Super Alot, Pembahasan RUU SDA Masih Mentok di DPR

Yanurisa Ananta, CNBC Indonesia
23 July 2019 19:51
Pembahasan RUU sumber daya air masih alot, belum bisa disahkan dalam waktu dekat
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Sumber Daya Air (SDA) antara Panitia Kerja (Panja) DPR Komisi V dan pemerintah berjalan alot pada Selasa (23/7). Rapat diskors lagi sampai minggu depan sehingga belum ada kesimpulan.

Sebelumnya Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan pembahasan terakhir RUU SDA diharapkan selesai hari ini sehingga Rabu (24/7) bisa disahkan. Namun, alotnya pembahasan di DPR, menandakan penyelesaian RUU ini bakal masih panjang.


Pasal 51 dalam draft RUU SDA yang mengatur Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) menjadi pokok perdebatan antara DPR dan pemerintah. Wakil Ketua Komisi V DPR dari Fraksi PDIP, Lazarus, memandang bahwa Undang-Undang (UU) Dasar Pasal 33 bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.



"Di pasal 51 ini ada pemahaman [DPR] yang berbeda dengan pemerintah. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) jelas kalau SPAM itu adalah tanggung jawab negara dan tidak boleh dikerjasamakan dengan pihak swasta. Penempatan pasal 51 ini juga masih dipedebatkan," kata Lazarus di Gedung DPR, Selasa (23/7/2019).

Sebelumnya hari ini, Basuki Hadimuljono menegaskan untuk mendapatkan SPAM oleh perusahaan swasta tetap harus menggandeng Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Hal ini bagian dari RUU SDA yang akan segera disahkan.

Lazarus menambahkan terkait norma bahwa SPAM merupakan tanggung jawab negara sudah disepakati pemerintah dan DPR. Pada draft Pasal 51 juga sudah diatur kerja sama dengan pihak swasta.

"Nah, di sini kita sudah sepakat sebetulnya, walaupun ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa harus dibuka peran swasta di sini. Ketika kita buka putusan MK nomor 11 dan 12 jelas bahwa SPAM hanya boleh dikuasai oleh negara karena penyediaan SPAM ini merupakan kebutuhan pokok, air untuk kebutuhan pokok," papar Lazarus.

Bila air merupakan kebutuhan pokok, kemudian termuat investasi swasta di dalamnya maka ada kemungkinan harga jual menjadi mahal. Negara berpotensi dianggap tidak adil. Lazarus menambahkan pihaknya juga tidak mau kerja sama dengan alasan investasi lantaran negara dinilai tidak akan pernah siap menyediakan air untuk rakyat.

"Maka kita lindungi kepentingan negara sesuai dengan putusan MK yang nomor 11 dan 12 tadi, yaitu SPAM hanya boleh ditangani negara," imbuhnya.

Lazarus juga memastikan dengan begitu pihak swasta masih bisa berbisnis di sektor air termasuk usaha air minum dalam kemasan (AMDK). Hal itu sudah diatur pada Pasal 50 draft RUU SDA. Soal itu, menurut Lazarus, tidak perlu dikhawatirkan, hanya perlu waktu untuk menyelaraskan pandangan.

"Ada kekhawatiran teman-teman pengusaha seolah-olah tidak mendapat ruang lagi untuk berusaha di sektor air. Cuma tadi ada kata 'usaha'. Izin usaha untuk penyediaan air untuk kebutuhan pokok sehari-hari disebutkan hanya boleh oleh SPAM," jelasnya.

Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Hari Suprayogi yang turut hadir dalam rapat tidak bersuara banyak soal ini. Ia hanya menyatakan hanya satu hal yang diperdebatkan, yaitu soal izin swasta untuk masuk.



"Tinggal satu tadi kan. Swasta kan boleh masuk. Tinggal satu yang SPAM, lainnya sudah," katanya singkat.

Hingga hari ini belum ada kesimpulan terkait RUU SDA ini. Pemerintah dan DPR sepakat untuk melanjutkan pembahasan pekan depan setelah masa reses DPR.
Bila disahkan UU SDA akan menggantikan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK)melalui Keputusan MK nomor 85/PUU-XII/2013.
(hoi/hoi) Next Article RUU SDA akan Disahkan: SPAM Swasta Harus Gandeng BUMD

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular