Tak Hanya China, Ini Negara yang Perang Dagang dengan AS
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
18 September 2018 20:13

Washington, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, menyampaikan sejumlah ancaman dan kecaman terhadap mitra dagang Amerika Serikat (AS) yang kemudian berubah menjadi seteru. Trump ngotot mempertahankan kebijakan dagang agresifnya dan memberlakukan tarif sebagai hukuman kepada negara-negara dituduh mengambil keuntungan dari AS.
Perang dagang dengan China memanas pada hari Senin (17/9/2018), setela trump menjatuhkan tarif tinggi yang menutup hampir setengah dari impor AS dari China. Langkah terbaru itu merupakan serangan terbesar yang diambil Trump dibandingkan beberapa serangan tarif lainnya.
Setelah berbulan-bulan saling mengancam tarif, Trump menjatuhkan tarif impor tambahan sebesar 10% pada US$200 miliar barang China, yang akan mulai berlaku sejak 24 September. Jumlah itu jauh lebih besar dari tarif masuk 25% yang sudah diberlakukan atas US$50 miliar barang China.
Putaran tarif impor terakhir sebesar 10% akan diterapkan pada akhir tahun dan kemudian tingkatnya akan bertambah menjadi 25%, memberi waktu bagi perusahaan-perusahaan untuk mencari pemasok baru, kata para pejabat.
Bea masuk baru itu akan mencakup berbagai produk, termasuk miliaran dalam perangkat penerima data suara yang dibuat China, modul memori komputer dan prosesor data otomatis.
Namun, dari daftar awal yang diumumkan pada bulan Juli ada sekitar 300 lini produk yang dihapuskan dari daftar baru, termasuk barang elektronik konsumen seperti jam tangan cerdas (smart watches) dan perangkat bluetooth, dan produk keselamatan anak-anak seperti kursi tinggi, kursi mobil dan pulpen mainan.
China telah menggugat AS karena telah memulai perang dagang terbesar dalam sejarah ekonomi, dan telah kembali berjanji untuk membalas dengan menerapkan tarif impor pada US$60 miliar barang AS. Sayangnya karena China hanya mengimpor sejumlah US$130 miliar barang dari AS, maka kemampuannya untuk membalas dengan jumlah yang sama sangat terbatas.
Trump telah mengancam akan menerapkan tarif tambahan senilai US$267 miliar pada barang impor dari China.
Beijing telah mengajukan komplain atas tindakan AS kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
China juga telah mengancam akan membalas tarif impor baru Trump yang ditetapkan pada hari Senin itu. Pada tanggal 1 Juni, Trump menerapkan tarif impor 25% pada baja dan 10% pada aluminium dari Uni Eropa (UE), Kanada, dan Meksiko.
Trump telah mengatakan Uni Eropa "mungkin sama buruknya dengan China" dalam hal perdagangan, tepat saat tarif balasan dari Brussels mulai diberlakukan pada 22 Juni.
UE menargetkan berbagai produk impor utama dari AS, mulai dari celana blue jeans hingga sepeda motor dan wiski.
Trump juga telah mengancam menerapkan tarif tinggi di mobil impor, hal yang kebanyakan paling ditakuti oleh perusahaan mobil besar Jerman.
Namun Trump dan Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker mengumumkan sebuah rencana pada 25 Juli untuk merdakan ketegangan, di mana Washington menangguhkan tarif otomotif Eropa untuk sementara waktu.
Kedua negara kini tengah mendiskusikan cara membuka pembicaraan untuk menghapuskan tarif. Namun, Komisi Eropa diharuskan menunggu mandat negosiasi dari negara anggota UE. Kanada dan Meksiko, anggota dari Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) dengan AS, telah menerapkan tarif impor mereka sendiri terhadap barang-barang China setelah diberlakukannya bea masuk baja dan aluminium Washington.
Tarif itu diberlakukan setelah Trump meminta perjanjian NAFTA dirombak. Pembicaraan yang rumit telah berulang kali dilakukan.
Bulan lalu, Meksiko dan AS telah menyepakati perjanjian awal terkait pakta NAFTA yang rencananya akan mereka tandatangani pada 1 Desember.
Setelahnya, Kanada terus-menerus melakukan pembicaraan untuk mempertahankan NAFTA sebagai perjanjian tiga negara, namun negosiasi masih saja terkait mekanisme penyelesaian perselisihan serta kontrol ketat Ottawa terhadap pasar susu domestiknya, yang telah berulang kali dicerca Trump. Jepang merupakan target lain dari kebijakan tarif impor Trump, yang disebut Tokyo "sangat menyedihkan".
Jepang telah memberi tahu WTO bahwa negara itu berencana menerapkan tarif balasan di barang-barang AS hingga 50 miliar yen (US$455 juta).
Jepang juga minta dikecualikan dari ancaman tarif impor otomotif AS, yang merupakan ancaman besar di industri mobilnya seperti halnya bagi Jerman. Pada bulan Mei, Trump mengumumkan ia meninggalkan perjanjian nuklir tahun 2015 dengan Iran dan memberlakukan kembali sanksi dalam dua fase pada bulan Agustus dan November, di mana sanksi yang kedua menargetkan sektor minyak dan gas vital negara itu.
Perjanjian itu berpotensi menjatuhkan hukuman besar terhadap mereka yang berdagang dengan Iran, termasuk perusahaan energi dan pembuat mobil Eropa.
Eropa telah berjanji untuk terus memberikan Iran manfaat ekonomi yang diterimanya dari kesepakatan nuklir.
Tetapi banyak perusahaan yang lebih besar telah keluar dari negara itu sebelum investasi mereka dapat membuahkan hasil, termasuk Total, Daimler, Siemens dan Peugeot.
Pernyataan Trump bulan lalu bahwa dia telah menggandakan tarif baja dan aluminium pada sekutu NATO, Turki, di tengah perselisihan atas seorang pendeta Amerika yang ditahan selama dua tahun atas tuduhan terror, telah perpecahan sekunder.
Pengumuman melalui Twitter pada 10 Agustus itu menyebabkan lira Turki anjlok hampir 20%. Hal itu membuat Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan Turki sedang menjadi korban "plot politik" dan "perang ekonomi."
Turki sendiri telah menaikkan tarif impor pada beberapa produk AS seperti beras, alkohol, daun tembakau, kosmetik dan mobil.
(hps) Next Article Rekor Investasi RI, Hingga China Menang Atas AS di WTO
Perang dagang dengan China memanas pada hari Senin (17/9/2018), setela trump menjatuhkan tarif tinggi yang menutup hampir setengah dari impor AS dari China. Langkah terbaru itu merupakan serangan terbesar yang diambil Trump dibandingkan beberapa serangan tarif lainnya.
Perseteruan dagang yang dilakukan AS, tak hanya dengan China tetapi dengan sejumlah negara lainnya. Dilansir dari AFP, berikut ringkasan sengketa dagang yang muncul akibat serangan tarif Trump dengan sejumlah negara:
Putaran tarif impor terakhir sebesar 10% akan diterapkan pada akhir tahun dan kemudian tingkatnya akan bertambah menjadi 25%, memberi waktu bagi perusahaan-perusahaan untuk mencari pemasok baru, kata para pejabat.
Bea masuk baru itu akan mencakup berbagai produk, termasuk miliaran dalam perangkat penerima data suara yang dibuat China, modul memori komputer dan prosesor data otomatis.
Namun, dari daftar awal yang diumumkan pada bulan Juli ada sekitar 300 lini produk yang dihapuskan dari daftar baru, termasuk barang elektronik konsumen seperti jam tangan cerdas (smart watches) dan perangkat bluetooth, dan produk keselamatan anak-anak seperti kursi tinggi, kursi mobil dan pulpen mainan.
China telah menggugat AS karena telah memulai perang dagang terbesar dalam sejarah ekonomi, dan telah kembali berjanji untuk membalas dengan menerapkan tarif impor pada US$60 miliar barang AS. Sayangnya karena China hanya mengimpor sejumlah US$130 miliar barang dari AS, maka kemampuannya untuk membalas dengan jumlah yang sama sangat terbatas.
Trump telah mengancam akan menerapkan tarif tambahan senilai US$267 miliar pada barang impor dari China.
Beijing telah mengajukan komplain atas tindakan AS kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
China juga telah mengancam akan membalas tarif impor baru Trump yang ditetapkan pada hari Senin itu. Pada tanggal 1 Juni, Trump menerapkan tarif impor 25% pada baja dan 10% pada aluminium dari Uni Eropa (UE), Kanada, dan Meksiko.
Trump telah mengatakan Uni Eropa "mungkin sama buruknya dengan China" dalam hal perdagangan, tepat saat tarif balasan dari Brussels mulai diberlakukan pada 22 Juni.
UE menargetkan berbagai produk impor utama dari AS, mulai dari celana blue jeans hingga sepeda motor dan wiski.
Trump juga telah mengancam menerapkan tarif tinggi di mobil impor, hal yang kebanyakan paling ditakuti oleh perusahaan mobil besar Jerman.
Namun Trump dan Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker mengumumkan sebuah rencana pada 25 Juli untuk merdakan ketegangan, di mana Washington menangguhkan tarif otomotif Eropa untuk sementara waktu.
Kedua negara kini tengah mendiskusikan cara membuka pembicaraan untuk menghapuskan tarif. Namun, Komisi Eropa diharuskan menunggu mandat negosiasi dari negara anggota UE. Kanada dan Meksiko, anggota dari Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) dengan AS, telah menerapkan tarif impor mereka sendiri terhadap barang-barang China setelah diberlakukannya bea masuk baja dan aluminium Washington.
Tarif itu diberlakukan setelah Trump meminta perjanjian NAFTA dirombak. Pembicaraan yang rumit telah berulang kali dilakukan.
Bulan lalu, Meksiko dan AS telah menyepakati perjanjian awal terkait pakta NAFTA yang rencananya akan mereka tandatangani pada 1 Desember.
Setelahnya, Kanada terus-menerus melakukan pembicaraan untuk mempertahankan NAFTA sebagai perjanjian tiga negara, namun negosiasi masih saja terkait mekanisme penyelesaian perselisihan serta kontrol ketat Ottawa terhadap pasar susu domestiknya, yang telah berulang kali dicerca Trump. Jepang merupakan target lain dari kebijakan tarif impor Trump, yang disebut Tokyo "sangat menyedihkan".
Jepang telah memberi tahu WTO bahwa negara itu berencana menerapkan tarif balasan di barang-barang AS hingga 50 miliar yen (US$455 juta).
Jepang juga minta dikecualikan dari ancaman tarif impor otomotif AS, yang merupakan ancaman besar di industri mobilnya seperti halnya bagi Jerman. Pada bulan Mei, Trump mengumumkan ia meninggalkan perjanjian nuklir tahun 2015 dengan Iran dan memberlakukan kembali sanksi dalam dua fase pada bulan Agustus dan November, di mana sanksi yang kedua menargetkan sektor minyak dan gas vital negara itu.
Perjanjian itu berpotensi menjatuhkan hukuman besar terhadap mereka yang berdagang dengan Iran, termasuk perusahaan energi dan pembuat mobil Eropa.
Eropa telah berjanji untuk terus memberikan Iran manfaat ekonomi yang diterimanya dari kesepakatan nuklir.
Tetapi banyak perusahaan yang lebih besar telah keluar dari negara itu sebelum investasi mereka dapat membuahkan hasil, termasuk Total, Daimler, Siemens dan Peugeot.
Pernyataan Trump bulan lalu bahwa dia telah menggandakan tarif baja dan aluminium pada sekutu NATO, Turki, di tengah perselisihan atas seorang pendeta Amerika yang ditahan selama dua tahun atas tuduhan terror, telah perpecahan sekunder.
Pengumuman melalui Twitter pada 10 Agustus itu menyebabkan lira Turki anjlok hampir 20%. Hal itu membuat Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan Turki sedang menjadi korban "plot politik" dan "perang ekonomi."
Turki sendiri telah menaikkan tarif impor pada beberapa produk AS seperti beras, alkohol, daun tembakau, kosmetik dan mobil.
(hps) Next Article Rekor Investasi RI, Hingga China Menang Atas AS di WTO
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular