
Kenapa Indonesia Impor Sampah?
Efrem Limsan Siregar, CNBC Indonesia
06 July 2019 18:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia belakangan ini kerap menerima limbah impor dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Australia, Prancis, Jerman dan Hong Kong. Namun, sampah tersebut akhirnya dipulangkan ke negara asal karena adanya muatan sampah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Sebenarnya kegiatan impor limbah tidak sepenuhnya salah, asalkan yang diimpor adalah limbah non-B3. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Beracun Berbahaya.
Dalam aturan itu disebutkan bahwa limbah non-B3 yang dapat diimpor hanya berupa sisa, reja (sisa buangan) dan scrap. Lebih lanjut, limbah non-B3 yang dimaksud juga tidak terkontaminasi limbah B3 atau limbah lainnya yang tidak diatur dalam Permendag Nomor 31 Tahun 2016.
Importir juga harus mengantongi persetujuan impor disertai lampiran surveyor agar dapat mengimpor sampah.
Namun aturan ini tak selamanya diindahkan seperti kasus yang terjadi di Batam, Kepulauan Riau. Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan mendapati adanya limbah B3 disusupkan masuk dalam kontainer yang berisi limbah non-B3.
"Pada saat pemeriksaan ada limbah B3 padahal dokumen persetujuan impor adalah non-B3," kata Kasi Humas Dirjen Bea Cukai Sudiro, Rabu (3/7/2019).
Akibat pelanggaran tersebut, Bea Cukai langsung memprosesnya untuk dikembalikan ke negara asal.
Alasan impor sampah ini tak terlepas pada kebutuhan bahan baku industri. Salah satu yang membutuhkannya adalah industri kertas. Industri ini memakai sampah kertas (waste paper) untuk kemudian diolah menjadi kertas baru.
Persoalan sampah impor ini menjadi perhatian lembaga Ecological Observation and Wet Conservation (Ecoton). Dalam sebuah hasil investigasi, Ecoton menemukan bahwa masuknya sampah kertas impor sebagai bahan baku kertas juga disertai sampah plastik
Ecoton mencatat setidaknya ada 12 pabrik kertas di Jawa Timur yang menggunakan bahan baku kertas bekas impor. Jenis sampah kertas scrap campuran kode HS 47079000 diduga menjadi jenis sampah yang disusupi sampah plastik karena merupakan jenis sampah campuran.
"Hasil investigasi Ecoton menunjukkan bahwa impor sampah kertas disusupi oleh kontaminan sampah rumah tangga, khususnya sampah plastik, dengan persentase mencapai 35%," kata Direktur Eksekutif Prigi Arisandi melalui rilis pers yang diterima CNBC Indonesia, Jumat (5/7/2019).
Peminat sampah impor juga meningkat pada 2018 lalu. Prigi mengatakan bahwa dari hasil analisis data Badan Pusat Statistik 2019, terlihat peningkatan impor sampah kertas yang masuk ke Jawa Timur sebesar 35% pada 2018 dibandingkan 2017. Impor sampah kertas pada 2018 mencapai 738.665 ton.
Di sisi lain, sampah plastik meninggalkan persoalan terhadap lingkungan hidup. Ia mengatakan, sebagian sampah remah plastik (plastic scrap) bernilai ekonomi rendah pada umumnya dibakar di permukiman masyarakat atau dibuang di bantaran sungai. Ini yang kemudian dapat mencemari udara, air, dan tanah di sekitar lokasi pengumpulan sampah.
Ecoton juga menemukan adanya aktivitas pembuangan jenis plastic scrap (plastik basah atau potongan kecil plastik dan kertas) yang didumping di bantaran sungai dan lingkungan penduduk yang tak terkelola dengan baik.
Pada Februari 2019, Ecoton menemukan pula serpihan mikroplastik berbentuk fiber, fragmen, dan lembaran pada buangan limbah cair dari 12 industri kertas.
Namun, Prigi optimistis kasus semacam ini tak akan terjadi ke depannya apabila ada pengetatan untuk memberikan persetujuan impor dari Kemendag dan pengawasan intens Bea Cukai pada impor sampah ini.
Ia juga pernah menyurati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2019 meminta agar kementerian yang dipimpin oleh Menteri Siti Nurbaya tersebut segera memperbaiki tata kelola impor sampah campuran.
Seberapa penting penerapan cukai plastik?
[Gambas:Video CNBC]
(tas) Next Article Streaming: Impor Sampah Diperketat, Industri Kertas Menjerit
Sebenarnya kegiatan impor limbah tidak sepenuhnya salah, asalkan yang diimpor adalah limbah non-B3. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Beracun Berbahaya.
Dalam aturan itu disebutkan bahwa limbah non-B3 yang dapat diimpor hanya berupa sisa, reja (sisa buangan) dan scrap. Lebih lanjut, limbah non-B3 yang dimaksud juga tidak terkontaminasi limbah B3 atau limbah lainnya yang tidak diatur dalam Permendag Nomor 31 Tahun 2016.
Importir juga harus mengantongi persetujuan impor disertai lampiran surveyor agar dapat mengimpor sampah.
Namun aturan ini tak selamanya diindahkan seperti kasus yang terjadi di Batam, Kepulauan Riau. Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan mendapati adanya limbah B3 disusupkan masuk dalam kontainer yang berisi limbah non-B3.
"Pada saat pemeriksaan ada limbah B3 padahal dokumen persetujuan impor adalah non-B3," kata Kasi Humas Dirjen Bea Cukai Sudiro, Rabu (3/7/2019).
Akibat pelanggaran tersebut, Bea Cukai langsung memprosesnya untuk dikembalikan ke negara asal.
Alasan impor sampah ini tak terlepas pada kebutuhan bahan baku industri. Salah satu yang membutuhkannya adalah industri kertas. Industri ini memakai sampah kertas (waste paper) untuk kemudian diolah menjadi kertas baru.
Persoalan sampah impor ini menjadi perhatian lembaga Ecological Observation and Wet Conservation (Ecoton). Dalam sebuah hasil investigasi, Ecoton menemukan bahwa masuknya sampah kertas impor sebagai bahan baku kertas juga disertai sampah plastik
Ecoton mencatat setidaknya ada 12 pabrik kertas di Jawa Timur yang menggunakan bahan baku kertas bekas impor. Jenis sampah kertas scrap campuran kode HS 47079000 diduga menjadi jenis sampah yang disusupi sampah plastik karena merupakan jenis sampah campuran.
"Hasil investigasi Ecoton menunjukkan bahwa impor sampah kertas disusupi oleh kontaminan sampah rumah tangga, khususnya sampah plastik, dengan persentase mencapai 35%," kata Direktur Eksekutif Prigi Arisandi melalui rilis pers yang diterima CNBC Indonesia, Jumat (5/7/2019).
![]() |
Peminat sampah impor juga meningkat pada 2018 lalu. Prigi mengatakan bahwa dari hasil analisis data Badan Pusat Statistik 2019, terlihat peningkatan impor sampah kertas yang masuk ke Jawa Timur sebesar 35% pada 2018 dibandingkan 2017. Impor sampah kertas pada 2018 mencapai 738.665 ton.
Di sisi lain, sampah plastik meninggalkan persoalan terhadap lingkungan hidup. Ia mengatakan, sebagian sampah remah plastik (plastic scrap) bernilai ekonomi rendah pada umumnya dibakar di permukiman masyarakat atau dibuang di bantaran sungai. Ini yang kemudian dapat mencemari udara, air, dan tanah di sekitar lokasi pengumpulan sampah.
Ecoton juga menemukan adanya aktivitas pembuangan jenis plastic scrap (plastik basah atau potongan kecil plastik dan kertas) yang didumping di bantaran sungai dan lingkungan penduduk yang tak terkelola dengan baik.
Namun, Prigi optimistis kasus semacam ini tak akan terjadi ke depannya apabila ada pengetatan untuk memberikan persetujuan impor dari Kemendag dan pengawasan intens Bea Cukai pada impor sampah ini.
Ia juga pernah menyurati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2019 meminta agar kementerian yang dipimpin oleh Menteri Siti Nurbaya tersebut segera memperbaiki tata kelola impor sampah campuran.
Seberapa penting penerapan cukai plastik?
[Gambas:Video CNBC]
(tas) Next Article Streaming: Impor Sampah Diperketat, Industri Kertas Menjerit
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular