
Amarah Jokowi, Apa Cuma Tanggung Jawab Rini dan Jonan?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 July 2019 15:23

Dalam paparannya, Jokowi menyebut dua nama menteri yaitu Ignasius Jonan (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral/ESDM) dan Rini Soemarno (Menteri Badan Usaha Milik Negara/BUMN). Menurut Jokowi, sektor migas menjadi biang keladi defisit neraca perdagangan.
Sepanjang Januari-Mei, neraca migas Indonesia mencatat defisit US$ 3,75 miliar. Jadi walau neraca non-migas surplus US$ 1,6 miliar, tetap saja neraca perdagangan secara keseluruhan masih tekor.
Namun apakah masalah di neraca migas melulu harus dibebankan kepada Jonan dan Rini? Sepertinya tidak adil, karena ada pula pihak yang terkait di dalamnya.
Misalnya, selama ini pemerintah dan BI sering mengeluhkan eksportir migas yang tidak menempatkan Devisa Hasil Ekspor (DHE) ke perbankan nasional. Akibatnya pendapatan devisa dari sektor ini tidak tercermin dalam neraca perdagangan.
Pemerintah dan BI pun sudah memperingatkan barang siapa yang tidak membawa DHE dan menempatkan di sistem perbankan domestik akan mendapatkan sanksi. Teranyar adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 4/2019.
Dalam PMK tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengenakan sanksi denda 0,25% bagi DHE yang tidak ditempatkan di dalam negeri. Ada pula sanksi berupa penundaan pemberian izin ekspor jika pengusaha tetap membandel.
Jadi dalam hal ini, Sri Mulyani juga harus bertanggung jawab. Eks pejabat teras Bank Dunia ini harus memantau dan memastikan pelaksanaan aturan yang dibuatnya agar hasil ekspor migas lebih dirasakan oleh neraca perdagangan.
Atau bagaimana Indonesia harus membangun industri pengolahan minyak atau kilang agar impor hasil minyak bisa berkurang. Pada Januari-Mei 2019, impor hasil minyak mencapai US$ 9,68 miliar.
Membangun kilang merupakan kerja keroyokan berbagai instansi. Kementerian ESDM jelas, lalu Kemenkeu bisa berperan misalnya dari sisi pemberian insentif, kemudian Kementerian Perindustrian bisa memberi sumbangsih dengan mendorong perkembangan industri pendukung seperti pipa salur dari rig, pumping unit, dan sebagainya. Belum lagi peranan pemerintah daerah yang menjadi lokasi kilang, harus ramah terhadap investor.
Jadi, pembenahan defisit migas adalah tugas yang harus dilaksanakan bersama. Tinggal masalah koordinasi saja. Masalahnya koordinasi adalah kata yang gampang diucapkan tetapi sulit dilakukan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/dru)
Sepanjang Januari-Mei, neraca migas Indonesia mencatat defisit US$ 3,75 miliar. Jadi walau neraca non-migas surplus US$ 1,6 miliar, tetap saja neraca perdagangan secara keseluruhan masih tekor.
Namun apakah masalah di neraca migas melulu harus dibebankan kepada Jonan dan Rini? Sepertinya tidak adil, karena ada pula pihak yang terkait di dalamnya.
Pemerintah dan BI pun sudah memperingatkan barang siapa yang tidak membawa DHE dan menempatkan di sistem perbankan domestik akan mendapatkan sanksi. Teranyar adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 4/2019.
Dalam PMK tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengenakan sanksi denda 0,25% bagi DHE yang tidak ditempatkan di dalam negeri. Ada pula sanksi berupa penundaan pemberian izin ekspor jika pengusaha tetap membandel.
Jadi dalam hal ini, Sri Mulyani juga harus bertanggung jawab. Eks pejabat teras Bank Dunia ini harus memantau dan memastikan pelaksanaan aturan yang dibuatnya agar hasil ekspor migas lebih dirasakan oleh neraca perdagangan.
Atau bagaimana Indonesia harus membangun industri pengolahan minyak atau kilang agar impor hasil minyak bisa berkurang. Pada Januari-Mei 2019, impor hasil minyak mencapai US$ 9,68 miliar.
Membangun kilang merupakan kerja keroyokan berbagai instansi. Kementerian ESDM jelas, lalu Kemenkeu bisa berperan misalnya dari sisi pemberian insentif, kemudian Kementerian Perindustrian bisa memberi sumbangsih dengan mendorong perkembangan industri pendukung seperti pipa salur dari rig, pumping unit, dan sebagainya. Belum lagi peranan pemerintah daerah yang menjadi lokasi kilang, harus ramah terhadap investor.
Jadi, pembenahan defisit migas adalah tugas yang harus dilaksanakan bersama. Tinggal masalah koordinasi saja. Masalahnya koordinasi adalah kata yang gampang diucapkan tetapi sulit dilakukan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/dru)
Pages
Most Popular