Darmin Ungkap Kronologi Impor Beras yang Bikin Buwas Murka

Arys Aditya, CNBC Indonesia
20 September 2018 17:39
Bulog dan pemerintah berbeda pendapat soal impor beras.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Darmin Nasution menjelaskan kronologis dan duduk perkara impor beras yang membuat 'kisruh' Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Dirut Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Budi Waseso.

Berbicara di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamsi (20/9/2018), Darmin memaparkan persoalan ini dimulai pada akhir 2017 ketika harga barang pangan pokok utama ini mulai bergerak naik.

Ketika itu, dirinya dan mulai mengadakan rapat dengan Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Mendag Enggartiasto, Dirut Bulog waktu itu Djarot Kusumayakti dan terkadang ada Menteri BUMN Rini Soemarno sebagai pemegang saham Bulog.


"Nah memang belum ada kesepakatan hingga akhir tahun 2017, seperti apa ini angka suplai dan demand persisnya, ada yang menganggap optimis cukup, tapi begitu akhir tahun, betul-betul, November-Desember [2017] dan awal 2018 harga dengan cepat naik," paparnya.

"Sehingga kita adakan rapat lagi 15 Januari 2018, pada waktu itu dari rapat itu, harga beras medium di lapangan rata-rata sudah naik Rp 11.300/kg, harusnya Rp 9.450/kg. Dia sudah bergerak ke 11.300/kg."

Foto: Menko Perekonomian, Darmin Nasution. (CNBC Indonesia/Arys Aditya)


Ketika kemudian Pemerintah mengecek stok Bulog, Darmin mengatakan stok telah ada di bawah 1 juta ton, atau persisnya 903.000 ton. Dengan angka tersebut, Darmin dan menteri-menteri lain menganggap hal ini menjadi sebuah masalah karena kebutuhan konsumsi nasional mencapai 2,3-2,4 juta ton.

Pada 15 Januari 2018, ia mengatakan rapat koordinasi akhirnya memutuskan untuk melakukan impor pertama kali sebanyak 500.000 ton.

"Sehingga Bulog kita jaga stoknya bergerak disekitar 2 juta ton, kalau dibawah 1 juta. Kita anggap ini masalah."

Ketika sampai di masa panen raya yang diperkirakan terjadi pada Maret 2018, masalah justru makin terlihat. Ternyata, kata Darmin, Bulog tidak mampu menyerap gabah dan beras di lapangan sekalipun Kementerian Pertanian mengestimasi akan ada panen pada 13,7 juta ton.

Nyatanya, kata Darmin, estimasi Kementan tidak menemui kenyataan. Ia menuturkan, stok Bulog telah sampai di indikator kritis karena hanya 590.000 ton pada Maret dan Pemerintah menunggu serapan pada saat panen raya.

"Nah,‎ Maret kita rapat pada tgl 19 Maret, kita cek berapa stok Bulog, tinggal 590.000 ton, sehingga kita anggap ini barang mulai merah. Kenapa? Bulog tidak mampu membeli karena tidak tersedia cukup beras kita di seluruh daerah, untuk dibeli," jelasnya.


"Bahkan waktu itu kita naikkan harga pembelian gabah maupun beras, dengan kenaikan yang biasanya kenaikan 10% flesibilitasnya, waktu itu kita naikkan 20% supaya bisa beli. Tetap saja stok 590.000 ton."

Darmin kembali menjelaskan, Pemerintah memutuskan untuk melakukan impor jilid dua sebanyak 500.000 ton pada 19 Maret 2018. Hal ini disebabkan karena bahkan jelang musim panen raya usai, stok Bulog tidak bergerak ke level aman.

"Kesepakatan 500.000 ton, jangan lebih. Itu keputusan sama-sama. Dengan catatan, masing-masing instansi mengecek, ada beras gak karena stoknya terlalu kecil. Satgas pangan cek, Perdagangan cek, Pertanian cek, Bulog cek. Semua peserta rapat sepakat loh."


Pada 28 Maret 2018, Darmin mengatakan stok beras sudah naik menjadi 649.000 ton yang merupakan gabungan dari serapan beras lokal dan beras impor. Pemerintah, tuturnya, akhirnya memutuskan untuk tidak lagi mengambil resiko.

Menko Perekonomian menyebutkan pada hari itu Pemerintah memutuskan untuk mengeksekusi impor jilid III sebanyak 1 juta ton sehingga total izin impor yang dikeluarkan sepanjang tahun ini 2 juta ton. "Itu harus masuk akhir Juli 2018."

Masalah belum berakhir. Darmin menyebut ternyata Bulog juga gagal melakukan impor sebanyak 200.000 ton dari India. Ia mengaku tidak tahu penyebab kegagalan tersebut.

"Nah faktanya 200.000 ton gak berhasil, dari India, gak tahu Bulog itu, pokoknya gagal. Tapi yang kita maksud adalah dari 1,8 juta ton, karena tadi 200.000, yang sudah sudah masuk 1,4 juta ton. Yang belum 400.000 ton. Kapan itu kita tahu, kita rapat akhir Agustus lalu, bahwa masih ada 400.000 ton yang belum masuk, nah 1,4 juta ton sudah masuk."


Dengan demikian, ia menyayangkan apabila ada pihak yang menolak keputusan tersebut, terlebih penolakan itu muncul dari rekan-rekannya sesama pejabat pemerintah. Pasalnya, keputusan impor terakhir adalah pada 28 Maret 2018 dan sudah dilaksanakan.

"Nah kalau dibilang gudang penuh, iya karena impornya 1,4 juta ton. Pada akhir Agustus minggu ketiga, ada 2,2 juta ton, itu adalah 1,4 juta ton impor, artinya 800 ribu pembelian dalam negeri," ungkapnya.

"Jadi maksud saya yang diributkan, ada yang gak setuju impor, enggak ada lagi keputusan impor setelah itu, sedangkan dulu-dulu sudah jalan, dan diputuskan bersama, itu tidak ada yang tidak setuju, semua setuju karena semua sadar stok Bulog terlalu kecil."


Darmin pun kini mengaku masih mencari waktu untuk mempertemukan semua pelaksana urusan pangan ini.

"Saya tentu mencocokan waktu beliau-beliau ini agak susah. Sampai ada yang bilang malam, ada yang bilang sore jam 4. Karena yang terpenting Mentan, Mendag, Bulog, artinya akan ada penjelasan berikutnya bahwa itu semua hasil keputusan sama-sama dilaporkan ke wapres dan presiden."
(ray/ray) Next Article Kritik Darmin: Sejak 2005, Target Pajak Tak Pernah Tercapai!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular