
Laba Pertamina Cuma Rp5 T, Tahun 2019 Bisa Membaik?
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
05 December 2018 10:30

Jakarta, CNBC Indonesia- PT Pertamina (Persero) hanya membukukan laba bersih sebesar Rp 5 triliun sampai pada kuartal III-2018. Angka ini didapatkan dari paparan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Perolehan tersebut merosot jauh dibanding capaian di 2017 lalu. Laba tercatat merosot sekitar 81% dibanding yang bisa dicapai perseroan di periode serupa tahun lalu, ketika perusahaan membukukan laba US$ 1,99 miliar atau setara Rp 26,8 triliun. Sedangkan dalam setahun perseroan bisa membukukan laba hingga Rp 35 triliun.
"Ini sampai dengan kuartal III. Tapi sektoral dan spesifiknya biar deputi yang jelaskan," ujar Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro, di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (4/12/2018).
Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno pernah mengatakanpenurunan ini utamanya disebabkan oleh harga minyak dunia yang mengalami kenaikan.
Meski harga minyak yang naik tersebut menyebabkan pendapatan di sektor hulu migas naik, hal tersebut belum cukup untuk menjadi kompensasi pendapatan di sektor hilir.Dalam sebuah riset perbankan dalam negeri yang diterbitkan Juli 2018, dikatakan, Pertamina bisa merugi hingga Rp 2,8 triliun setiap harga minyak Brent naik US$ 1 per barel.
Memang agak beda dengan perusahaan migas lainnya, ketika kenaikan harga minyak justru menguntungkan, tetapi bagi Pertamina kenaikan harga minyak justru bikin pusing. Sebabnya, perusahaan ini memiliki beban di hilir yang lebih besar sementara produksinya di hulu terus merosot.
Belakangan, harga minyak dunia menurun lebih dari 20%. Menanggapi hal ini, VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Adiatma Sardjito menilai, penurunan harga minyak merupakan angin segar bagi perusahaan. Tentunya, hal ini akan sangat memengaruhi keuangan perusahaan.
"Alhamdullilah, (harga minyak turun), ditambah Rupiah juga belakangan menguat cukup baik, jadi ini baguslah," ujar Adiatma kepada CNBC Indonesia saat dihubungi, Jumat (9/11/2018).
Selain itu, kinerja keuangan perusahaan juga bisa dinilai membaik di tahun depan, lantaran pemerintah akan memberikan kepada BUMN migas tersebut biaya penggantian atas penyaluran Solar di 2017 yang mencapai US$ 1,3 miliar, atau setara Rp 18,8 triliun (kurs Rp 14.528 per dolar AS).
Hal ini dikemukakan Direktur Keuangan Pertamina Pahala Mansury kepada media saat dijumpai dalam gelaran Pertamina Energy Forum 2018, di Jakarta, Rabu (28/11/2018).
"Tentunya penggantian biaya tersebut akan meringankan beban keuangan perusahaan," ujar Pahala.
Lebih lanjut, Pahala menuturkan, penggantian tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden nomor 43/2018, yang menetapkan bahwa beban biaya tambahan penyaluran BBM bersubsidi dan penugasan akan mendapat penggantian dari negara.
Pahala mengatakan, penggantian biaya tersebut akan dibayarkan oleh pemerintah di tahun ini. Kalaupun ada biaya atau beban tambahan yang ditanggung Pertamina, maka hal itu juga akan diganti oleh negara.
Dengan begitu, lanjutnya, adanya peraturan tersebut, tentu juga meringankan beban Pertamina dalam menjalankan tugas penyaluran BBM subsidi dan penugasan. Dia pun berharap, beban biaya atas penyaluran BBM penugasan atau Premium yang dilakukan pada tahun ini juga bisa diganti pada 2019.
"Kalaupun ada beban (tambahan), ini sifatnya sementara, nanti akan ada penggantian," pungkasnya.
(gus) Next Article Laba Pertamina Anjlok 73%, Ini Alasannya
Perolehan tersebut merosot jauh dibanding capaian di 2017 lalu. Laba tercatat merosot sekitar 81% dibanding yang bisa dicapai perseroan di periode serupa tahun lalu, ketika perusahaan membukukan laba US$ 1,99 miliar atau setara Rp 26,8 triliun. Sedangkan dalam setahun perseroan bisa membukukan laba hingga Rp 35 triliun.
Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno pernah mengatakanpenurunan ini utamanya disebabkan oleh harga minyak dunia yang mengalami kenaikan.
Meski harga minyak yang naik tersebut menyebabkan pendapatan di sektor hulu migas naik, hal tersebut belum cukup untuk menjadi kompensasi pendapatan di sektor hilir.Dalam sebuah riset perbankan dalam negeri yang diterbitkan Juli 2018, dikatakan, Pertamina bisa merugi hingga Rp 2,8 triliun setiap harga minyak Brent naik US$ 1 per barel.
Memang agak beda dengan perusahaan migas lainnya, ketika kenaikan harga minyak justru menguntungkan, tetapi bagi Pertamina kenaikan harga minyak justru bikin pusing. Sebabnya, perusahaan ini memiliki beban di hilir yang lebih besar sementara produksinya di hulu terus merosot.
Belakangan, harga minyak dunia menurun lebih dari 20%. Menanggapi hal ini, VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Adiatma Sardjito menilai, penurunan harga minyak merupakan angin segar bagi perusahaan. Tentunya, hal ini akan sangat memengaruhi keuangan perusahaan.
"Alhamdullilah, (harga minyak turun), ditambah Rupiah juga belakangan menguat cukup baik, jadi ini baguslah," ujar Adiatma kepada CNBC Indonesia saat dihubungi, Jumat (9/11/2018).
Selain itu, kinerja keuangan perusahaan juga bisa dinilai membaik di tahun depan, lantaran pemerintah akan memberikan kepada BUMN migas tersebut biaya penggantian atas penyaluran Solar di 2017 yang mencapai US$ 1,3 miliar, atau setara Rp 18,8 triliun (kurs Rp 14.528 per dolar AS).
Hal ini dikemukakan Direktur Keuangan Pertamina Pahala Mansury kepada media saat dijumpai dalam gelaran Pertamina Energy Forum 2018, di Jakarta, Rabu (28/11/2018).
"Tentunya penggantian biaya tersebut akan meringankan beban keuangan perusahaan," ujar Pahala.
Lebih lanjut, Pahala menuturkan, penggantian tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden nomor 43/2018, yang menetapkan bahwa beban biaya tambahan penyaluran BBM bersubsidi dan penugasan akan mendapat penggantian dari negara.
Pahala mengatakan, penggantian biaya tersebut akan dibayarkan oleh pemerintah di tahun ini. Kalaupun ada biaya atau beban tambahan yang ditanggung Pertamina, maka hal itu juga akan diganti oleh negara.
Dengan begitu, lanjutnya, adanya peraturan tersebut, tentu juga meringankan beban Pertamina dalam menjalankan tugas penyaluran BBM subsidi dan penugasan. Dia pun berharap, beban biaya atas penyaluran BBM penugasan atau Premium yang dilakukan pada tahun ini juga bisa diganti pada 2019.
"Kalaupun ada beban (tambahan), ini sifatnya sementara, nanti akan ada penggantian," pungkasnya.
(gus) Next Article Laba Pertamina Anjlok 73%, Ini Alasannya
Most Popular