Ini Plus-Minus Anak Muda Jika Jadi Menterinya Jokowi
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
03 July 2019 16:04

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengutarakan keinginannya untuk mengisi kursi menteri di periode pemerintahannya dengan anak-anak muda yang bertalenta.
Eksekutor handal yang paham sistem manajerial yang kompeten, dinamis, fleksibel, dan mampu mengikuti perubahan zaman dengan cepat adalah satu di antara kriteria yang diinginkan Jokowi.
Keinginan Jokowi dapat dipahami mengingat perkembangan ekonomi digital dalam beberapa tahun terakhir berubah secara signifikan. Jokowi ingin ada pemimpin di kementerian yang bisa membawa Indonesia mengarungi arus dinamika tersebut.
Beberapa contoh anak muda yang sukses sebut saja seperti Nadiem Makarim (Founder Go-Jek) dan Achmad Zaky (Founder Bukalapak). Mereka berhasil meraih kesuksesan dengan memanfaatkan derasnya arus perkembangan teknologi.
Meski demikian, memiliki menteri muda bukan berarti menjadi jawaban atas masalah yang ada. Terdapat plus minus apabila Jokowi benar-benar menunjuk menteri muda di kursi kabinet selanjutnya.
"Ada kekuatan dan kelemahannya," ungkap Kepala Ekonom BCA David Sumual saat berbincang dengan CNBC Indonesia, Rabu (3/7/2019).
Dari sisi manajerial, kata David, mungkin saja anak-anak muda yang telah membuktikan kualitasnya karena mampu mengatasi masalah perusahaan. Namun, sistem manajerial pemerintahan dan korporasi berbanding 180 derajat.
"Birokrasi pemerintah itu berbeda, karena ada unsur budaya, sosial dan politik. Dalam menghadapi suatu perubahan, setiap pandangan itu bisa berbeda. Itu hanya dari satu kementerian saja. Butuh pengalaman," kata David.
Kekhawatiran David tak lepas dari Data Kepegawaian Negara (BKN) per akhir 2018, yang menyebutkan bahwa jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia untuk kelompok umur 41 - 60 tahun masih mendominasi sebesar 2.896.821 orang atau 69,21% dari total PNS 4.185.503 orang.
"Ibaratnya ini sama dengan kurikulum tahun 1970, tapi dipakai sekarang. Tidak ada perubahan. Apakah siap aparaturnya kalau ada perubahan yang masif? Jadi memang harus siap dari aparaturnya untuk perubahan," jelas David.
Lantas, bagaimana keuntungan memiliki menteri muda? Menurut David, anak-anak muda yang jauh lebih mudah beradaptasi dengan kondisi sekitar bukan tidak mungkin mampu mencetuskan suatu kebijakan yang bisa menguntungkan Indonesia.
"Kalau anak muda itu mereka dinamis. Misalnya, mengenai investasi. Supaya lebih cepat, mereka bisa menggunakan teknologi terkini dan ini marak ada di mana-mana. Singapura itu izin bisa hitungan jam, kita masih hitungan hari," jelasnya.
David tak memungkiri, wajah menteri muda di lingkungan pemerintahan bisa mengubah sedikit paradigma pemerintah yang terbilang rigid. Namun, dia mengingatkan bahwa setiap perubahan memiliki konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan.
"Setiap ada perubahan itu, kita khawatir terjadi guncangan. Banyak sekali perubahan itu berimplikasi terhadap dampak politik. Perubahan harus dilakukan secara terukur, karena stabilitas itu penting," tegasnya.
(dru) Next Article Jajaran Menteri Termuda di Belahan Dunia, Umurnya 22 Tahun
Eksekutor handal yang paham sistem manajerial yang kompeten, dinamis, fleksibel, dan mampu mengikuti perubahan zaman dengan cepat adalah satu di antara kriteria yang diinginkan Jokowi.
Keinginan Jokowi dapat dipahami mengingat perkembangan ekonomi digital dalam beberapa tahun terakhir berubah secara signifikan. Jokowi ingin ada pemimpin di kementerian yang bisa membawa Indonesia mengarungi arus dinamika tersebut.
Meski demikian, memiliki menteri muda bukan berarti menjadi jawaban atas masalah yang ada. Terdapat plus minus apabila Jokowi benar-benar menunjuk menteri muda di kursi kabinet selanjutnya.
"Ada kekuatan dan kelemahannya," ungkap Kepala Ekonom BCA David Sumual saat berbincang dengan CNBC Indonesia, Rabu (3/7/2019).
Dari sisi manajerial, kata David, mungkin saja anak-anak muda yang telah membuktikan kualitasnya karena mampu mengatasi masalah perusahaan. Namun, sistem manajerial pemerintahan dan korporasi berbanding 180 derajat.
"Birokrasi pemerintah itu berbeda, karena ada unsur budaya, sosial dan politik. Dalam menghadapi suatu perubahan, setiap pandangan itu bisa berbeda. Itu hanya dari satu kementerian saja. Butuh pengalaman," kata David.
Kekhawatiran David tak lepas dari Data Kepegawaian Negara (BKN) per akhir 2018, yang menyebutkan bahwa jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia untuk kelompok umur 41 - 60 tahun masih mendominasi sebesar 2.896.821 orang atau 69,21% dari total PNS 4.185.503 orang.
"Ibaratnya ini sama dengan kurikulum tahun 1970, tapi dipakai sekarang. Tidak ada perubahan. Apakah siap aparaturnya kalau ada perubahan yang masif? Jadi memang harus siap dari aparaturnya untuk perubahan," jelas David.
Lantas, bagaimana keuntungan memiliki menteri muda? Menurut David, anak-anak muda yang jauh lebih mudah beradaptasi dengan kondisi sekitar bukan tidak mungkin mampu mencetuskan suatu kebijakan yang bisa menguntungkan Indonesia.
"Kalau anak muda itu mereka dinamis. Misalnya, mengenai investasi. Supaya lebih cepat, mereka bisa menggunakan teknologi terkini dan ini marak ada di mana-mana. Singapura itu izin bisa hitungan jam, kita masih hitungan hari," jelasnya.
David tak memungkiri, wajah menteri muda di lingkungan pemerintahan bisa mengubah sedikit paradigma pemerintah yang terbilang rigid. Namun, dia mengingatkan bahwa setiap perubahan memiliki konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan.
"Setiap ada perubahan itu, kita khawatir terjadi guncangan. Banyak sekali perubahan itu berimplikasi terhadap dampak politik. Perubahan harus dilakukan secara terukur, karena stabilitas itu penting," tegasnya.
(dru) Next Article Jajaran Menteri Termuda di Belahan Dunia, Umurnya 22 Tahun
Most Popular