
Jonan Buka-Bukaan Soal Harga BBM 2019, Bakal Naik?
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
14 December 2018 20:17

Jakarta, CNBC Indonesia- Fluktuasi harga minyak dunia kerap bikin pemerintah deg-degan. Masalahnya, jika harga minyak mentah naik akan berdampak ke hitung-hitungan harga BBM di dalam negeri.
Dalam wawancara khusus bersama CNBC Indonesia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan buka-bukaan soal posisi pemerintah terhadap harga BBM dan kenaikan harga minyak dunia.
Ia memaparkan, tidak ada yang bisa memprediksi secara pasti untuk harga minyak di 2019. Tahun ini saja misalnya, saat ini harga minyak Brent di kisaran US$ 60 per barel. Sementara, dua bulan lalu bisa mencapai level US$ 86 per barel. "Ini artinya turun 25% lebih, ke depan kami lihat harapannya Brent di US$ 60-an, kalau begitu ICP di 54-55 per barel," ujarnya, Jumat (14/12/2018).
Dengan ICP di kisaran US$ 53 - 55 per barel, menurutnya masih aman. Sebab, Ia menjelaskan dengan harga premium RON 88 di Rp 6.450 per liter saat ini adalah untuk ICP di US$ 50 atau US$ 52 per barel. "Jadi bedanya sudah tidak banyak sekitar 5% plus minus, solar disubsidi juga tapi tidak sebesar sekarang ini," jelasnya.
Meski ada kekhawatiran harga minyak akan meroket akibat OPEC putuskan pemangkasan produksi hingga 1,2 juta barel sehari, namun ini dikompensasi dengan prestasi Amerika Serikat yang akhirnya setelah 75 tahun kini berhasil jadi net eksportir. "Jadi tidak mungkin harga minyak loncat lagi ke depan," Jonan meyakini.
Dengan fluktuasi seperti ini, apa artinya pemerintah masih menahan harga BBM atau sebaliknya?
Jonan mengatakan, jika ICP di bawah US$ 55 per barel tidak perlu dinaikkan harga bensin premium RON 88. Namun jika di atas itu, pertimbangan pemerintah berikutnya adalah daya beli masyarakat. Ini yang ditekankan.
"Jadi bukan semata presiden atau apa, ini pemerintah lihatnya daya beli. Gasoline 88 ini, kalau daya beli masyarakat naik mungkin bisa disesuaikan," kata dia.
Ia juga menjelaskan dengan ICP kisaran US$ 53 -55 per barel, penjualan Premium kemungkinan bisa menggerus laba Pertamina hingga Rp 1 triliun atau Rp 2 triliun. "Tapi kan bisa untung Rp 30 triliun, jadi tidak seberapa," jelasnya.
(gus/wed) Next Article Jonan: Pemerintah Tak Naikkan Harga BBM Dalam Waktu Dekat
Dalam wawancara khusus bersama CNBC Indonesia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan buka-bukaan soal posisi pemerintah terhadap harga BBM dan kenaikan harga minyak dunia.
Ia memaparkan, tidak ada yang bisa memprediksi secara pasti untuk harga minyak di 2019. Tahun ini saja misalnya, saat ini harga minyak Brent di kisaran US$ 60 per barel. Sementara, dua bulan lalu bisa mencapai level US$ 86 per barel. "Ini artinya turun 25% lebih, ke depan kami lihat harapannya Brent di US$ 60-an, kalau begitu ICP di 54-55 per barel," ujarnya, Jumat (14/12/2018).
Meski ada kekhawatiran harga minyak akan meroket akibat OPEC putuskan pemangkasan produksi hingga 1,2 juta barel sehari, namun ini dikompensasi dengan prestasi Amerika Serikat yang akhirnya setelah 75 tahun kini berhasil jadi net eksportir. "Jadi tidak mungkin harga minyak loncat lagi ke depan," Jonan meyakini.
Dengan fluktuasi seperti ini, apa artinya pemerintah masih menahan harga BBM atau sebaliknya?
Jonan mengatakan, jika ICP di bawah US$ 55 per barel tidak perlu dinaikkan harga bensin premium RON 88. Namun jika di atas itu, pertimbangan pemerintah berikutnya adalah daya beli masyarakat. Ini yang ditekankan.
"Jadi bukan semata presiden atau apa, ini pemerintah lihatnya daya beli. Gasoline 88 ini, kalau daya beli masyarakat naik mungkin bisa disesuaikan," kata dia.
Ia juga menjelaskan dengan ICP kisaran US$ 53 -55 per barel, penjualan Premium kemungkinan bisa menggerus laba Pertamina hingga Rp 1 triliun atau Rp 2 triliun. "Tapi kan bisa untung Rp 30 triliun, jadi tidak seberapa," jelasnya.
(gus/wed) Next Article Jonan: Pemerintah Tak Naikkan Harga BBM Dalam Waktu Dekat
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular