
Setiap Harga Minyak Naik US$ 1, Pertamina Rugi Rp 2,8 T
Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
12 September 2018 12:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan harga minyak dunia kerap menimbulkan polemik bagi pemerintah. Di satu sisi bisa mendorong penerimaan negara, di sisi lain juga membuat beban keuangan bertambah.
Khususnya beban keuangan PT Pertamina (Persero) selaku distributor bahan bakar minyak terbesar di RI.
"Pertamina bisa merugi hingga Rp 2,8 triliun setiap harga minyak Brent naik US$ 1 per barel," tulis tim riset Bank Mandiri dalam Econmark edisi Juli 2018, dikutip CNBC Indonesia, Rabu (12/9/2018).
Begitu juga dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar, setiap dolar menguat Rp 100 terhadap rupiah Pertamina dihitung berpotensi rugi operasional Rp 1,6 triliun.
"Dan perlu dicatat tekanan dari harga minyak dan batu bara ini masih tinggi melihat kondisi faktor geopolitik dan permintaan saat ini," tulis tim riset.
Sebelumnya, Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Fajar Harry Sampurno juga memaparkan kondisi keuangan Pertamina yang seret di tengah kenaikan harga minyak global.
Pertamina yang biasanya bisa kantongi laba hingga puluhan triliun rupiah dalam satu semester, kini sedang terseok-terseok. Laba perseroan migas terbesar RI ini, kata Fajar, tak sampai Rp 5 triliun.
"Iya, baru tercapai semester 1 tidak sampai Rp 5 triliun. Jauh lah dari RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) Rp 32 triliun, pasti prognosanya akan berubah, termasuk juga harga ICP dan kurs," ujar Fajar.
Menanggapi hal ini, Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Arief Budiman mengatakan, angka tersebut belum merupakan angka akhir, karena masih belum memasukkan selisih harga jual dengan subsidi. "Belum final angkanya, RKAP-nya belum disetujui kok, masih proses revisi. Kemungkinan memang akan menurunkan target laba dari Rp 32 triliun tersebut," tutur Arief.
(gus/dru) Next Article Laba Pertamina Anjlok 73%, Ini Alasannya
Khususnya beban keuangan PT Pertamina (Persero) selaku distributor bahan bakar minyak terbesar di RI.
"Pertamina bisa merugi hingga Rp 2,8 triliun setiap harga minyak Brent naik US$ 1 per barel," tulis tim riset Bank Mandiri dalam Econmark edisi Juli 2018, dikutip CNBC Indonesia, Rabu (12/9/2018).
Begitu juga dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar, setiap dolar menguat Rp 100 terhadap rupiah Pertamina dihitung berpotensi rugi operasional Rp 1,6 triliun.
"Dan perlu dicatat tekanan dari harga minyak dan batu bara ini masih tinggi melihat kondisi faktor geopolitik dan permintaan saat ini," tulis tim riset.
Sebelumnya, Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Fajar Harry Sampurno juga memaparkan kondisi keuangan Pertamina yang seret di tengah kenaikan harga minyak global.
Pertamina yang biasanya bisa kantongi laba hingga puluhan triliun rupiah dalam satu semester, kini sedang terseok-terseok. Laba perseroan migas terbesar RI ini, kata Fajar, tak sampai Rp 5 triliun.
"Iya, baru tercapai semester 1 tidak sampai Rp 5 triliun. Jauh lah dari RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) Rp 32 triliun, pasti prognosanya akan berubah, termasuk juga harga ICP dan kurs," ujar Fajar.
Menanggapi hal ini, Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Arief Budiman mengatakan, angka tersebut belum merupakan angka akhir, karena masih belum memasukkan selisih harga jual dengan subsidi. "Belum final angkanya, RKAP-nya belum disetujui kok, masih proses revisi. Kemungkinan memang akan menurunkan target laba dari Rp 32 triliun tersebut," tutur Arief.
(gus/dru) Next Article Laba Pertamina Anjlok 73%, Ini Alasannya
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular