
Ini Alasan Pengusaha Ngebet UU Ketenagakerjaan Direvisi
S. Pablo I. Pareira, CNBC Indonesia
03 July 2019 13:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai Undang Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah waktunya direvisi.
Ketua Dewan Pertimbangan Apindo Sofjan Wanandi mengatakan, buruh maupun pengusaha sama-sama tidak menyukai UU Ketenagakerjaan ini.
Bagi pengusaha, UU ini menyebabkan tidak banyak yang mau berinvestasi di sektor industri padat karya (labor-intensive).
Ia menyebut UU itu terlalu kaku, contohnya aturan soal gaji yang ditetapkan kepala daerah (Gubernur, Bupati, atau Walikota). Selain itu, ada pula ketentuan pesangon yang begitu tinggi, mencapai 36 kali gaji untuk karyawan yang sudah bekerja di atas 10 tahun.
Akibatnya, pengusaha seringkali berkonflik dengan serikat buruh dan sebagian besar keluar dari sektor padat karya. Kalaupun masih ada pengusaha yang mau berinvestasi di padat karya, mereka lebih sedikit menggunakan karyawan dan menggantikannya dengan mesin-mesin (otomasi).
"Ini yang menurut saya tidak baik kalau kita mau menyelesaikan penggangguran di Indonesia, apalagi banyak sektor informal dan unskilled yang memerlukan kepastian di UU tersebut, terutama tentang buruh," ujar Sofjan dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Selasa (2/7/2019).
UU Ketenagakerjaan yang ada saat ini, menurut Sofjan, juga menyamarkan perbedaan kewajiban antara pemberi kerja di sektor industri kecil dan menengah (IKM/UMKM) dengan pemberi kerja di perusahaan besar.
"UKM kita nggak mungkin membayar upah yang sama dengan perusahaan besar, karena perusahaan besar juga lebih banyak skilled workers. Bayangkan hotel bintang lima dan bintang satu upahnya. Ini harus diperbaiki," jelas dia.
Sofjan mengatakan, Apindo bersama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) sudah lama berdiskusi dengan serikat buruh soal perlunya revisi UU Ketenagakerjaan.
Menurutnya, hanya 5-6 pasal dalam UU tersebut yang harus berubah, agar betul-betul bisa dicari komprominya supaya sektor unskilled dan IKM/UMKM bisa terbantu.
"Ini bisa diperbaiki karena kita sudah ada pemahaman bersama untuk memperbaiki, dan ada take and give-nya yang kami lakukan, dan sudah dibuat juga surveinya. Serikat buruh dan kita udah dikasi masukan, Kementerian Ketenagakerjaan juga sudah memberikan masukan, hanya butuh perubahan 5-6 pasal," jelasnya.
[Gambas:Video CNBC]
(hoi/hoi) Next Article UU Tenaga Kerja Diminta Direvisi, DPR Belum Terima Usulan
Ketua Dewan Pertimbangan Apindo Sofjan Wanandi mengatakan, buruh maupun pengusaha sama-sama tidak menyukai UU Ketenagakerjaan ini.
Bagi pengusaha, UU ini menyebabkan tidak banyak yang mau berinvestasi di sektor industri padat karya (labor-intensive).
Ia menyebut UU itu terlalu kaku, contohnya aturan soal gaji yang ditetapkan kepala daerah (Gubernur, Bupati, atau Walikota). Selain itu, ada pula ketentuan pesangon yang begitu tinggi, mencapai 36 kali gaji untuk karyawan yang sudah bekerja di atas 10 tahun.
Akibatnya, pengusaha seringkali berkonflik dengan serikat buruh dan sebagian besar keluar dari sektor padat karya. Kalaupun masih ada pengusaha yang mau berinvestasi di padat karya, mereka lebih sedikit menggunakan karyawan dan menggantikannya dengan mesin-mesin (otomasi).
"Ini yang menurut saya tidak baik kalau kita mau menyelesaikan penggangguran di Indonesia, apalagi banyak sektor informal dan unskilled yang memerlukan kepastian di UU tersebut, terutama tentang buruh," ujar Sofjan dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Selasa (2/7/2019).
UU Ketenagakerjaan yang ada saat ini, menurut Sofjan, juga menyamarkan perbedaan kewajiban antara pemberi kerja di sektor industri kecil dan menengah (IKM/UMKM) dengan pemberi kerja di perusahaan besar.
"UKM kita nggak mungkin membayar upah yang sama dengan perusahaan besar, karena perusahaan besar juga lebih banyak skilled workers. Bayangkan hotel bintang lima dan bintang satu upahnya. Ini harus diperbaiki," jelas dia.
Sofjan mengatakan, Apindo bersama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) sudah lama berdiskusi dengan serikat buruh soal perlunya revisi UU Ketenagakerjaan.
Menurutnya, hanya 5-6 pasal dalam UU tersebut yang harus berubah, agar betul-betul bisa dicari komprominya supaya sektor unskilled dan IKM/UMKM bisa terbantu.
"Ini bisa diperbaiki karena kita sudah ada pemahaman bersama untuk memperbaiki, dan ada take and give-nya yang kami lakukan, dan sudah dibuat juga surveinya. Serikat buruh dan kita udah dikasi masukan, Kementerian Ketenagakerjaan juga sudah memberikan masukan, hanya butuh perubahan 5-6 pasal," jelasnya.
[Gambas:Video CNBC]
(hoi/hoi) Next Article UU Tenaga Kerja Diminta Direvisi, DPR Belum Terima Usulan
Most Popular