Nasib 3 Blok Terminasi Masih Digantung

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
06 November 2018 15:53
dari 16 blok terminasi yang dilelang, tiga blok masih belum jelas nasibnya
Foto: skkmigas.go.id
Jakarta, CNBC Indonesia- Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat hingga 2026, Indonesia memiliki 22 blok migas terminasi atau akan berakhir kontraknya. Perlu diputuskan segera pengelolaan blok-blok migas ini, jika ingin menjaga level produksi migas dalam negeri.

Sebenarnya ada 23 blok terminasi, namun untuk blok Bentu Segat yang dikelola EMP dan habis 2021 sudah diputuskan untuk diperpanjang selama 20 tahun. Sehingga, tersisa 22 blok yang perlu dipastikan pengelolaan ke depannya.



Hingga November 2018, blok-blok terminasi yang sudah dilelang oleh pemerintah mencapai 16. Terakhir, pemerintah mengumumkan pemenang lelang untuk blok terminasi yang habis di periode 22. Dari 4 blok yang dilelang, 3 blok dinyatakan diperpanjang dan kembali dikelola kontraktor eksisting. Yakni blok Tarakan, blok Tungkal, dan blok CPP.

Perpanjangan ini diumumkan oleh Kementerian ESDM, kemarin. Dengan diperpanjangnya blok terminasi tersebut pemerintah mengantongi bonus tanda tangan US$ 13,95 juta dan komitmen kerja pasti (KKP) US$ 179,15 juta. "Kalau dibandingkan dengan dana APBN, maka hari ini dengan KKP termasuk dalam dapat digunakan untuk kegiatan eksplorasi, kita dapatkan Rp 2,7 triliun, dibandingkan dengan dana APBN yang sebesar Rp 60-70 miliar," ujar Arcandra, Senin (5/11/2018).



Nasib 3 Blok Terminasi Masih Digantung Foto: Blok migas terminasi 2019-2026 (dok ESDM)


Tiga blok migas terminasi digantung

Jelang akhir tahun 2018, hasil penelusuran CNBC Indonesia mencatat masih ada 3 blok terminasi hingga periode 2022 yang belum jelas nasibnya.

Tiga blok tersebut, yakni blok Makassar Strait, blok Selat Panjang, dan blok Sengkang. Untuk blok Makassar Strait, nasibnya kini menggantung setelah Chevron memutuskan hengkang. Begitu juga Pertamina serta Sinopex, tidak berminat melanjutkan operasional mereka di wilayah kerja tersebut.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan Chevron memutuskan untuk tidak memperpanjang operasional mereka di blok tersebut karena didasarkan alasan keekonomian. Ini karena Chevron meminta dikresi mendapatkan tambahan porsi saham di atas ketentuan gross split yang diatur pemerintah.

Lebih lanjut, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi menjelaskan, menurut perhitungan Chevron, jika tidak diberikan diskresi yang besar, maka net present value (NPV) yang dihasilkan akan negatif. 

Sempat ada sinyal bahwa blok ini akan beralih ke raksasa migas Italia, ENI, yang tercatat sebagai satu-satunya kontraktor yang berminat untuk kelola blok tersebut. Tapi, Eni justru terganjal di tahap akhir,alasannya belum diketahui secara pasti tapi disebut-sebut karena ada syarat yang tidak bisa dipenuhi ENI.  

Blok Makassar Strait dikelola oleh Chevron Makassar Ltd sampai pada 2020 mendatang, dengan jumlah produksi minyak mencapai 1.965 barel per hari (bph) dan gas sebanyak 2.84 MMCFD. 

Lalu, bagaimana dengan nasib blok Selat Panjang dan blok Sengkang? Tidak jauh berbeda dengan blok Makassar Strait, kedua blok ini pun masih mencari siapa tuannya untuk 20 tahun ke depan setelah habis kontrak.

"Selat Panjang diputuskan tidak ada pemenang, karena ada persyaratan yang tidak terpenuhi oleh kontraktor yang memasukkan dokumen ke panitia," ujar Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar kepada media saat mengumumkan hasil lelang di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (22/10/2018).

Blok Selat Panjang berakhir pada 2021 mendatang. Nah, untuk blok Sengkang, semula Arcandra pernah menyatakan akan diberikan kepada kontraktor eksisting, yakni Energy Equity (Sengkang) Pty, Ltd.

"Baru satu yang sudah ada keputusan, yakni Blok Sengkang diberikan ke kontraktor eksisting Energy Equity (Sengkang) Pty, Ltd. Diperpanjang dengan Komitmen Kerja Pasti US$ 60 juta dan signature bonus US$ 10 juta," ujar Arcandra kepada media ketika dijumpai di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (31/8/2018). Ini setara dengan Rp 876 miliar dan Rp 146 miliar, totalnya Rp 1,02 triliun. 

Namun, informasi terbaru, Arcandra menuturkan, blok Sengkang masih memerlukan proses lebih lanjut, sehingga belum bisa diputuskan saat ini.
(gus) Next Article RI Lelang 12 Blok Migas, Investor Bisa Pilih 2 Skema Kontrak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular