Pidato Lengkap Jokowi Saat Sentil Menteri ESDM & BUMN

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
08 July 2019 14:47
Masalah ekspor Indonesia yang jeblok selama Januari-Mei 2019 kembali jadi sorotan Presiden Jokowi.
Foto: Sidang Kabinet Paripurna (CNBC Indonesia / Chandra Gian Asmara)
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali melontarkan sindirian terhadap kinerja para menteri yang dianggap belum cukup maksimal mengatasi masalah ekonomi nasional, terutama soal impor dan ekspor.

Hal tersebut dalam kata pengantar yang disampaikan Jokowi saat membuka sidang kabinet paripurna di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (8/7/2019).

Di depan para menteri Kabinet Kerja, utamanya yang membidangi ekonomi, Jokowi meminta agar para 'pembantunya' betul-betul memperhatikan data-data Badan Pusat Statistik (BPS).

"Kita perlu melihat betul angka yang didapat oleh BPS. Ini hati-hati, yang berkaitan misalnya dengan ekspor dan impor," kata Jokowi.

Jokowi menyoroti kinerja ekspor yang loyo, dan impor yang belum ditekan. Data BPS menunjukkan, ekspor Januari - Mei minus 8,6%, impor masih tinggi, sehingga neraca dagang mengalami defisit.

Ia menyindir para menteri terkait untuk membenahi masalah ini. Tak hanya satu dua, melainkan hampir semua menteri yang membidangi ekonomi disindir oleh kepala negara.

Mulai dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, hingga Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong.

Berikut pidato lengkap Presiden Jokowi dalam sidang paripurna di Istana, Senin (7/7):

Sidang kabinet paripurna pada siang hari ini akan saya sampaikan beberapa hal, terutama yang berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan kita di tahun ini yang masih banyak harus kita selesaikan, tetapi, kita perlu melihat betul angka-angka yang telah didapat oleh BPS.

Perlu melihat betul dengan hati-hati angka-angka yang ditampilkan BPS, coba angka-angkanya ditampilkan! Ekspor Januari sampai Mei 2019 year on year turun 8,6 persen, impor Januari-Mei juga turun 9,2 persen. Hati-hati terhadap ini, artinya neraca perdagangan kita Januari-Mei ada defisit US$ 2,14 miliar.

Coba dicermati angka-angka ini dari mana kenapa impor jadi sangat tinggi, kalau didetailkan lagi migasnya ini naiknya gede sekali. Hati-hati di migas pak menteri ESDM yang berkaitan dengan ini, Bu menteri BUMN yang berkaitan dengan ini, karena ratenya yang paling banyak ada di situ.

Kedua, berkaitan dengan ekspor, peluang-peluang yang ada untuk ekspor sebetulnya kita masih memiliki peluang apalagi sekarang dengan terjadinya perang dagang, kesempatan ekspor kita untuk masuk ke Amerika besar sekali dengan pengenaan tarif barang-barang produk dari Tiongkok, dari China.


Ini kesempatan kita menaikkan kapasitas dari pabrik-pabrik, dari industri-industri yang ada tapi sekali lagi pemerintah semestinya memberikan insentif-insentif yang terhadap peluang-peluang yang ada.

Kalau hanya rutinitas dan tidak memberikan insentif untuk eksportir-eksportir baik yang kecil, besar maupun sedang ataupun insentif-insentif yang berupa bunga misalnya ya sulit untuk mereka bisa menembus baik ke pasar yang tadi saya sampaikan maupun pasar-pasar yang baru, sekali lagi ini peluang, tekstil itu peluang. Gede-gede sekali furnitur itu peluang. Inilah yang selalu kita kalah memanfaatkan peluang, ada
oppurtunity tidak bisa kita ambil karena insentif2 itu tidak kita berikan.


Kemudian kedua berkaitan dengan investasi, mungkin sudah berapa puluh kali kita sampaikan. Investasi yang berkaitan dengan ekspor, berkaitan dengan barang2 substitusi impor tutup mata berikan izin secepat2nya tapi kejadian di lapangan tidak seperti itu. Dari kementerian kehutanan misalnya masih lama, ini urusan lahan. Ini Pak wapres biar bercerita mengenai petrochemical yang kita perlukan tapi sudah berhenti setahun lebih gara-gara yang berkaitan dengan lahan.


Urusan kecil tapi ya ini menghambat. Kemarin kita ke Manado, sama, hotel sudah berbondong-bondong, kita kurang hotel, hotel sudah berbondong-bondong mau bikin, urusan yang berkaitan dengan tata ruang sebetulnya dari menteri BPN bisa menyelesaikan dengan kesepakatan-kecepatan yang memang harus itu dilakukan.

Semua hal seperti ini kalau kita hanya terbelit dengan rutinitas tapi kalau kita tidak berani melihat problem, melihat tantangan-tantangan riil yang kita hadapi ya kita akan sampai kapan pun kita tidak akan bisa mengatasi tantangan yang ada

saya kira kerja yang terintegrasi, kerja tim antar kementerian ini yang harus didahulukan saya kira mungkin itu sebagai pengantar yang bisa saya sampaikan dan masih banyak hal yang ingin saya sampaikan setelah ini





(hoi/hoi) Next Article Jokowi: Corona Rusak Supply-Demand, Inflasi Bisa Tinggi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular