
DPR Kritik RS yang Tak Layani Pasien BPJS Kesehatan
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
09 January 2019 17:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Komisi IX DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, angkat bicara perihal akreditasi RS yang ramai dibicarakan. Persoalan tersebut sempat berdampak pada penghentian layanan terhadap pasien BPJS Kesehatan awal 2019 ini.
Menurutnya, ketentuan akreditasi sudah sewajarnya ditaati setiap fasilitas kesehatan. "Kalau dia merasa terbebankan dengan sistem akreditasi ya jangan jadi rumah sakit, ambil klinik saja. Sehingga pasien bisa tidak sebanyak rumah sakit," urainya usai rapat bersama Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan di Komisi IX DPR RI, Rabu (9/1/2019).
Terkait proses akreditasi, termasuk pembiayaan yang dibebankan kepada RS, Dede juga menyebut seharusnya tidak ada kendala. Dikatakan, biaya survei akreditasi rata-rata Rp 80 juta.
Nominal tersebut, lanjut dia, tidak sebanding dengan penghasilan RS yang rata-rata miliaran. Dia justru mempertanyakan keseriusan RS itu sendiri.
"Tapi masalahnya mau nggak dia keluarkan biaya itu. Itu biaya survei. Kalau di dalam survei ditemukan misalnya jalan ke emergency-nya kurang besar sehingga buat masuk susah kan berarti dia harus merombak, membesarkan," urainya.
"Itu salah satunya, nah biaya membongkar ini yang bisa sampai ratusan juta. Dan banyak dari pemilik RS merasa, ah nanti saja toh ini juga masih bisa jalan. Itu yang sebetulnya issue kita hari ini," lanjutnya.
Dalam kesempatan itu, sejumlah asosiasi pengusaha RS juga mengaku, banyak anggotanya yang tidak menaati ketentuan akreditasi. Dalam konteks ini, Dede berpihak kepada BPJS Kesehatan yang menurutnya tidak salah.
"Malah BPJS kesehatan sudah memberi tenggang waktu 6 bulan saat ini, agar jangan sampai ada masyarakat yang terabaikan. Tapi masyarakat juga harus memahami, makanya kami minta sosialisasi," tandasnya.
Dia juga tidak ingin masyarakat salah memahami sehingga kecewa terhadap layanan RS. Dikatakan, harus ada pengumuman bahwa rumah sakit ini sedang dalam proses akreditasi.
"Jadi sampai Juni harus menyelesaikan akreditasi. Sehingga pasien di situ bisa tahu dan ambil pertimbangan kalau mau pindah rumah sakit, dan itu haknya pasien, jangan sampai dibuang di tengah jalan," pungkasnya.
[Gambas:Video CNBC]
(roy/roy) Next Article Dana Bailout Cair, BPJS Kesehatan Bayarkan Klaim Rumah Sakit
Menurutnya, ketentuan akreditasi sudah sewajarnya ditaati setiap fasilitas kesehatan. "Kalau dia merasa terbebankan dengan sistem akreditasi ya jangan jadi rumah sakit, ambil klinik saja. Sehingga pasien bisa tidak sebanyak rumah sakit," urainya usai rapat bersama Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan di Komisi IX DPR RI, Rabu (9/1/2019).
Terkait proses akreditasi, termasuk pembiayaan yang dibebankan kepada RS, Dede juga menyebut seharusnya tidak ada kendala. Dikatakan, biaya survei akreditasi rata-rata Rp 80 juta.
"Itu salah satunya, nah biaya membongkar ini yang bisa sampai ratusan juta. Dan banyak dari pemilik RS merasa, ah nanti saja toh ini juga masih bisa jalan. Itu yang sebetulnya issue kita hari ini," lanjutnya.
Dalam kesempatan itu, sejumlah asosiasi pengusaha RS juga mengaku, banyak anggotanya yang tidak menaati ketentuan akreditasi. Dalam konteks ini, Dede berpihak kepada BPJS Kesehatan yang menurutnya tidak salah.
"Malah BPJS kesehatan sudah memberi tenggang waktu 6 bulan saat ini, agar jangan sampai ada masyarakat yang terabaikan. Tapi masyarakat juga harus memahami, makanya kami minta sosialisasi," tandasnya.
Dia juga tidak ingin masyarakat salah memahami sehingga kecewa terhadap layanan RS. Dikatakan, harus ada pengumuman bahwa rumah sakit ini sedang dalam proses akreditasi.
"Jadi sampai Juni harus menyelesaikan akreditasi. Sehingga pasien di situ bisa tahu dan ambil pertimbangan kalau mau pindah rumah sakit, dan itu haknya pasien, jangan sampai dibuang di tengah jalan," pungkasnya.
[Gambas:Video CNBC]
(roy/roy) Next Article Dana Bailout Cair, BPJS Kesehatan Bayarkan Klaim Rumah Sakit
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular