Rapor 5 Tahun Kabinet Jokowi

Rapor Mentan Amran: Ekspor Mantap, Urusan Beras Kacau!

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
04 July 2019 13:49
Pertanian Loyo, Pertumbuhan Ekonomi Terancam
Foto: Presiden Jokowi Sambangi Pasar Pelem Gading Cilacap, Beli Beras hingga Tempe. (Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden)
Impor Bagai Dua Sisi Mata Uang

Sebenarnya, impor tidak sepenuhnya buruk. Dengan melakukan impor, ketersediaan pasokan bisa terjamin, sehingga lonjakan harga bisa dihindari. Ujung-ujungnya, konsumsi masyarakat bisa terus dipertahankan, bahkan meningkat.

Namun perlu diingat bahwa impor adalah langkah antisipatif. Langkah yang perlu diputuskan dengan cepat karena bahaya sudah di depan mata.

Ceritanya akan berbeda apabila pemerintah sudah menyadari akan kebutuhan pangan di masa depan yang tinggi. Harapannya, kapasitas produksi pangan sudah dipersiapkan sejak jauh hari. Jika masalah pertumbuhan produksi beras tidak dicari solusinya, maka sudah tentu impor akan menjadi hal yang tidak bisa dihindari.



Bagi perekonomian Indonesia, impor akan membebani neraca transaksi berjalan. Transaksi berjalan sendirimerupakan komponen penting dalam stabilitas ekonomi Tanah Air karena mencerminkan aliran valas yang hilir mudik dari sektor riil. 

Sebagai informasi, sudah sejak tahun 2011 CAD muncul dalam Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Sejak saat itu pula nilai tukar rupiah punya kecenderungan untuk melemah. Berkali-kali Presiden Jokowi juga telah mengungkapkan kekesalannya karena defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang tak kunjung bisa diselesaikan.

Pertumbuhan Ekonomi Jadi Taruhan

Selain berakibat pada impor yang tak terbendung, produksi tanaman pertanian yang loyo akan sangat berdampak sangat signifikan terhadap perekonomian secara luas.

Hal itu karena hingga akhir tahun 2018, 10,88% struktur Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia disumbang dari sektor pertanian. Itu juga merupakan yang terbesar keempat, hanya kalah dari industri, perdagangan, dan konstruksi. Alhasil, pertumbuhan ekonomi akan mendapat hambatan yang cukup kuat kala pertumbuhan pertanian tidak maksimal.



Sayangnya itulah yang terjadi selama ini. Sepanjang tahun 2015-2018, pertubuhan sektor pertanian hanya berkutat di kisaran 3%. Jauh lebih kecil dibanding total pertumbuhan ekonomi yang sekitar 5%.

Bahkan khusus untuk subsektor tanaman pangan kinerjanya lebih buruk lagi.

Sepanjang 2015-2018, pertumbuhan PDB di subsektor tanaman pangan terus mengalami penyusutan. Tahun 2018 pertumbuhan subsektor tanaman pangan hanya sebesar 1,48%.

Untuk itu, Jokowi tampaknya perlu memberi perhatian tambahan akan permasalahan pertanian pada periode kepemimpinan 2019-2024.  Jika tidak, akan banyak masalah yang sulit untuk dipecahkan mulai dari kemiskinan, CAD, hingga pertumbuhan ekonomi.



BERLANJUT KE HALAMAN 3>>>

(taa/dru)
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular