Neraca Dagang Defisit, Pertamina Dapat Arahan dari Pemerintah

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
29 November 2018 08:26
PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN migas terbesar di Indonesia mendapat arahan dari pemerintah agar turut berkontribusi menurunkan defisit tersebut.
Foto: Nicke ketika membuka gelaran Pertamina Energy Forum 2018, di Jakarta, Rabu (28/11/2018). (CNBC Indonesia/Anatasia Avirianti)
Jakarta, CNBC Indonesia - Neraca perdagangan migas Indonesia masih mencatatkan defisit. PT Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) migas terbesar di Republik Indonesia (RI) pun mendapat arahan dari pemerintah agar turut berkontribusi menurunkan defisit tersebut.

"Pada triwulan III-2018, defisit neraca perdagangan migas jauh lebih besar dibandingkan dengan surplus neraca perdagangan barang nonmigas," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dalam acara Pertamina Energy Forum 2018, Rabu (28/11/2018).


Untuk mencegah semakin lebarnya defisit ini, Darmin pun memberi arahan strategis untuk Pertamina.

Pertama adalah kesungguhan untuk percepatan pembangunan industri petrokimia dan pengilangan.

"Petrochemical satu kita harapkan, boleh lah ada kilang. Kami harapkan petrokimia mulai dari TPPI didorong untuk bergerak," ujar Darmin.

Pertamina, kata dia, perlu mempercepat pengembangan industri petrokimia yang terintegrasi dengan pembangunan dan pengembangan kilang-kilang minyak.

Sebenarnya sudah sejak tiga bulan lalu Pertamina menandatangani Perjanjian Pokok (Head of Agreement) dengan pemerintah dalam mengembangkan Industri Petrokimia, melalui restrukturisasi PT Tuban Petro Industries (TPI).

"Pemerintah minta agar Pertamina segera melaksanakan apa yang tertuang dalam perjanjian pokok tersebut, termasuk pengembangan aromatic dan olefin," tegasnya.

Neraca Dagang Defisit, Pertamina Dapat Arahan dari PemerintahFoto: Infografis/6 proyek kilang menuju 2 juta barel sehari/Aristya Rahadian Krisabella
Ketiga, Pertamina perlu meningkatkan pelaksanaan Biodiesel 20% dan pengembangan Bio-Refinery. Seperti diketahui, sejak 1 September 2018, Pemerintah telah menetapkan perluasan mandatori B20, yakni pemanfaatan B20 baik untuk tujuan Public Service Obligation (PSO) maupun Non PSO.

"Melalui kebijakan ini, kita akan gunakan FAME (Fatty Acid Methyl Esters) yang berasal dari CPO sebagai pengganti solar sebanyak 20%. Di samping itu, Pemerintah mengarahkan Pertamina agar membangun Bio-Refinery di sentra-sentra produksi sawit seperti di Riau dan di Sumatra Selatan," imbuhnya.

"Kami harap Pertamina betul-betul sebagai batu penjuru, pengambil leader untuk kembangkan B20. Kita tidak ingin swasta yang sudah comply, tapi Pertamina masih setengah-setengah menjalankannya," pungkas Darmin.

Bukan hanya Darmin saja yang memberikan arahan kepada Pertamina. Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno pun melakukan hal yang sama.

Ia menuturkan, agar Pertamina meningkatkan produksi sehingga dapat mengurangi impor minyak.

"Sejak 2004, Indonesia sudah jadi net importer dan sejak 2016-2017 impor bahan bakar minyak sudah melebihi produksi. Sampai 2016 konsumsi energi primer sudah 47%, sedangkan produksi sekitar 800 ribuan barel per hari," papar Fajar.

Adapun, Fajar mengakui, kemmpuan keuangan Pertamina juga masih jauh tertinggal dibandingkan Petronas.

Neraca Dagang Defisit, Pertamina Dapat Arahan dari PemerintahFoto: Nicke ketika membuka gelaran Pertamina Energy Forum 2018, di Jakarta, Rabu (28/11/2018). (CNBC Indonesia/Anatasia Avirianti)
Untuk itu, kata Fajar, agar bisa berkompetisi perlu dibentuk holding BUMN Migas.

"Untuk kuatkan keuangan Pertamina itu bentuk holding migas," katanya. Penguatan keuangannya itu yakni dengan dimasukkannya PGN ke Pertamina dengan valuasi pengalihan saham senilai Rp 38 triliun.

Lalu, lanjutnya, nanti akan masuk lagi dana segar ke Pertamina senilai Rp 17 triliun dari PGN untuk mengakuisisi Pertagas. Jumlahnya jadi sekitar Rp 54 triliun.

"Rp 54 triliun modal ini diharapkan Pertamina bisa tingkatkan investasi dan kembangkan berbagai program-program yang disampaikan. Konversi Plaju dan Dumai untuk jadi green refinery untuk olah CPO," jelasnya lagi.

Ditemui di kesempatan yang sama, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati membawa kabar baik untuk proyek pengembangan kilang yang dapat meningkatkan kapasitas produksi dari satu juta barel per hari menjadi dua juta barel per hari.

Salah satunya adalah kilang Balikpapan. Nicke menyebut, di tahun depan perusahaan akan memulai pekerjaan perancangan/desain (Engineering), pengadaan material/peralatan (Procurement) dan pelaksanaan konstruksi (Construction) atau EPC untuk kilang Balikpapan.


"Kilang RDMP pertama dalam waktu dekat adalah kilang Balikpapan, dengan kapasitas 350 ribu barel per hari. Dengan dukungan bersama, akan tanda tangan kontrak dalam waktu dekat, dan akan kami mulai pekerjaan EPC tahun depan, Insha Allah," ujar Nicke ketika membuka gelaran Pertamina Energy Forum 2018.

Selain kilang Balikpapan, BUMN migas ini juga akan melakukan percepatan pengerjaan kilang Tuban, yang bukan hanya kilang saja, tetapi juga petrokimia. Tidak hanya Tuban, tetapi juga proyek-proyek pengembangan kilang lainnya.

Sebagai informasi, kilang-kilang tersebut merupakan proyek yang terdiri dari empat Refinery Development Master Plan (RDMP) atau proyek pengembangan di kilang Cilacap, Balikpapan, Balongan, dan Dumai serta dua proyek Grass Root Refinery (GRR) atau pembangunan kilang baru di Tuban dan Bontang.


(prm) Next Article Menko Darmin Sebut Keuangan Pertamina Tengah Seret

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular