
Isu CPO Sempat Hambat 8 Tahun Negosiasi IE-CEPA
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
16 December 2018 19:14

Jakarta, CNBC Indonesia - Perjanjian bertajuk Indonesia - EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA) ternyata melalui jalan terjal sebelum diteken pada Minggu (16/12/2018) di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menjelaskan proses negosiasi dengan lima negara anggota EFTA, yaitu Swiss, Liechtenstein, Islandia, dan Norwegia berlangsung selama delapan tahun. Bahkan, kampanye negara dunia internasional terhadap komoditas minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sempat menjadi batu ganjalan.
"Sebenarnya hambatan utama yang membuat lama adalah mereka menahan sawit, CPO kita. Untuk itu saya juga menahan salmonnya, dari Norwegia terutama," kata Enggar.
Menteri Perdagangan Swiss, Schneider-Ammann yang juga koordinator EFTA menjembatani persoalan tersebut. Enggar menyebut polemik penolakan CPO akhirnya diabaikan untuk sementara, sembari proses negosiasi berlangsung membahas hal lain yang juga bersubstansi.
Di ujung waktu negosiasi, ketika hampir semua poin kesepakatan diterima semua pihak, RI kembali mengungkit CPO. Enggar menegaskan tim negosiator RI bahkan sempat mengancam membatalkan semua proses negosiasi jika CPO tetap tidak dapat diterima dalam dokumen perjanjian.
"Saya bilang ini perjalanan sudah banyak, dua-duanya saling menguntungkan. Kalau Anda tidak buka sawit kita, sudah kita lupakan lah apa yang kita jalankan, ini akan sia-sia. Padahal ada potensi positif, pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan kerja, dan berbagai hal," tandasnya.
Enggar menyebut persoalan CPO merupakan hal yang prinsipil. Dikatakan, terdapat 16,5 juta rakyat dan petani RI yang tergantung hidupnya dari sawit. Karena itu, Enggar sempat mengajak para negara yang berunding untuk membandingkan sawit dengan komoditas lain.
"Kalau kita bicara sustainability-nya, mari kita bandingkan dengan komoditi lain, berapa besar hutan yang dipangkas, yang terjadi deforestasi untuk vegetable oil. Dengan parameter yang sama kita ambil sikap di dunia ini silakan, setuju saya termasuk sawit, tapi jangan spesifik sawit," bebernya.
"Nah sama juga saya sampaikan, kenapa kita membiarkan susu dan daging. Karena dia membutuhkan lahan yang lebih besar. Kenapa Anda biarkan itu?" tambahnya.
Proses tersebut berlangsung hingga melalui sejumlah seminar internasional. Alhasil, upaya RI membuahkan kabar gembira, CPO RI dapat turut diperdagangkan secara bebas.
"Maka akses sawit ke Norwegia bebas. Untuk itu saya bilang salmon silakan masuk. Siapa sih di sini yang mau makan salmon, adanya paling di five star hotel. Saya enggak ada soal," pungkasnya.
(prm) Next Article IE-CEPA Diteken, Mendag: Kita Punya Potensi Investasi Besar
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menjelaskan proses negosiasi dengan lima negara anggota EFTA, yaitu Swiss, Liechtenstein, Islandia, dan Norwegia berlangsung selama delapan tahun. Bahkan, kampanye negara dunia internasional terhadap komoditas minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sempat menjadi batu ganjalan.
"Sebenarnya hambatan utama yang membuat lama adalah mereka menahan sawit, CPO kita. Untuk itu saya juga menahan salmonnya, dari Norwegia terutama," kata Enggar.
Di ujung waktu negosiasi, ketika hampir semua poin kesepakatan diterima semua pihak, RI kembali mengungkit CPO. Enggar menegaskan tim negosiator RI bahkan sempat mengancam membatalkan semua proses negosiasi jika CPO tetap tidak dapat diterima dalam dokumen perjanjian.
"Saya bilang ini perjalanan sudah banyak, dua-duanya saling menguntungkan. Kalau Anda tidak buka sawit kita, sudah kita lupakan lah apa yang kita jalankan, ini akan sia-sia. Padahal ada potensi positif, pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan kerja, dan berbagai hal," tandasnya.
![]() |
Enggar menyebut persoalan CPO merupakan hal yang prinsipil. Dikatakan, terdapat 16,5 juta rakyat dan petani RI yang tergantung hidupnya dari sawit. Karena itu, Enggar sempat mengajak para negara yang berunding untuk membandingkan sawit dengan komoditas lain.
"Kalau kita bicara sustainability-nya, mari kita bandingkan dengan komoditi lain, berapa besar hutan yang dipangkas, yang terjadi deforestasi untuk vegetable oil. Dengan parameter yang sama kita ambil sikap di dunia ini silakan, setuju saya termasuk sawit, tapi jangan spesifik sawit," bebernya.
"Nah sama juga saya sampaikan, kenapa kita membiarkan susu dan daging. Karena dia membutuhkan lahan yang lebih besar. Kenapa Anda biarkan itu?" tambahnya.
Proses tersebut berlangsung hingga melalui sejumlah seminar internasional. Alhasil, upaya RI membuahkan kabar gembira, CPO RI dapat turut diperdagangkan secara bebas.
"Maka akses sawit ke Norwegia bebas. Untuk itu saya bilang salmon silakan masuk. Siapa sih di sini yang mau makan salmon, adanya paling di five star hotel. Saya enggak ada soal," pungkasnya.
(prm) Next Article IE-CEPA Diteken, Mendag: Kita Punya Potensi Investasi Besar
Most Popular