Saat Blok Migas Bekas RI Lebih Diminati Ketimbang Blok Baru

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
07 November 2018 10:48
Saat Blok Migas Bekas RI Lebih Diminati Ketimbang Blok Baru
Foto: Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia- Lelang blok migas yang digelar pemerintah memang membuahkan hasil ketimbang tahun-tahun sebelumnya, meskipun bisa dibilang masih sepi peminat.

Dalam lelang yang dilakukan pemerintah, nasib blok-blok tua atau blok bekas lebih baik ketimbang blok baru atau blok eksplorasi yang ditawarkan. Setidaknya dari 22 blok terminasi, sampai saat ini sudah ditawarkan 16 blok dan tersisa tiga blok yang nasibnya belum jelas.

Sementara untuk blok eksplorasi, memasuki tahap ketiga, dari puluhan yang ditawarkan bisa dihitung dengan jari jumlah yang diminati investor.

Nasib blok terminasi
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat hingga 2026, Indonesia memiliki 22 blok migas terminasi atau akan berakhir kontraknya. Perlu diputuskan segera pengelolaan blok-blok migas ini, jika ingin menjaga level produksi migas dalam negeri. 

Sebenarnya ada 23 blok terminasi, namun untuk blok Bentu Segat yang dikelola EMP dan habis 2021 sudah diputuskan untuk diperpanjang selama 20 tahun. Sehingga, tersisa 22 blok yang perlu dipastikan pengelolaan ke depannya. 



Hingga November 2018, blok-blok terminasi yang sudah dilelang oleh pemerintah mencapai 16. Terakhir, pemerintah mengumumkan pemenang lelang untuk blok terminasi yang habis di periode 22. Dari 4 blok yang dilelang, 3 blok dinyatakan diperpanjang dan kembali dikelola kontraktor eksisting. Yakni blok Tarakan, blok Tungkal, dan blok CPP. 

Dengan diperpanjangnya blok terminasi tersebut pemerintah mengantongi bonus tanda tangan US$ 13,95 juta dan komitmen kerja pasti (KKP) US$ 179,15 juta. "Kalau dibandingkan dengan dana APBN, maka hari ini dengan KKP termasuk dalam dapat digunakan untuk kegiatan eksplorasi, kita dapatkan Rp 2,7 triliun, dibandingkan dengan dana APBN yang sebesar Rp 60-70 miliar," ujar Arcandra, Senin (5/11/2018).

Namun, jelang akhir tahun 2018, hasil penelusuran CNBC Indonesia mencatat masih ada 3 blok terminasi hingga periode 2022 yang belum jelas nasibnya. Tiga tersebut, yakni blok Makassar Strait, blok Selat Panjang, dan blok Sengkang.

Persyaratan pemerintah yang ketat menjadi penyebab blok-blok tersebut hingga kini belum memiliki tambatan pengelolanya.

Nasib Lelang Reguler 
Nasib serupa tetapi lebih menyedihkan juga dialami oleh blok-blok migas yang dilelang reguler oleh pemerintah. Bayangkan, sudah dua tahap lelang dilalui, tetapi blok yang laku hanya hitungan jari.

Saat Blok Migas Bekas RI Lebih Diminati Ketimbang Blok BaruFoto: Aristya Rahadian Krisabella

Misalnya, pada lelang tahap I, terdapat 24 blok yang dilelang oleh pemerintah, rinciannya 19 lelang reguler, dan lima penawaran langsung atau hasil studi bersama. Dari 24 ditawarkan, yang laku hanya empat blok saja, itu pun blok hasil penawaran langsung. 

Pemerintah pun mengklaim, alasan tidak lakunya blok tersebut disebabkan masalah waktu. Para investor, katanya, butuh waktu lebih panjang untuk mendalami wilayah kerja dan keekonomian yang ditawarkan.


Untuk itu, pemerintah membuka kesempatan kedua bagi investor untuk melirik blok-blok migas yang tidak laku ini. Maka, dibukalah lelang blok migas tahap II. Blok yang dilelang pun ada enam, terdiri dari tiga blok produksi dan tiga blok eksplorasi. 

Tiga blok produksi yang ditawarkan yakni blok Makassar Strait, blok Selat Panjang, dan blok South Jambi B. Sedangkan tiga blok eksplorasinya adalah Andika Bumi Kita, blok Southeast Mahakam, dan blok Banyumas.

Harapannya, tentu seluruh blok yang ditawarkan laku. Tetapi, faktanya, hanya dua dari enam yang pada akhirnya memiliki pengelola. Satu blok produksi, yakni blok Banyumas, dan satu blok terminasi, yaitu blok South Jambi B.

Adapun, untuk blok eksplorasi Andika Bumi Kita dan Southeast Mahakam tidak memiliki pemenang, sebab tidak ada yang mengakses dan memasukkan dokumen penawaran. Sedangkan untuk blok Makassar Strait dan Selat Panjang, pemerintah menilai masih ada persyaratan yang kurang sehingga tidak bisa memenuhi kriteria menjadi pemenang.

Kini, pemerintah membuka lelang blok migas konvensional tahap III. Ada empat blok yang dilelang, yakni blok South Andaman, blok South Sakakemang, blok Anambas, dan blok Maratua. Seluruhnya adalah blok baru. Adapun, khusus untuk blok Maratua, usulan penawaran langsung oleh Pertamina, dan sesuai Permen 35/2008 blok ini khusus hanya ditawarkan kepada Pertamina, dan tidak terbuka untuk peserta lelang lainnya.

Kalau begitu, yang blok-blok yang tidak laku sebelumnya mau dikemanakan?

"Sabar, satu-satu dilelangnya. Ibarat main golf kan, kalau gagal, jangan dia lagi, antri lagi dari awal," tandas Dirjen Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto kepada media ketika dijumpai di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (5/11/2018).

Lalu, salah siapa sampai tak laku-laku? Pengamat energi Fabby Tumiwa menduga, hal ini disebabkan iklim investasi migas Indonesia yang dipandang tidak menarik bagi investor. Selain kerangka regulasi dan insentif migas, faktor politik seperti pemilu tahun depan juga menjadi pertimbangan investor.

Pasalnya, yang dicari investor dalam investasi di sektor migas adalah return on investment. Negara yang bisa memberikan pengembalian investasi yang lebih besar dan risiko yang lebih rendah atau yang lebih dapat dikelola.

Selain itu, ia menduga, skema gross split juga menjadi sorotan. Menurutnya, ada kemungkinan skema gross split memang tidak menarik untuk kondisi lapangan migas sekarang ini.

"Lapangan off shore di laut dalam, risiko tinggi. Dengan skema gross split, sepertinya tidak menarik bagi investor dalam mengompensasi risiko tersebut," pungkas Fabby.


(gus/gus) Next Article Awali 2019, Kementerian ESDM Siap Lelang 3 Blok Migas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular