Rapor 5 Tahun Kabinet jokowi
Darmin Nasution: Kebanyakan Paket Kebijakan, Hasil Melempem
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 July 2019 12:59

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Indonesia mengenal jabatan menteri koordinator yang menjadi 'dirigen' di sebuah sektor. Saat ini ada tiga jabatan menteri koordinator yang membawahi bidang perekonomian, maritim, serta pembangunan manusia dan kebudayaan.
Di bidang perekonomian, Darmin Nasution menjadi 'mayoret' yang mengharmoniskan 10 menteri yaitu Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan), Airlangga Hartarto (Menteri Perindustrian), Enggartiasto Lukita (Menteri Perdagangan), Andi Amran Sulaiman (Menteri Pertanian), Siti Nurbaya Bakar (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Hanif Dhakiri (Menteri Tenaga Kerja), Rini Soemarno (Menteri Badan Usaha Miliki Negara/BUMN), Basuki Hadimuljono (Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), Sofyan Djalil (Menteri Agraria dan Tata Ruang/ATR), dan AAGN Puspayoga (Menteri Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah).
Darmin mulai berkantor di Lapangan Banteng pada Agustus 2015. Eks Gubernur Bank Indonesia (BI) tersebut menggantikan Sofyan Djalil dan pindah ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan kemudian pindah lagi ke Kementerian ATR.
Tidak lama setelah menjabat sebagai Menko Perekonomian, Darmin langsung melakukan gebrakan. Pada September 2015, kira-kira sebulan setelah dilantik, mantan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan itu langsung memperkenalkan Paket Kebijakan Ekonomi (PKE).
Tujuan PKE adalah sebagai penangkal dampak perlambatan ekonomi global kepada Indonesia. Caranya adalah menggairahkan kembali industri dalam negeri untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan ekspor.
Sebagai mantan central banker, tentu Darmin menyadari bahwa 'penyakit' Indonesia ada di sisi transaksi berjalan (current account). Minimnya pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa membuat nilai tukar rupiah rentan melemah.
Oleh karena itu, PKE berfokus untuk menggenjot industri nasional. Dengan demikian maka Indonesia tidak perlu lagi tergantung kepada impor karena bahan baku dan barang modal mampu disediakan oleh industri dalam negeri. Transaksi berjalan aman, rupiah pun stabil.
Ini tentu menjadi catatan positif bagi kinerja Darmin. Dia membuat pemerintah mengarahkan kebijakan untuk memperbaiki kelemahan ekonomi Indonesia.
Walau tujuannya sudah benar dan mulia, tetapi implementasi nanti dulu. Ternyata PKE Jilid I kurang 'nendang' karena mungkin cakupannya terlalu luas (mengembangkan ekonomi makro yang kondusif, menggerakan industri nasional, sampai perlindungan terhadap masyarakat miskin).
Pemerintah akhirnya meluncurkan PKE II pada Mei 2016 yang berisi pengurusan izin investasi di kawasan industri dalam tiga jam, pemangkasan tahap perizinan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dari 14 menjadi enam tahap, pengurusan tax allowance maksimal 25 hari, pengurusan tax holiday maksimal 25 hari, pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk impor alat transportasi, dan pengurangan pajak bunga deposito.
Tidak cukup dengan I dan II, PKE terus berlanjut hingga mencapai angka XVI. Enam belas. Bagaimana hasilnya? Apakah sudah memberi dampak terhadap perekonomian nasional?
"Reformasi sepertinya melangkah di jalan yang benar. Namun ada gangguan yang masih masih membebani daya saing industri dalam negeri, salah satunya seperti sumbatan (bottleneck) di sisi regulasi," sebut laporan Bank Dunia pada Desember 2018.
Ya, walau PKE adalah kebijakan quick win tetapi ternyata tidak bisa cepat dieksekusi di lapangan. Salah satu penyebabnya adalah terbentur aturan perundangan yang berlapis-lapis.
Ambil contoh kecil di PKE Jilid I. PKE tersebut mewajibkan Kementerian Perindustrian merevisi 10 Peraturan Menteri yaitu Permenperin No 76/2015, Permenperin No 80/2015, Permenperin No 81/2015, Permenperin No 79/2015, Permenperin No 75/2015, Permenperin No 78/2015, Permenperin No 84/2015, Permenperin No 77/2015, Permenperin No 83/2015, dan Permenperin No 82/2015.
Itu baru satu kementerian. Bagaimana kalau PKE mengharuskan perubahan regulasi lintas sektoral? Bagaimana kalau urusannya sampai ke daerah? Berapa puluh peraturan yang harus diubah? Butuh waktu berapa lama untuk mengubah aturan-aturan tersebut?
Jadi walau konsep PKE sudah benar yaitu untuk mereformasi struktur perekonomian Indonesia, tetapi pelaksanaannya tidak semudah itu, Ferguso. Tentu hal ini menjadi catatan minus dalam kinerja seorang Darmin Nasution, meski bukan 100% kesalahannya.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Di bidang perekonomian, Darmin Nasution menjadi 'mayoret' yang mengharmoniskan 10 menteri yaitu Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan), Airlangga Hartarto (Menteri Perindustrian), Enggartiasto Lukita (Menteri Perdagangan), Andi Amran Sulaiman (Menteri Pertanian), Siti Nurbaya Bakar (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Hanif Dhakiri (Menteri Tenaga Kerja), Rini Soemarno (Menteri Badan Usaha Miliki Negara/BUMN), Basuki Hadimuljono (Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), Sofyan Djalil (Menteri Agraria dan Tata Ruang/ATR), dan AAGN Puspayoga (Menteri Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah).
Darmin mulai berkantor di Lapangan Banteng pada Agustus 2015. Eks Gubernur Bank Indonesia (BI) tersebut menggantikan Sofyan Djalil dan pindah ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan kemudian pindah lagi ke Kementerian ATR.
Tujuan PKE adalah sebagai penangkal dampak perlambatan ekonomi global kepada Indonesia. Caranya adalah menggairahkan kembali industri dalam negeri untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan ekspor.
Sebagai mantan central banker, tentu Darmin menyadari bahwa 'penyakit' Indonesia ada di sisi transaksi berjalan (current account). Minimnya pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa membuat nilai tukar rupiah rentan melemah.
Oleh karena itu, PKE berfokus untuk menggenjot industri nasional. Dengan demikian maka Indonesia tidak perlu lagi tergantung kepada impor karena bahan baku dan barang modal mampu disediakan oleh industri dalam negeri. Transaksi berjalan aman, rupiah pun stabil.
Ini tentu menjadi catatan positif bagi kinerja Darmin. Dia membuat pemerintah mengarahkan kebijakan untuk memperbaiki kelemahan ekonomi Indonesia.
Walau tujuannya sudah benar dan mulia, tetapi implementasi nanti dulu. Ternyata PKE Jilid I kurang 'nendang' karena mungkin cakupannya terlalu luas (mengembangkan ekonomi makro yang kondusif, menggerakan industri nasional, sampai perlindungan terhadap masyarakat miskin).
Pemerintah akhirnya meluncurkan PKE II pada Mei 2016 yang berisi pengurusan izin investasi di kawasan industri dalam tiga jam, pemangkasan tahap perizinan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dari 14 menjadi enam tahap, pengurusan tax allowance maksimal 25 hari, pengurusan tax holiday maksimal 25 hari, pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk impor alat transportasi, dan pengurangan pajak bunga deposito.
Tidak cukup dengan I dan II, PKE terus berlanjut hingga mencapai angka XVI. Enam belas. Bagaimana hasilnya? Apakah sudah memberi dampak terhadap perekonomian nasional?
"Reformasi sepertinya melangkah di jalan yang benar. Namun ada gangguan yang masih masih membebani daya saing industri dalam negeri, salah satunya seperti sumbatan (bottleneck) di sisi regulasi," sebut laporan Bank Dunia pada Desember 2018.
Ya, walau PKE adalah kebijakan quick win tetapi ternyata tidak bisa cepat dieksekusi di lapangan. Salah satu penyebabnya adalah terbentur aturan perundangan yang berlapis-lapis.
Ambil contoh kecil di PKE Jilid I. PKE tersebut mewajibkan Kementerian Perindustrian merevisi 10 Peraturan Menteri yaitu Permenperin No 76/2015, Permenperin No 80/2015, Permenperin No 81/2015, Permenperin No 79/2015, Permenperin No 75/2015, Permenperin No 78/2015, Permenperin No 84/2015, Permenperin No 77/2015, Permenperin No 83/2015, dan Permenperin No 82/2015.
Itu baru satu kementerian. Bagaimana kalau PKE mengharuskan perubahan regulasi lintas sektoral? Bagaimana kalau urusannya sampai ke daerah? Berapa puluh peraturan yang harus diubah? Butuh waktu berapa lama untuk mengubah aturan-aturan tersebut?
Jadi walau konsep PKE sudah benar yaitu untuk mereformasi struktur perekonomian Indonesia, tetapi pelaksanaannya tidak semudah itu, Ferguso. Tentu hal ini menjadi catatan minus dalam kinerja seorang Darmin Nasution, meski bukan 100% kesalahannya.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
Jago 'Cuci Piring'
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular