Tahun Depan, Cost Recovery Migas Turun Jadi US$ 10,2 Miliar

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
19 September 2018 15:08
SKK Migas memproyeksi cost recovery tahun depan bisa turun jadi US$ 10,2 miliar
Foto: skkmigas.go.id
Jakarta, CNBC Indonesia- Proyeksi cost recovery 2019 mengalami penurunan dibandingkan 2018 yang diproyeksikan sebesar US$ 11,34 miliar.

Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Sukandar memberikan penjelasan atas asumsi cost recovery di 2019 yang dipasang di angka US$ 10,22 miliar.

Yang pertama yakni adanya beberapa proyek besar yang mulai berproduksi (onstream) sehingga menambah biaya depresiasi. Sukandar menyebutkan, proyek-proyek tersebut yakni Suban Compression milik ConocoPhillips Grissik, proyek Bison, Iguana, dan Gajah Putri milik PremierOil, dan proyek pengembangan lapangan TSB fase 2 milik Kangean Energy.



"Selain itu, ada juga depresiasi tahun terakhir untuk beberapa fasilitas utama lapanga Banyu Urip EMCL," ujar Sukandar saat menyampaikan paparannya di Badan Anggaran DPR, Jakarta, Rabu (19/9/2018).

Lebih lanjut, ia menjelaskan, terdapat beberapa penurunan nilai pada komponen cost recovery, misalnya biaya produksi (cost production) yang diprediksikan ada di angka US$ 5,13 miliar, turun dari proyeksi di 2018 yang sebesar US$ 5,59 miliar. Di samping itu, juga ada penurunan biaya eksplorasi dan pengembangan dari US$ 1,34 miliar pada prediksi sampai akhir 2018, menjadi US$ 960 juta dalam proyeksi 2019.

Selain itu, tambahnya, faktor pengurang lagi ada 12 blok migas yang sudah berubah dari cost recovery menjadi gross split, sebagian besar dari Pertamina. "Kami bisa hemat 800 juta kira kira dalam setahun," tambah Sukandar.

Kendati demikian, ia menyebutkan, masih ada 10 KKKS yang masih berkontribusi besar terhadap cost recovery di 2019. 

"Kami coba lihat 10 kKKS besar yang cost recovery besar. Pertama ada Pertamina Hulu Mahakam (PHM), Exxon, Chevron, dan lainnya, serta ada sekitar 70-an KKKS kecil yang cost recovery-nya itu US$ 3 miliar lebih," pungkas Sukandar.

Sebelumnya, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi pernah menjelaskan, sejak 2013 hingga 2018, realisasi cost recovery selalu melampaui target yang sudah ditetapkan. Namun, untuk 2019 mendatang, Amien menegaskan, cost recovery akan berkurang karena sebagian kontrak migas skema production sharing contract (PSC) cost recovery berubah menjadi PSC gross split.

"Saat ini yang sudah efektif menggunakan skema gross split adalah Pertamina Hulu Energi (PHE) ONWJ dan yang baru akan mulai yaitu PHE Tuban dan PHE Ogan Komering. Nanti satu triwulan lagi akan ditambah dengan Sanga-Sanga dan South East Sumatera. Diharapkan penerapan skema gross split akan menurunkan biaya cost recovery," terang Amin.

Ia pun menambahkan, cost recovery terbagi menjadi beberapa komponen, dan komponen terbesar cost recovery hingga Agustus 2018 ini adalah current year operating cost yakni sebesar 76,8%.

"Current year operating cost terbagi menjadi biaya (cost) untuk produksi sebesar 67%, biaya untuk pengembangan sebesar 14%, biaya untuk general dan administratif sebesar 10%, dan biaya untuk eksplorasi sebesar 9%," tandas Amien.
(gus) Next Article SKK Prediksi Cost Recovery Migas Bisa Capai Rp 162 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular