapangan Abadi Blok Masela berlokasi di Laut Arafura dan iperkirakan memiliki cadangan gas terbukti sebesar 6,05 triliun kaki kubik (TCF), sementara Muara Bakau berlokasi pada kedalaman air 450 meter dengan jarak 70 kilometer dari arah timur Balikpapan.


Simak penjelasan SKK Migas soal Blok Masela.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

8,4 Barel Minyak Chevron Tumpah, Oil Boom Dipasang di Laut


(tas)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading