
Ini yang Bikin Pertamina Borong Dolar Rp 1,5 T/Hari
Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
26 October 2018 19:01

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Usaha Milik Negara (BUMN) disebut sebagai pihak yang paling banyak belanja dolar dan penyebab cadangan devisa tergerus. PT Pertamina (Persero) jadi salah satu BUMN yang menyumbang defisit terbesar dengan kebutuhan valas luar biasa.
Mantan petinggi di Pertamina buka-bukaan kepada CNBC Indonesia, saat berbincang pada Kamis (25/10/2018). Menurutnya, kebutuhan dolar BUMN migas itu dalam sehari bisa mencapai US$100 juta atau setara Rp 1,5 triliun. "Itu harga minyak masih US$50 per barel, kalau sekarang sudah US$ 76 pasti lebih tinggi lagi. Luar biasa memang," ujarnya.
Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Telisa Aulia bahkan menghitung dengan kondisi harga minyak saat ini, kebutuhan dolar Pertamina bahkan bisa mencapai US$140 juta sehari. sudah termasuk memperhitungkan kebutuhan untuk pembayaran utang beserta bunganya
Sebenarnya apa yang membuat Pertamina harus sediakan dolar segitu banyaknya?
Apalagi kalau bukan impor minyak dan BBM yang tinggi. Indonesia menjadi net importir sejak 2002, artinya impor lebih banyak ketimbang produksi. Lalu, defisit migas sebenarnya sudah terjadi sejak 2008. Angka defisit ini terus membengkak sejak 2012 sampai sekarang.
Dengan rata-rata produksi di kisaran 750 ribu barel per hari dan konsumsi mencapai 1,5 juta - 1,6 juta barel per hari, separuh dari kebutuhan minyak RI didatangkan dari luar negeri. Angka ini bisa lebih besar jika tiba-tiba kilang tua yang dimiliki RI mati mendadak.
Berdasar data Pertamina yang dipaparkan dalam rapat bersama komisi VII DPR RI September lalu, direksi Pertamina memaparkan setiap hari perseroan impor BBM sebanyak 393 ribu barel per hari. Angka itu naik dibanding tahun lalu yang rata-rata hanya 370 ribu barel per hari.
Selain BBM, terdapat juga impor minyak mentah sebanyak 351 ribu barel per hari, turun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 361 ribu barel. Artinya RI rata-rata impor sekitar 700 ribu barel minyak per hari.
Saat harga minyak turun ke level US$30-US$40 seperti beberapa tahun lalu mungkin tidak terasa, tapi saat harga minyak merangkak ke level US$70 barel ke atas beban untuk Pertamina dan negara makin berasa berat.
VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Adiatma Sardjito memaparkan sebenarnya dari sisi volume, impor bbm masih lama seperti tahun lalu. Tapi kondisinya saat ini harga minyak tinggi dan dolar terus menguat.
"Kan kalau kebutuhan BBM sudah pasti angkanya. Sebetulnya kalau kita lihat data BPS, masalahnya itu bukan pada volume impor, jumlah pembeliannya kan sama, tapi nilainya tinggi karena dolar menguat. Jadi sudah pantaslah kalau perusahaan negara diatur negara," jelas Adiatma, Kamis (25/10/2018).
Untuk mendapatkan dolarnya, kini melalui bank BUMN.
"Pembelian dolarnya dilakukan dan dikelola melalui perbankan BUMN, sumbernya dari Bank Indonesia (BI). Ini prosesnya sudah berlangsung lama, sudah dari 2001 kalau tidak salah," ujar Adiatma.
Lebih lanjut, Adiatma mengatakan, prinsipnya dalam memperoleh valas semua sudah diatur pemerintah, pembeliannya pun untuk negara, diatur oleh Menteri Keuangan dan BI, operasionalnya oleh perbankan BUMN.
(gus/prm) Next Article Pertamina: Tender BBM sudah Transparan & Sesuai Aturan
Mantan petinggi di Pertamina buka-bukaan kepada CNBC Indonesia, saat berbincang pada Kamis (25/10/2018). Menurutnya, kebutuhan dolar BUMN migas itu dalam sehari bisa mencapai US$100 juta atau setara Rp 1,5 triliun. "Itu harga minyak masih US$50 per barel, kalau sekarang sudah US$ 76 pasti lebih tinggi lagi. Luar biasa memang," ujarnya.
Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Telisa Aulia bahkan menghitung dengan kondisi harga minyak saat ini, kebutuhan dolar Pertamina bahkan bisa mencapai US$140 juta sehari. sudah termasuk memperhitungkan kebutuhan untuk pembayaran utang beserta bunganya
Apalagi kalau bukan impor minyak dan BBM yang tinggi. Indonesia menjadi net importir sejak 2002, artinya impor lebih banyak ketimbang produksi. Lalu, defisit migas sebenarnya sudah terjadi sejak 2008. Angka defisit ini terus membengkak sejak 2012 sampai sekarang.
Dengan rata-rata produksi di kisaran 750 ribu barel per hari dan konsumsi mencapai 1,5 juta - 1,6 juta barel per hari, separuh dari kebutuhan minyak RI didatangkan dari luar negeri. Angka ini bisa lebih besar jika tiba-tiba kilang tua yang dimiliki RI mati mendadak.
Berdasar data Pertamina yang dipaparkan dalam rapat bersama komisi VII DPR RI September lalu, direksi Pertamina memaparkan setiap hari perseroan impor BBM sebanyak 393 ribu barel per hari. Angka itu naik dibanding tahun lalu yang rata-rata hanya 370 ribu barel per hari.
![]() |
Saat harga minyak turun ke level US$30-US$40 seperti beberapa tahun lalu mungkin tidak terasa, tapi saat harga minyak merangkak ke level US$70 barel ke atas beban untuk Pertamina dan negara makin berasa berat.
VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Adiatma Sardjito memaparkan sebenarnya dari sisi volume, impor bbm masih lama seperti tahun lalu. Tapi kondisinya saat ini harga minyak tinggi dan dolar terus menguat.
"Kan kalau kebutuhan BBM sudah pasti angkanya. Sebetulnya kalau kita lihat data BPS, masalahnya itu bukan pada volume impor, jumlah pembeliannya kan sama, tapi nilainya tinggi karena dolar menguat. Jadi sudah pantaslah kalau perusahaan negara diatur negara," jelas Adiatma, Kamis (25/10/2018).
Untuk mendapatkan dolarnya, kini melalui bank BUMN.
"Pembelian dolarnya dilakukan dan dikelola melalui perbankan BUMN, sumbernya dari Bank Indonesia (BI). Ini prosesnya sudah berlangsung lama, sudah dari 2001 kalau tidak salah," ujar Adiatma.
Lebih lanjut, Adiatma mengatakan, prinsipnya dalam memperoleh valas semua sudah diatur pemerintah, pembeliannya pun untuk negara, diatur oleh Menteri Keuangan dan BI, operasionalnya oleh perbankan BUMN.
(gus/prm) Next Article Pertamina: Tender BBM sudah Transparan & Sesuai Aturan
Most Popular