Harga Minyak Naik, Pertamina Ketar-Ketir Laba 2019

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
19 September 2018 18:23
Naiknya harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah yang terus melemah bikin Pertamina makin ketar-ketir dengan kinerja keuangannya/
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia- Harga minyak dunia terus merangkak naik, sementara asumsi makro untuk ICP (Indonesian Crude Price) juga sudah diketuk jadi US$ 70 per barel. Lantas, bagaimana dampaknya terhadap kondisi keuangan perusahaan migas pelat merah?

Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero), Pahala Mansury, mengatakan asumsi harga minyak (ICP) dan nilai tukar rupiah yang diasumsikan Rp 14.500 sudah masuk dalam hitungan kinerja perusahaan. Hanya saja belum dielaborasi lebih lanjut dan dimasukkan disusun dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).


"Sudah (masuk dalam hitungan). Untuk 2019 memang saat ini belum ada RKAP-nya, mungkin dalam satu bulan lagi akan dibuat (RKAP)," ujar Direktur Keuangan Pertamina Pahala Mansury kepada media saat dijumpai di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (19/9/2018).

Pahala mengakui, memang dua variabel tersebut sangat memengaruhi kinerja keuangan perusahaan, kendati demikian Pahala masih akan melihat lebih lanjut kinerja perusahaan di sisa tahun ini.

"Memang dengan adanya kenaikan harga ICP dan juga kurs rupiah yang terdepresiasi akan sangat mempengaruhi laba kami di 2018 ini. Tapi kami berharap nanti realisasinya bisa lebih baik," tambah Pahala.

Sebelumnya, pemerintah dan Badan Anggaran DPR telah sepakat untuk menetapkan asumsi dasar makro di sektor ESDM, untuk harga minyak mentah Indonesia (ICP) ada di angka US$ 70, dan Lifting migas: 2.025 ribu BOEPD, dengan rincian; lifting minyak sebesar 775 ribu barel per hari (BOPD), dan lifting gas: 1.250 ribu BOEPD.

Sedangkan, nilai tukar Rupiah untuk 2019 dipasang di angka Rp 14.500 per Dolar AS.

Soal Kenaikan harga minyak kerap menimbulkan polemik bagi pemerintah. Di satu sisi bisa mendorong penerimaan negara, di sisi lain juga membuat beban keuangan bertambah. 

Khususnya beban keuangan PT Pertamina (Persero) selaku distributor bahan bakar minyak terbesar di RI. "Pertamina bisa merugi hingga Rp 2,8 triliun setiap harga minyak Brent naik US$ 1 per barel," tulis tim riset Bank Mandiri dalam Econmark edisi Juli 2018.

Begitu juga dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar, setiap dolar menguat Rp 100 terhadap rupiah Pertamina dihitung berpotensi rugi operasional Rp 1,6 triliun.
(gus/wed) Next Article Harga Minyak Tembus US$ 80, Pertamina: Harapan ada di ICP

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular