
'Kalau RUU Air Jebol, Mati Semua Industri Makanan Minuman'
Efrem Siregar, CNBC Indonesia
23 July 2019 18:57

Jakarta, CNBC Indonesia - RUU Sumber Daya Alam (SDA) yang segera diundangkan mendapat kritik dari ekonom senior Faisal Basri. Menurutnya, anggota DPR lebih mempertimbangkan ketergesaan mereka ketimbang substansi RUU.
Dalam draf RUU SDA, ada kewajiban industri pengguna air seperti makanan dan minuman, teksil, semen, kawasan industri harus bekerjasama dengan pemerintah daerah dalam hal penyediaan kebutuhan air. Persoalannya adalah apakah setiap pemda punya kemampuan untuk kebutuhan industri.
Kedua, soal ketentuan bahwa industri pengguna air harus menyerahkan 10% dari keuntungan untuk konservasi yang akan dipungut oleh pemerintah. Bila ini diterapkan tentu makin memberatkan dunia usaha, selain itu besaran 10% tak mencerminkan azas keadilan karena setiap industri punya kebutuhan air yang berbeda. Ketentuan RUU SDA dianggap akan memberatkan pengusaha.
"Injury time anggota DPR nggak terpilih kembali memang begitulah. Anda bisa bayangkan substansi menjadi tidak begitu penting," kata Faisal Basri usai mengisi diskusi INDEF, Jakarta, Selasa (23/7/2019).
Faisal tidak menjelaskan lebih lanjut perihal komentarnya. Namun, ia menekankan bahwa RUU SDA yang akan diundangkan ini lantaran mendekati masa akhir jabatan DPR RI periode 2014-2019.
"Injury time dimanfaatkan semaksimal mungkin. Kalau komentar, saya nanti terlalu kasar," tambahnya.
Faisal Basri sebelumnya sempat menyinggung kehadiran RUU SDA dalam sebuah diskusi beberapa waktu lalu. Ia menyebut bahwa RUU SDA menjadi tantangan bagi industri makanan dan minuman.
"Kemarin saya ngobrol dengan asosiasi terigu, ada 70 regulasi. 70 regulasi industri Mamin ini tantangannya banyak sekali. Ada RUU Air. Semua tax deductible-nya jalan ini, kalau RUU airnya jebol, mati semua industri mamin," kata Faisal Basri.
Selain Faisal Basri, kritikan atas RUU SDA juga diutarakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan beberapa substansi RUU SDA menjadi perhatian Apindo. Terutama tentang definisi fungsi air yang berbeda antara fungsi sosial dan fungsi ekonomi.
Menurutnya, bentuk fungsi sosial atas air merupakan kewajiban pemerintah dalam memenuhi kebutuhan air untuk minum, memasak, dan mandi yang diselenggarakan melalui sistem penyediaan air minum (SPAM). Berbeda dengan air minim dalam kemasan (AMDK) yang merupakan produk industri.
Ia mengatakan, antara air minum dalam kemasan (AMDK) dan sistem penyediaan air minum (SPAM) air perpipaan tidak dapat disamakan.
"Jika AMDK swasta dilarang menggunakan air sebagai bahan baku, ini akan mematikan ratusan pelaku usaha dan ribuan tenaga kerja serta menghilangkan kepercayaan investor dan kepastian berusaha di Indonesia," ujarnya.
RUU SDA sendiri disebut akan disahkan DPR RI pada besok, Rabu (24/7/2019). Hal itu disampaikan oleh Menteri PU dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono.
"Mudah-mudahan besok diundangkan," kata Basuki dalam acara Indonesia Conference Water Security and Sustainability di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (23/7/2019).
(hoi/hoi) Next Article RUU SDA Lahir, Bencana Baru Bagi Pengusaha
Dalam draf RUU SDA, ada kewajiban industri pengguna air seperti makanan dan minuman, teksil, semen, kawasan industri harus bekerjasama dengan pemerintah daerah dalam hal penyediaan kebutuhan air. Persoalannya adalah apakah setiap pemda punya kemampuan untuk kebutuhan industri.
Kedua, soal ketentuan bahwa industri pengguna air harus menyerahkan 10% dari keuntungan untuk konservasi yang akan dipungut oleh pemerintah. Bila ini diterapkan tentu makin memberatkan dunia usaha, selain itu besaran 10% tak mencerminkan azas keadilan karena setiap industri punya kebutuhan air yang berbeda. Ketentuan RUU SDA dianggap akan memberatkan pengusaha.
"Injury time anggota DPR nggak terpilih kembali memang begitulah. Anda bisa bayangkan substansi menjadi tidak begitu penting," kata Faisal Basri usai mengisi diskusi INDEF, Jakarta, Selasa (23/7/2019).
Faisal tidak menjelaskan lebih lanjut perihal komentarnya. Namun, ia menekankan bahwa RUU SDA yang akan diundangkan ini lantaran mendekati masa akhir jabatan DPR RI periode 2014-2019.
"Injury time dimanfaatkan semaksimal mungkin. Kalau komentar, saya nanti terlalu kasar," tambahnya.
Faisal Basri sebelumnya sempat menyinggung kehadiran RUU SDA dalam sebuah diskusi beberapa waktu lalu. Ia menyebut bahwa RUU SDA menjadi tantangan bagi industri makanan dan minuman.
"Kemarin saya ngobrol dengan asosiasi terigu, ada 70 regulasi. 70 regulasi industri Mamin ini tantangannya banyak sekali. Ada RUU Air. Semua tax deductible-nya jalan ini, kalau RUU airnya jebol, mati semua industri mamin," kata Faisal Basri.
Selain Faisal Basri, kritikan atas RUU SDA juga diutarakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan beberapa substansi RUU SDA menjadi perhatian Apindo. Terutama tentang definisi fungsi air yang berbeda antara fungsi sosial dan fungsi ekonomi.
Menurutnya, bentuk fungsi sosial atas air merupakan kewajiban pemerintah dalam memenuhi kebutuhan air untuk minum, memasak, dan mandi yang diselenggarakan melalui sistem penyediaan air minum (SPAM). Berbeda dengan air minim dalam kemasan (AMDK) yang merupakan produk industri.
Ia mengatakan, antara air minum dalam kemasan (AMDK) dan sistem penyediaan air minum (SPAM) air perpipaan tidak dapat disamakan.
"Jika AMDK swasta dilarang menggunakan air sebagai bahan baku, ini akan mematikan ratusan pelaku usaha dan ribuan tenaga kerja serta menghilangkan kepercayaan investor dan kepastian berusaha di Indonesia," ujarnya.
RUU SDA sendiri disebut akan disahkan DPR RI pada besok, Rabu (24/7/2019). Hal itu disampaikan oleh Menteri PU dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono.
"Mudah-mudahan besok diundangkan," kata Basuki dalam acara Indonesia Conference Water Security and Sustainability di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (23/7/2019).
(hoi/hoi) Next Article RUU SDA Lahir, Bencana Baru Bagi Pengusaha
Most Popular