Mari Resapi Kenapa #PecatBudiKarya Bisa Sampai Menggema
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
08 May 2019 12:50

Gonjang-Ganjing Tarif Ojek Online (Ojol)
Tak hanya tarif pesawat. Tarif ojek online pun dibuat bak roller coaster oleh Kementerian Perhubungan kita.
Atas dasar meningkatkan kesejahteraan pengemudi, Kementerian Perhubungan telah menetapkan tarif batas atas dan tarif batas bawah, serta tarif minimal untuk ojol. Penetapan tarif baru pun bervariasi dengan rincian sebagai berikut:
Zonasi I
Tarif Batas Bawah : Rp 1.850/Km
Tarif Batas Atas : Rp 2.300/Km
Biaya Jasa Minimal : Rp 7.000-Rp 10.000/Km
Zonasi II
Tarif Batas Bawah : Rp 2.000/Km
Tarif Batas Atas : Rp 2.500/Km
Biaya Jasa Minimal : Rp 8.000-Rp 10.000/Km
Zonasi III
Tarif Batas Bawah : Rp 2.100/Km
Tarif Batas Atas : Rp 2.600/Km
Biaya Jasa Minimal : Rp 7.000-Rp 10.000/Km
- Zonasi I adalah Sumatera, Bali, Jawa minus Jabodetabek
- Zonasi II adalah Jabodetabek
- Zonasi III adalah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara.
Dengan adanya tarif tersebut, pengemudi memang berpotensi meningkatkan pendapatan sekitar 30%. Namun begitu pula biaya yang harus dikeluarkan oleh pengguna. Dampaknya tentu saja akan menurunkan permintaan (demand). Bahkan salah satu aplikator ojol, Gojek, secara terang-terangan mengatakan bahwa terjadi penurunan permintaan yang membuat perusahaan tersebut sempat tidak lagi memakai tarif baru.
Sebagai informasi, seharusnya ada masa uji coba tarif baru selama satu minggu mulai tanggal 1 Mei 2019. Namun setelah tiga hari diterapkan, Gojek memutuskan memakai tarif lama tanggal 4 Mei 2019. Satu hari berselang, Gojek secara tiba-tiba mengumumkan penggunaan (lagi) tarif baru yang ditetapkan oleh pemerintah.
Artinya memang keputusan peningkatan tarif bukan hal yang mudah, baik bagi pengguna maupun aplikator. Di satu sisi memang penghasilan pengemudi berpotensi meningkat, karena harga yang dihasilkan dari satu perjalanan bisa bertambah.
Tapi perlu diingat bahwa dalam dunia usaha ada hubungan yang tidak searah antara permintaan dengan harga suatu produk. Bila harga yang ditetapkan jauh di atas harga keseimbangan (equilibrium), alih-alih keuntungan meningkat, yang ada malah rugi karena sepi permintaan.
Kecuali kalau memang tujuan kementerian adalah untuk mengalihkan pengguna transportasi ke moda yang lain, seperti busway, angkot, atau kereta.
Selain itu, tarif yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan juga hanya sebatas himbauan. Artinya aplikator memiliki kewenangan penuh atas tarif yang akan digunakan. Bila tidak mengikuti ketetapan pemerintah, ya tidak ada konsekuensi yang konkret.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/dru)
Tak hanya tarif pesawat. Tarif ojek online pun dibuat bak roller coaster oleh Kementerian Perhubungan kita.
Atas dasar meningkatkan kesejahteraan pengemudi, Kementerian Perhubungan telah menetapkan tarif batas atas dan tarif batas bawah, serta tarif minimal untuk ojol. Penetapan tarif baru pun bervariasi dengan rincian sebagai berikut:
Zonasi I
Tarif Batas Bawah : Rp 1.850/Km
Tarif Batas Atas : Rp 2.300/Km
Biaya Jasa Minimal : Rp 7.000-Rp 10.000/Km
Tarif Batas Bawah : Rp 2.000/Km
Tarif Batas Atas : Rp 2.500/Km
Biaya Jasa Minimal : Rp 8.000-Rp 10.000/Km
Zonasi III
Tarif Batas Bawah : Rp 2.100/Km
Tarif Batas Atas : Rp 2.600/Km
Biaya Jasa Minimal : Rp 7.000-Rp 10.000/Km
- Zonasi I adalah Sumatera, Bali, Jawa minus Jabodetabek
- Zonasi II adalah Jabodetabek
- Zonasi III adalah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara.
Dengan adanya tarif tersebut, pengemudi memang berpotensi meningkatkan pendapatan sekitar 30%. Namun begitu pula biaya yang harus dikeluarkan oleh pengguna. Dampaknya tentu saja akan menurunkan permintaan (demand). Bahkan salah satu aplikator ojol, Gojek, secara terang-terangan mengatakan bahwa terjadi penurunan permintaan yang membuat perusahaan tersebut sempat tidak lagi memakai tarif baru.
Sebagai informasi, seharusnya ada masa uji coba tarif baru selama satu minggu mulai tanggal 1 Mei 2019. Namun setelah tiga hari diterapkan, Gojek memutuskan memakai tarif lama tanggal 4 Mei 2019. Satu hari berselang, Gojek secara tiba-tiba mengumumkan penggunaan (lagi) tarif baru yang ditetapkan oleh pemerintah.
Artinya memang keputusan peningkatan tarif bukan hal yang mudah, baik bagi pengguna maupun aplikator. Di satu sisi memang penghasilan pengemudi berpotensi meningkat, karena harga yang dihasilkan dari satu perjalanan bisa bertambah.
Tapi perlu diingat bahwa dalam dunia usaha ada hubungan yang tidak searah antara permintaan dengan harga suatu produk. Bila harga yang ditetapkan jauh di atas harga keseimbangan (equilibrium), alih-alih keuntungan meningkat, yang ada malah rugi karena sepi permintaan.
Kecuali kalau memang tujuan kementerian adalah untuk mengalihkan pengguna transportasi ke moda yang lain, seperti busway, angkot, atau kereta.
Selain itu, tarif yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan juga hanya sebatas himbauan. Artinya aplikator memiliki kewenangan penuh atas tarif yang akan digunakan. Bila tidak mengikuti ketetapan pemerintah, ya tidak ada konsekuensi yang konkret.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/dru)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular