
Akhir Tahun, Laba Pertamina Mungkin Cuma Rp 3,5 Triliun
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
06 December 2018 08:25

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) hanya membukukan laba bersih sebesar Rp 5 triliun sampai pada kuartal III-2018, menurut paparan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Perolehan tersebut merosot jauh dibanding capaian di 2017 lalu. Laba tercatat merosot sekitar 81% dibanding yang bisa dicapai perseroan di periode yang sama tahun lalu ketika perusahaan membukukan laba US$ 1,99 miliar atau setara Rp 26,8 triliun. Sedangkan dalam setahun lalu perseroan bisa membukukan laba hingga Rp 35 triliun.
Pengamat energi dan pertambangan Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menuturkan menurut perhitungannya, jika diakumulasi, laba bersih Pertamina sampai akhir tahun nanti mungkin hanya Rp 3,5 triliun.
Fahmy menilai harga minyak dunia yang turun tajam menjadi salah satu faktor penyebabnya.
"Menurut perhitungan saya, sampai dengan akhir tahun malah akan turun laba Pertamina pada kisaran Rp 3,5 triliun karena harga minyak dunia turun hingga US$51 per barel," ujar Fahmy kepada CNBC Indonesia ketika dihubungi Kamis (6/12/2018).
Memang, lanjut Fahmy, penurunan harga ini dilema untuk Pertamina. Di satu sisi, hal ini bisa menurunkan pendapatan dan laba bersih BUMN migas tersebut, tetapi di sisi lain juga mampu meringankan beban perusahaan sehingga mengurangi potential loss yang akan dialami Pertamina.
"Tahun depan bisa lebih baik lagi kinerja keuangannya karena ada faktor harga minyak dunia yang turun juga," jelasnya.
Fahmy sebelumnya juga menyebutkan ada beberapa hal yang menjadi penyebab laba bersih perusahaan merosot tajam. Pertama, BUMN migas tersebut harus menanggung potential loss sebagai akibat dari kenaikan harga minyak dunia tetapi harga jual bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi tidak naik.
Selain potential loss, lanjut Fahmy, produksi hulu migas di semua blok, ONWJ, Mahakam, dan lain-lain, rata-rata turun di bawah target APBN.
"Yang ketiga, efisiensi Pertamina itu sangat rendah, banyak pemborosan dalam pengeluaran biaya," ujar Fahmy, hari Rabu.
Hal serupa juga disampaikan oleh pengamat energi Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto. Ia menuturkan kemungkinan utama penyebab turunnya laba tersebut terkait dengan kebijakan harga BBM yang ditetapkan pemerintah.
"Juga terkait kebutuhan belanja modalnya yang meningkat untuk investasi di blok-blok migas yang baru dikelolanya," ujar Pri Agung hari Rabu.
Kendati demikian, Pri belum bisa memberikan perhitungan akan sampai berapa perolehan laba dan pendapatan perusahaan sampai akhir tahun nanti. Pri mengatakan, hal itu di luar dari kapasitasnya.
(prm) Next Article Pertamina Klaim Laba Meroket 120% Pada Semester 1 2019
Perolehan tersebut merosot jauh dibanding capaian di 2017 lalu. Laba tercatat merosot sekitar 81% dibanding yang bisa dicapai perseroan di periode yang sama tahun lalu ketika perusahaan membukukan laba US$ 1,99 miliar atau setara Rp 26,8 triliun. Sedangkan dalam setahun lalu perseroan bisa membukukan laba hingga Rp 35 triliun.
Pengamat energi dan pertambangan Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menuturkan menurut perhitungannya, jika diakumulasi, laba bersih Pertamina sampai akhir tahun nanti mungkin hanya Rp 3,5 triliun.
"Menurut perhitungan saya, sampai dengan akhir tahun malah akan turun laba Pertamina pada kisaran Rp 3,5 triliun karena harga minyak dunia turun hingga US$51 per barel," ujar Fahmy kepada CNBC Indonesia ketika dihubungi Kamis (6/12/2018).
Memang, lanjut Fahmy, penurunan harga ini dilema untuk Pertamina. Di satu sisi, hal ini bisa menurunkan pendapatan dan laba bersih BUMN migas tersebut, tetapi di sisi lain juga mampu meringankan beban perusahaan sehingga mengurangi potential loss yang akan dialami Pertamina.
"Tahun depan bisa lebih baik lagi kinerja keuangannya karena ada faktor harga minyak dunia yang turun juga," jelasnya.
![]() |
Fahmy sebelumnya juga menyebutkan ada beberapa hal yang menjadi penyebab laba bersih perusahaan merosot tajam. Pertama, BUMN migas tersebut harus menanggung potential loss sebagai akibat dari kenaikan harga minyak dunia tetapi harga jual bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi tidak naik.
Selain potential loss, lanjut Fahmy, produksi hulu migas di semua blok, ONWJ, Mahakam, dan lain-lain, rata-rata turun di bawah target APBN.
"Yang ketiga, efisiensi Pertamina itu sangat rendah, banyak pemborosan dalam pengeluaran biaya," ujar Fahmy, hari Rabu.
Hal serupa juga disampaikan oleh pengamat energi Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto. Ia menuturkan kemungkinan utama penyebab turunnya laba tersebut terkait dengan kebijakan harga BBM yang ditetapkan pemerintah.
"Juga terkait kebutuhan belanja modalnya yang meningkat untuk investasi di blok-blok migas yang baru dikelolanya," ujar Pri Agung hari Rabu.
Kendati demikian, Pri belum bisa memberikan perhitungan akan sampai berapa perolehan laba dan pendapatan perusahaan sampai akhir tahun nanti. Pri mengatakan, hal itu di luar dari kapasitasnya.
(prm) Next Article Pertamina Klaim Laba Meroket 120% Pada Semester 1 2019
Most Popular