
Beli Dolar Rp 1,5 T/Hari, Pertamina Sumbang Defisit Terbesar
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
26 October 2018 15:41

Jakarta, CNBC Indonesia - Menjelang akhir tahun, kebutuhan valas BUMN untuk dolar AS biasanya akan meningkat. Hal ini seiring dengan tenggat waktu pembayaran utang-utang korporasi.
Pengamat ekonomi Universitas Indonesia (UI) Telisa Aulia mengatakan, kebutuhan valas BUMN yang terbesar biasanya berasal dari PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero).
[Gambas:Video CNBC]
"Kalau kita lihat kemarin, 16% impor itu kan berasal dari komponen migas. Sehingga bisa dibilang memang kebutuhan dolar Pertamina terbesar, makanya kemarin kan impornya ingin ditekan salah satu upayanya dengan kebijakan B20," terang Telisa kepada CNBC Indonesia ketika dihubungi Jumat (26/10/2018).
Namun, ia mengatakan, terkait besaran persisnya sedang dilakukan perhitungan. Yang pasti, memang jumlahnya cukup signifikan.
Lebih lanjut, Telisa menjelaskan, tidak hanya untuk membayar utang saja, kerugian kurs juga menjadi faktor BUMN memborong dolar. Telisa menilai, dengan kurs dolar AS yang cenderung merangkak naik, menimbulkan kepanikan perusahaan akan cadangan dolar mereka.
"Dengan nilai tukar dolar naik, membuat kebutuhan dolar menjadi cukup banyak, sehingga ada ketakutan kalau stok dolar tidak cukup. Sehingga panik minta dolar banyak," tambah Telisa.
Untuk itu, lanjutnya, ada instruksi dari pemerintah untuk mengontrol permintaan valas. Sebenarnya, tutur Telisa, pengawasan ini sudah dilakukan sejak dulu. Namun, dengan kondisi seperti saat ini, ada kemungkinan pengawasan dan kontrol lebih diperketat, yang tadinya setiap beberapa bulan sekali, menjadi setiap hari.
"Sebetulnya Bank Indonesia (BI) sudah lakukan konsolidasi untuk permintaan valas sejak dulu, tapi saat itu kondisinya belum turbulence seperti sekarang, jadi dilakukannya bulanan. Nah sekarang, sepertinya setiap hari BUMN dipantau, dan mesti melakukan pelaporan," pungkas Telisa.
Berdasar data Pertamina yang dipaparkan dalam rapat bersama komisi VII DPR RI September lalu, direksi Pertamina memaparkan setiap hari perseroan impor BBM sebanyak 393 ribu barel per hari. Naik dibanding tahun lalu yang rata-rata hanya 370 ribu barel per hari.
Selain BBM, terdapat juga impor minyak mentah sebanyak 351 ribu barel per hari, turun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 361 ribu barel.
Mantan petinggi Pertamina mengungkap bahwa saat ia berada di perusahaan migas tersebut, dibutuhkan setidaknya US$ 100 juta per hari. "Itu harga minyak masih US$ 50 per barel, kalau sekarang sudah US$ 76 pasti lebih tinggi lagi. Luar biasa memang," ujarnya saat bertemu dengan CNBC Indonesia, Kamis (25/10/2018).
Pertamina sendiri enggan membuka nilai persis untuk impor minyak setiap hari. VP Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito mengatakan tak mengetahui persis besaran kebutuhan dolar perusahaan setiap hari.
Ia hanya mengatakan, untuk mengontrol valas itu ada kemungkinan dilakukan penjadwalan. "Misalnya setiap jangka waktu tertentu. Pertamina sendiri ambil dolar itu untuk tiga bulan ke depan, tapi setiap kontrak pembelian itu syarat dan ketentuannya beda-beda kan mesti bayar kapan," jelas Adiatma.
(gus/roy) Next Article Jokowi Minta Tahan Impor, Ini Jawaban Pertamina
Pengamat ekonomi Universitas Indonesia (UI) Telisa Aulia mengatakan, kebutuhan valas BUMN yang terbesar biasanya berasal dari PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero).
[Gambas:Video CNBC]
![]() |
Namun, ia mengatakan, terkait besaran persisnya sedang dilakukan perhitungan. Yang pasti, memang jumlahnya cukup signifikan.
Lebih lanjut, Telisa menjelaskan, tidak hanya untuk membayar utang saja, kerugian kurs juga menjadi faktor BUMN memborong dolar. Telisa menilai, dengan kurs dolar AS yang cenderung merangkak naik, menimbulkan kepanikan perusahaan akan cadangan dolar mereka.
"Dengan nilai tukar dolar naik, membuat kebutuhan dolar menjadi cukup banyak, sehingga ada ketakutan kalau stok dolar tidak cukup. Sehingga panik minta dolar banyak," tambah Telisa.
Untuk itu, lanjutnya, ada instruksi dari pemerintah untuk mengontrol permintaan valas. Sebenarnya, tutur Telisa, pengawasan ini sudah dilakukan sejak dulu. Namun, dengan kondisi seperti saat ini, ada kemungkinan pengawasan dan kontrol lebih diperketat, yang tadinya setiap beberapa bulan sekali, menjadi setiap hari.
"Sebetulnya Bank Indonesia (BI) sudah lakukan konsolidasi untuk permintaan valas sejak dulu, tapi saat itu kondisinya belum turbulence seperti sekarang, jadi dilakukannya bulanan. Nah sekarang, sepertinya setiap hari BUMN dipantau, dan mesti melakukan pelaporan," pungkas Telisa.
Berdasar data Pertamina yang dipaparkan dalam rapat bersama komisi VII DPR RI September lalu, direksi Pertamina memaparkan setiap hari perseroan impor BBM sebanyak 393 ribu barel per hari. Naik dibanding tahun lalu yang rata-rata hanya 370 ribu barel per hari.
Selain BBM, terdapat juga impor minyak mentah sebanyak 351 ribu barel per hari, turun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 361 ribu barel.
Mantan petinggi Pertamina mengungkap bahwa saat ia berada di perusahaan migas tersebut, dibutuhkan setidaknya US$ 100 juta per hari. "Itu harga minyak masih US$ 50 per barel, kalau sekarang sudah US$ 76 pasti lebih tinggi lagi. Luar biasa memang," ujarnya saat bertemu dengan CNBC Indonesia, Kamis (25/10/2018).
Pertamina sendiri enggan membuka nilai persis untuk impor minyak setiap hari. VP Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito mengatakan tak mengetahui persis besaran kebutuhan dolar perusahaan setiap hari.
Ia hanya mengatakan, untuk mengontrol valas itu ada kemungkinan dilakukan penjadwalan. "Misalnya setiap jangka waktu tertentu. Pertamina sendiri ambil dolar itu untuk tiga bulan ke depan, tapi setiap kontrak pembelian itu syarat dan ketentuannya beda-beda kan mesti bayar kapan," jelas Adiatma.
(gus/roy) Next Article Jokowi Minta Tahan Impor, Ini Jawaban Pertamina
Most Popular