
'Kemiskinan Masih Jauh dari Target, Tak Perlu Dibanggakan'
Iswari Anggit, CNBC Indonesia
17 January 2019 18:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam rapat Komisi XI DPR, Rabu (16/1/2019), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro, menyampaikan bahwa pemerintah telah berhasil menurunkan angka kemiskinan menjadi 9,66% per September 2018. Angka ini turun 0,46% dibandingkan September 2017.
Angka kemiskinan tersebut merupakan yang terendah sepanjang sejarah dan untuk kedua kalinya hanya dalam single digit (di bawah 10%).
Meskipun demikian, ada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tidak puas dan menganggap kalau penurunan angka kemiskinan saat ini bukan sebuah prestasi. Anggota DPR tersebut ialah Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Ekonomi dan Keuangan Ecky Awal Mucharam.
Melalui pers rilis yang beredar pada Jumat (17/1/2019), Ecky menilai bahwa penurunan angka kemiskinan sangat kecil dan pemerintah belum mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
"Pemerintah telah menargetkan persentase penduduk miskin turun pada akhir 2019 menjadi 6-8%. Jadi kondisi saat ini masih jauh dari target dan ini bukan sebuah prestasi yang bisa dibanggakan."
Ecky mengungkapkan kalau alokasi anggaran untuk program pemberantasan kemiskinan bahkan sudah dinaikkan dua kali lipat. Dengan lonjakan anggaran tersebut, capaian pemerintah dalam menurunkan angka kemiskinan bahkan tidak mendekati target.
"Terlebih kita melalui DPR juga sudah alokasikan anggaran yang sangat besar, tetapi pemerintah belum efektif bekerja. Bisa disimpulkan bahwa pemerintah gagal mencapai target penurunan kemiskinan", tegasnya menanggapi rilis penurunan kemiskinan BPS yang baru saja dilansir.
Sebagai informasi, alokasi anggaran untuk bantuan sosial (bansos) tahun 2018 mencapai Rp 78,2 triliun atau naik 41% dibanding tahun sebelumnya. Ecky menyebut bahwa alokasi anggaran bansos ini yang paling tinggi pada masa pemerintahan Jokowi-JK. Bahkan, pihaknya menganggap kalau kenaikkan alokasi anggaran bansos terjadi untuk kepentingan politik semata, mengingat saat ini sudah memasuki masa pemilu.
"Yang mengkhawatirkan kalau politik bansos hanya menjelang pemilu maka pengentasan kemiskinan kita bersifat semu. Jika anggaran bansos berkurang, otomatis jumlah rakyat miskin akan kembali naik. Jadi kita harus mencari strategi yang lebih fundamental dan berkelanjutan," kata Ecky.
Lebih jauh lagi, fraksi parpol pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut dua tersebut menyebutkan bahwa kinerja pemerintah saat ini dalam menurunkan angka kemiskinan juga lebih buruk dari pemerintahan sebelumnya.
"Jadi secara data menunjukkan bahwa kapasitas pemerintah saat ini dalam menurunkan kemiskinan lebih rendah. Garis kemiskinannya juga masih rendah Rp 410.000 per kapita per bulan atau Rp13.700 per hari. Jadi masih memprihatinkan dan tidak perlu diglorifikasi sebagai kinerja hebat pemerintah," pungkasnya.
[Gambas:Video CNBC]
(dru) Next Article Sumber Kemiskinan RI, dari Beras sampai Rokok
Angka kemiskinan tersebut merupakan yang terendah sepanjang sejarah dan untuk kedua kalinya hanya dalam single digit (di bawah 10%).
Meskipun demikian, ada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tidak puas dan menganggap kalau penurunan angka kemiskinan saat ini bukan sebuah prestasi. Anggota DPR tersebut ialah Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Ekonomi dan Keuangan Ecky Awal Mucharam.
"Pemerintah telah menargetkan persentase penduduk miskin turun pada akhir 2019 menjadi 6-8%. Jadi kondisi saat ini masih jauh dari target dan ini bukan sebuah prestasi yang bisa dibanggakan."
Ecky mengungkapkan kalau alokasi anggaran untuk program pemberantasan kemiskinan bahkan sudah dinaikkan dua kali lipat. Dengan lonjakan anggaran tersebut, capaian pemerintah dalam menurunkan angka kemiskinan bahkan tidak mendekati target.
"Terlebih kita melalui DPR juga sudah alokasikan anggaran yang sangat besar, tetapi pemerintah belum efektif bekerja. Bisa disimpulkan bahwa pemerintah gagal mencapai target penurunan kemiskinan", tegasnya menanggapi rilis penurunan kemiskinan BPS yang baru saja dilansir.
Sebagai informasi, alokasi anggaran untuk bantuan sosial (bansos) tahun 2018 mencapai Rp 78,2 triliun atau naik 41% dibanding tahun sebelumnya. Ecky menyebut bahwa alokasi anggaran bansos ini yang paling tinggi pada masa pemerintahan Jokowi-JK. Bahkan, pihaknya menganggap kalau kenaikkan alokasi anggaran bansos terjadi untuk kepentingan politik semata, mengingat saat ini sudah memasuki masa pemilu.
"Yang mengkhawatirkan kalau politik bansos hanya menjelang pemilu maka pengentasan kemiskinan kita bersifat semu. Jika anggaran bansos berkurang, otomatis jumlah rakyat miskin akan kembali naik. Jadi kita harus mencari strategi yang lebih fundamental dan berkelanjutan," kata Ecky.
Lebih jauh lagi, fraksi parpol pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut dua tersebut menyebutkan bahwa kinerja pemerintah saat ini dalam menurunkan angka kemiskinan juga lebih buruk dari pemerintahan sebelumnya.
"Jadi secara data menunjukkan bahwa kapasitas pemerintah saat ini dalam menurunkan kemiskinan lebih rendah. Garis kemiskinannya juga masih rendah Rp 410.000 per kapita per bulan atau Rp13.700 per hari. Jadi masih memprihatinkan dan tidak perlu diglorifikasi sebagai kinerja hebat pemerintah," pungkasnya.
[Gambas:Video CNBC]
(dru) Next Article Sumber Kemiskinan RI, dari Beras sampai Rokok
Most Popular