
Amarah Jokowi, Apa Cuma Tanggung Jawab Rini dan Jonan?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 July 2019 15:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo membawa kabar yang kurang sedap. Pengganti Agus DW Martowardojo tersebut mengungkapkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2019 melandai alias tidak jauh dibandingkan kuartal sebelumnya.
"Melandai itu pertumbuhan ekonomi secara year-on-year hampir sama degan kuartal I-2019. Kurang lebih 5,07% atau kalau dibulatkan 5,1%," ungkap Perry.
Rasanya agak aneh melihat pertumbuhan ekonomi kuartal II 2019 nyaris sama dengan kuartal sebelumnya. Bukan apa-apa, pada kuartal II terjadi puncak konsumsi rumah tangga yaitu Ramadan-Idul Fitri. Belum lagi kalau bicara Pemilu 2019, yang juga menggerakkan konsumsi masyarakat.
Jadi apa yang membuat pertumbuhan ekonomi kuartal II-2019 melandai? Apa yang membuat peningkatan konsumsi masyarakat tidak mampu mendorong pertumbuhan ekonomi secara signifikan?
Jawaban atas hal ini mungkin bisa ditemukan dari kemarahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kala membuka sidang kabinet di Istana Bogor, eks gubernur DKI Jakarta itu kembali mengungkapkan kekecewaan yang belum kunjung terobati.
"Kita perlu melihat betul angka-angka yang telah didapat oleh BPS (Badan Pusat Statistik). Ini hati-hati. Ekspor Januari-Mei 2019 YoY (year-on-year) turun 8,6%. Impor Januari-Mei turun 9,2%. Neraca dagang Januari-Mei ada defisit US$ 2,14 miliar," tegas Jokowi.
Ini dia biang keladinya. Net ekspor Indonesia sepertinya belum juga mampu berkontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB).
Pada kuartal I-2019, PDB dari ekspor adalah Rp 699 triliun sementara impor menjadi pengurang sebesar Rp 708,7 triliun. Net ekspor bukannya menambah PDB, tetapi malah mengurangi Rp 9,7 triliun.
Dengan data-data BPS terkini, ada kemungkinan sumbangsih net ekspor pada kuartal II tidak akan berbeda jauh. Atau bukan tidak mungkin malah lebih jeblok.
Oleh karena itu, tidak heran Perry memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2019 landai-landai saja. Wajar kalau Jokowi kecewa...
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
"Melandai itu pertumbuhan ekonomi secara year-on-year hampir sama degan kuartal I-2019. Kurang lebih 5,07% atau kalau dibulatkan 5,1%," ungkap Perry.
Rasanya agak aneh melihat pertumbuhan ekonomi kuartal II 2019 nyaris sama dengan kuartal sebelumnya. Bukan apa-apa, pada kuartal II terjadi puncak konsumsi rumah tangga yaitu Ramadan-Idul Fitri. Belum lagi kalau bicara Pemilu 2019, yang juga menggerakkan konsumsi masyarakat.
Jawaban atas hal ini mungkin bisa ditemukan dari kemarahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kala membuka sidang kabinet di Istana Bogor, eks gubernur DKI Jakarta itu kembali mengungkapkan kekecewaan yang belum kunjung terobati.
"Kita perlu melihat betul angka-angka yang telah didapat oleh BPS (Badan Pusat Statistik). Ini hati-hati. Ekspor Januari-Mei 2019 YoY (year-on-year) turun 8,6%. Impor Januari-Mei turun 9,2%. Neraca dagang Januari-Mei ada defisit US$ 2,14 miliar," tegas Jokowi.
Ini dia biang keladinya. Net ekspor Indonesia sepertinya belum juga mampu berkontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB).
Pada kuartal I-2019, PDB dari ekspor adalah Rp 699 triliun sementara impor menjadi pengurang sebesar Rp 708,7 triliun. Net ekspor bukannya menambah PDB, tetapi malah mengurangi Rp 9,7 triliun.
Dengan data-data BPS terkini, ada kemungkinan sumbangsih net ekspor pada kuartal II tidak akan berbeda jauh. Atau bukan tidak mungkin malah lebih jeblok.
Oleh karena itu, tidak heran Perry memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2019 landai-landai saja. Wajar kalau Jokowi kecewa...
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
Salah Jonan dan Rini Saja?
Pages
Most Popular