Pemerintahan Jokowi Dinilai Belum Optimal Dukung Energi Baru

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
07 February 2019 17:21
Pemerintahan Jokowi disebut belum optimal dukung energi baru dan terbarukan
Foto: Dok. ESDM
Jakarta, CNBC Indonesia- Pemerintahan Jokowi dinilai belum akomodatif terhadap pengembangan energi baru dan terbarukan. Regulasi yang ada belum banyak yang mendukung hal tersebut.

Demikian disampaikan oleh Kepala Kajian Lingkungan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI Alin Halimatussadiah dalam acara diskusi di Jakarta, Kamis (7/2/2019).



Lebih lanjut, ia mengatakan, kebijakan pengembangan EBT pada dasarnya tergantung dari political will. Memang, investasi di awal akan dirasa berat dan mahal, tetapi EBT memiliki biaya perawatan yang akan semakin murah ke depannya, dibandingkan dengan biaya perawatan bahan bakar fosil.

"Mengembangan EBT itu kita lebih untung kalau kita lakukan transisi dan sangat besar kerugiannya kalau tetap bertahan di fosil, baik jangka pendek maupun jangka panjang," tutur Alin.

Menurutnya, perlu pemetaan situs yang spesifik dalam mengembangkan EBT. Misalnya, di NTT mungkin bisa membangun PLTS, di pegunungan bisa pembangkit listrik hydro dan geothermal, dan sebagainya.

Selain itu, masalah pendanaan juga menjadi hambatan. Pasalnya, lembaga jasa keuangan belum familiar dengan industri EBT, termasuk pemain di industrinya sendiri.

"Kita punya potensi besar tapi masih sangat sedikit pemanfaatannya. Tapi kalau tidak dimulai sekarang kita tidak berkembang," pungkasnya.

Sebelumnya, pengembangan energi terbarukan pada 2018 dinilai tidak mengalami kemajuan yang signifikan. Dalam laporan yang dirilis oleh Institute for Essential Services Reform (IESR), menyoroti mandeknya kapasitas terpasang baru dari pembangkit listrik energi terbarukan dalam tiga tahun terakhir.

Laporan yang bertajuk Indonesia Clean Energy Outlook: Reviewing 2018, Outlooking 2019 ini bahkan memperkirakan prospek energi terbarukan 2019 akan lebih suram, setidaknya hingga semester pertama 2019.

Pemerintahan Jokowi Dinilai Belum Optimal Dukung Energi Baru Foto: Aristya Rahadian Krisabella


Kajian IESR itu memperkirakan proyek energi terbarukan seperti panas bumi, angin, matahari dan biomassa akan tetap stagnan hingga tahun depan. Pengembangan panas bumi akan terbatas pada kegiatan survei dan pra-eksplorasi untuk mengumpulkan data. Pengembangan proyek energi terbarukan akan terbatas sektor tertentu.

Adapun, untuk PLTS atap (Solar PV) yang berpotensi untuk dikembangkan hingga 1 GW per tahun akan tumbuh secara melambat terutama untuk pelanggan kalangan rumah tangga. Fabby menilai, keluarnya Peraturan Menteri ESDM No. 49/2018 telah menurunkan minat pelanggan PLN yang potensial khususnya perumahan dan industri.

"Untuk pembangkit listrik tenaga angin, utilitasnya juga akan melambat tahun depan, karena kerangka peraturan, masalah jaringan dan kesiapan PLN untuk mengatasi daya intermiten," kata Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa dalam Indonesia Clean Energy Dialogue, di Jakarta, Rabu (19/12/2018).
(gus) Next Article Ini Strategi Pemerintah Kejar Target EBT 23% di 2025

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular